Dua Hakim Beda Pendapat; Divonis 17 Bulan Panda Banding
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (22/6) memvonis terdakwa, Panda Nababan, dengan hukuman 17 bulan penjara. Atas putusan itu politikus senior PDIP dan anggota Komisi III DPR tersebut menyatakan banding.
Majelis hakim yang diketuai Eka Budi Priyanta juga menghukum Panda membayar denda Rp 50 juta subsider pidana kurungan 3 bulan. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut hukuman 3 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum juga meminta hakim memerintahkan Panda membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan.
Bersama Panda, politikus PDIP lainnya, Engelina Patiasina, M Iqbal dan Budiningsih juga divonis dengan hukuman yang sama. Hukuman ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yang sebelumnya menuntut Engelina Pattiasina, M Iqbal, dan Budiningsih, hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 4 bulan kurungan.
Panda dan tiga rekannya dinyatakan terbukti bersalah sesuai tuntutan Jaksa, yaitu melakukan korupsi secara bersama-sama, yaitu sebagai penyelenggara negara menerima pemberian terkait jabatannya. Perbuatan tersebut diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hal yang meringankan para terdakwa, bersikap sopan selama persidangan, koorporatif dalam persidangan, mengabdi pada negara, memiliki masalah kesehatan, memiliki tanggungan, tidak pernah dihukum dan untuk terdakwa Panda Nababan, dirinya masih dibutuhkan pemikiran dan pengalamannya untuk kemajuan hukum di Indonesia.
”Hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak menerapkan unsur ketidakhatihatian dalam menjalankan tugas dan merusak citra DPR, serta tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi,” kata Eka Budi.
Sidang yang dimulai pukul 13.15 sampai pukul 18.10 tersebut, diwarnai interupsi kuasa hukum Panda, Juniver Girsang. Juniver memprotes majelis hakim karena ada beberapa bagian dari amar putusan yang tidak dibaca.
Protes Juniver diterima, dan majelis hakim kemudian kembali membacakan bagian yang sebelumnya dilewatkan itu.
Persidangan tersebut juga diwarnai dissenting opinion (pendapat yang berbeda) dari dua hakim, yaitu Made Hendra dan Andi Bachtiar. Made dan Andi berpendapat, jaksa tidak bisa menunjukkan bukti yang kuat bahwa Panda menerima cek pelawat BII dari Dudhie Makmun Murod.
’’Seluruh terdakwa memiliki hak untuk banding selama 14 hari. Hal yang sama juga berlaku untuk penuntut umum,” kata Eka Budi Priyanta, sambil menutup sidang dan langsung meninggalkan ruang sidang tanpa menunggu jawaban terdakwa dan penuntut umum.
”Wah bagaimana ini (hakim-red). Jelas saya tidak bisa terima. Saya akan ajukan banding. Saya tidak terima karena ada manipulasi fakta,” kata Panda yang kemarin memakai kemeja putih lengan pendek.
Voting
Panda juga menilai adanya dissenting opinion merupakan bukti bahwa dirinya dizalimi, dengan bukti yang tidak kuat. Putusan majelis hakim menurutnya bukan lagi berdasarkan misi untuk menegakkan keadilan, namun diputuskan hanya melalui voting, atau banyak-banyakan jumlah suara.
”Saya dizalimi, makanya akan saya laporkan hal ini ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung,” kata pria asal Siborongborong, Sumatera Utara, tersebut.
Di tempat yang sama, majelis hakim yang diketuai Suwidya, memvonis 4 terdakwa kasus kasus cek pelawat untuk memenangkan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, yaitu Ni Luh Mariani Tirtasari, Soewarno, Sutanto Pranoto dan Matheus Pormes. Masing-masing dengan hukuman 17 bulan penjara. Atas putusan tersebut, para terdakwa dan jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. (F4-35)
Sumber: Suara Merdeka,23 Juni 2011