DPR Usut Penerima Cek

Dimulai dengan Minta Data Temuan PPATK

Institusi DPR tak mau kalah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang data aliran 400 lembar cek perjalanan ke anggota DPR periode 1999-2004. Meski belum menjadi sikap resmi, keinginan mendapatkan tembusan data dari PPATK itu kian kuat.

''Kami sedang mencari upaya untuk mendapatkannya. Rapat di level pimpinan BK sudah mengarah ke sana,'' kata Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Irsyad Sudiro di Jakarta kemarin (11/9).

Dia berharap Ketua DPR Agung Laksono bisa mengambil inisiatif untuk meminta tembusan data PPATK tersebut.

Menurut Irsyad, tembusan data tersebut sangat penting bagi institusi DPR. Apalagi, dalam temuannya, PPATK menyebutkan indikasi kuat bahwa yang menerima adalah anggota DPR. ''Apakah memang sudah terjadi pemberian dan penerimaan uang yang tidak sesuai ketentuan, DPR harus mengetahui, biar secepatnya klir,'' tegasnya.

KPK belum memiliki cukup bukti untuk memanggil sejumlah anggota DPR penerima uang yang diduga terkait dengan upaya pemenangan Miranda Goeltom sebagai deputi senior gubernur BI itu. Menurut temuan PPATK, mereka menerima 10 lembar cek perjalanan yang masing-masing Rp 50 juta ke anggota DPR.

Wakil Ketua KPK M. Jasin mengungkapkan, saat ini KPK baru mengumpulkan bahan keterangan dan informasi. ''Jadi, nama-namanya belum bisa disebutkan,'' ujarnya di gedung DPD kemarin. Dia juga belum bersedia mengungkapkan nama-nama bank yang menjadi tempat pencairan cek tersebut.

Menurut Jasin, domain kasus 400 lembar cek itu masih dalam kerangka UU tentang Pencucian Uang. Itu belum menjadi domain KPK. ''KPK akan mengkaji dulu. Jika sudah ditemukan unsur yang mengarah pada tindak pidana korupsi, baru menjadi domain KPK. Masyarakat silakan sabar dulu,'' jelasnya.

KPK juga belum berniat memanggil Miranda Goeltom atau anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Padahal, pernyataan Agus Condro soal 41 nama sudah cukup jelas dan diperkuat pernyataan PPATK. ''KPK tidak bisa serta-merta memanggil orang hanya berdasar pernyataan. Harus ada fakta dan bukti lebih dulu,'' tegasnya.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa bukti transaksi yang diterima KPK itu merupakan alat bukti kuat untuk segera menyidik. Menurut ICW, KPK seharusnya menjadwalkan pemeriksaan Miranda. ''Tak ada pilihan lain, KPK harus segera meminta keterangan dari Miranda,'' cetus Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yunto di gedung KPK kemarin.

Menurut Emerson, KPK harus melangkah cepat untuk mengusut temuan PPATK tersebut. Sebab, apabila terus menunda-nunda, akan membuka peluang penghilangan barang bukti. Dia menambahkan, KPK juga harus mengusut pendonor aliran dana miliaran rupiah tersebut. ICW menduga dana itu berasal dari sumber lain yang punya kepentingan langsung dengan finansial ekonomi Indonesia.

Tidak Ada Arahan Fraksi

Dikonfirmasi terpisah, Sutradara Ginting, ketua Fraksi Kesatuan dan Kebangsaan Indonesia (FKKI) di DPR periode 1999-2004, mengaku tidak tahu-menahu tentang adanya aliran travel cek sesudah pemilihan deputi gubernur senior BI pada 8 Juni 2004.

Menurut Sutradara, fraksinya merupakan gabungan dari enam partai dengan 13 anggota. Dari FKKI, yang duduk di komisi IX hanya satu orang, yaitu Hamid Mappa. ''Karena gabungan dari berbagai partai, tidak ada arahan apa pun dari saya selaku ketua fraksi dalam pemilihan deputi gubernur senior BI,'' tegasnya.

Menurut dia, setiap anggota fraksi, khususnya yang berasal dari partai lain, diberi otoritas untuk mengambil inisiatif dalam proses pengambilan keputusan di komisinya masing-masing. ''Kalau tidak ada laporan, berarti dianggap tidak ada masalah dan bisa jalan sendiri-sendiri,'' katanya.

Ditemui di ruang kerjanya, Agus Condro yang telah di-recall PDIP mengatakan, dalam proses pemilihan deputi gubernur senior BI pada 8 Juni 2004, sempat berkembang isu muslim-nonmuslim. Karena itu, fraksi-fraksi berhaluan Islam, seperti Fraksi PPP dan Fraksi Reformasi (gabungan PAN dan PK) cenderung tidak memilih Miranda S. Goeltom.

Faktanya, proses voting di komisi IX yang beranggota 56 orang (data grafis 57 orang, Red), Miranda berhasil mendapat dukungan 41 suara. Dua pesaingnya, Budi Rochadi dan Hartadi Sarwono, masing-masing mendapat 12 suara dan 1 suara. Sedangkan dua suara lainnya abstain.

''Yang jelas, psikologis politik PDIP dan Golkar sama, yaitu ke Miranda,'' katanya.

Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo menyatakan siap memberhentikan anggotanya bila benar terbukti menerima travel cek tersebut. "Kalau memang ada anggota yang terlibat, kami akan lakukan tindakan yang sama kepada Agus (pemecatan)," tegasnya.

Sedangkan Partai Golkar ternyata belum bersikap. "Sampai hari ini saya belum dapatkan informasi tertulis, ini masih yurisdiksi dari KPK," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) Priyo Budi Santoso di gedung DPR, Senayan, kemarin (11/9).

Namun, seperti halnya PDIP, Priyo juga tidak yakin atas data yang telah terbeber ke publik secara gamblang tersebut. Dia menegaskan, anggotanya tidak mungkin terlibat dengan penerimaan cek tersebut karena sejak awal pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia mengacu pada calon lain, bukan Miranda. "Tapi, silakan KPK membuktikan, kami akan selalu mendukung," pungkasnya. (pri/tom/zul/dyn/agm)

Sumber: Jawa Pos, 12 September 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan