DPR Tak Bisa Diharapkan

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat sudah tidak dapat lagi diharapkan hasilnya. Dengan demikian, DPR perlu segera mengembalikan mandat penyelesaian peraturan itu ke Presiden.

Presiden kemudian diminta untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

”Jika Presiden Yudhoyono masih ingin menyelamatkan keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan memenuhi janji kampanyenya pada Pemilu 2004, yaitu akan memberantas korupsi, perppu yang menjadi landasan hukum keberadaan pengadilan itu sudah harus keluar pada September 2009,” kata Febri Diansyah dari Koalisi Masyarakat Selamatkan Pemberantasan Korupsi, Minggu (31/5) di Jakarta.

Hilangnya harapan atas pembahasan RUU Tipikor di DPR, lanjut Febri, muncul karena waktu efektif mereka untuk membahas peraturan itu tinggal 2,5 bulan. Hal itu karena masa sidang DPR hanya pada Juni hingga 3 Juli dan kemudian pada pertengahan Agustus sampai 20 September. Masa sidang itu pun juga dikhawatirkan tidak akan sepenuhnya efektif karena bersamaan dengan pemilihan umum presiden.

Pada saat yang sama, ujar Febri, juga tak terlihat dukungan dari partai politik yang wakilnya ada di DPR untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU Tipikor. Ini terlihat dari belum adanya pimpinan parpol yang memerintahkan wakilnya di DPR, untuk serius membahas RUU Tipikor.

”Jika sampai September pembahasan RUU Tipikor belum selesai, itu berarti DPR gagal menyelesaikan pembahasan peraturan itu sehingga perppu layak dikeluarkan meski batas waktu yang diberikan Mahkamah Konstitusi hingga 19 Desember 2009. Hal itu karena hampir tidak mungkin DPR 2009-2014 dapat menyelesaikan pembahasan RUU tersebut sampai Desember 2009 karena mereka baru efektif bekerja mungkin pada awal 2010,” tutur Febri.

Dengan keluarnya perppu pada September, pemerintah dan Mahkamah Agung memiliki waktu tiga bulan untuk menata keberadaan Pengadilan Tipikor, sesuai dengan isi perppu.

Demokrat merespons
Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan, salah satu agenda aksi yang diusung Presiden Yudhoyono adalah membangun pemerintahan yang baik melalui pemberantasan korupsi. Ini membutuhkan dukungan dan sinergi garis politik partai-partai pendukung di parlemen, terutama Partai Demokrat.

”Karena itu, Partai Demokrat akan mendukung, mendorong, dan berjuang agar UU Pengadilan Tipikor bisa dituntaskan oleh DPR,” kata Anas, Minggu. Demokrat adalah pemenang kursi mayoritas DPR 2009-2014, memperoleh 150 kursi.

Anas yang terpilih sebagai anggota DPR 2009-2014 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI menambahkan, yang dibutuhkan adalah UU Tipikor yang lengkap, kuat, tajam, dan menjamin sinergi dengan kerja-kerja lembaga penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan dan kepolisian.

Dihubungi terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy menyampaikan, kejaksaan berharap tidak ada diskriminasi pemeriksaan perkara-perkara tindak pidana korupsi di depan pengadilan, baik yang disidik penyidik Polri, kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi.

Namun, lanjut Marwan, sekiranya UU Pengadilan Tipikor tak selesai dibahas, Mahkamah Konstitusi sudah memberikan jalan keluar bahwa perkara korupsi yang disidik KPK dapat diperiksa dan diadili di pengadilan umum. Jadi tidak ada persoalan yang membuat resah. (NWO/IDR)

Sumber: Kompas, 2 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan