DPR Sempat Minta Bank Indonesia Rp 40 Miliar
Penyerahan uang selalu dilaporkan ke Aulia Pohan.
Asnar Ashari, mantan analis senior Dewan Gubernur Bank Indonesia, mengakui adanya pemberian uang Rp 31,5 miliar dari Bank Indonesia kepada Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004.
"Pemberian itu berdasarkan permintaan awal Dewan senilai Rp 40 miliar," kata Asnar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin. Ia jadi saksi dalam sidang Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin--keduanya terdakwa skandal suap Bank Indonesia. Menurut Asnar, ia bersama Rusli Simanjuntak, Kepala Biro Gubernur BI saat itu, memberikan uang tersebut langsung kepada Antony dan Hamka.
"Uang diberikan dalam lima tahap," kata Asnar. Mula-mula uang senilai Rp 2 miliar diberikan pada 27 Juni 2003 di Hotel Hilton, Jakarta. Tahap kedua, dana Rp 5,5 miliar diberikan pada 2 Juli 2003 di rumah Antony di Jalan Gandaria Tengah 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Yang ketiga, duit Rp 7,5 miliar juga diserahkan di rumah Antony. "Uang itu untuk biaya sosialisasi kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)," kata Asnar.
Pemberian keempat dan kelima, Asnar melanjutkan, berkaitan dengan amendemen Undang-Undang BI. Pada 18 September 2003, bersama Rusli, ia mengantarkan Rp 10,5 miliar di Hotel Hilton, Jakarta. Yang terakhir, duit Rp 6 miliar diberikan pada 8 Desember 2003 di rumah Antony di Gandaria. "Seluruhnya tak ada tanda terima," kata Asnar. Menurut dia, semua penyerahan selalu dilaporkan Rusli Simanjuntak kepada Aulia Pohan, Deputi Gubernur BI saat itu, sebagai atasannya.
Setelah mengantarkan uang tahap kedua hingga kelima, menurut Asnar, Antony memberikan uang senilai Rp 750 juta kepada dirinya dan Rusli. "Uang tersebut disimpan oleh Pak Rusli," kata Asnar. Uang itu, menurut Asnar, akan digunakan BI untuk diseminasi undang-undang bank sentral. Total uang yang diterima kembali oleh Rusli dan Asnar mencapai Rp 3 miliar.
Tapi Antony membantah pernyataan Asnar. “Saya hanya memberi uang berjumlah Rp 100-200 juta setiap pertemuan,” kata dia saat diberi kesempatan oleh ketua majelis hakim Masrurdin Chaniago memberikan tanggapan. Uang itu sebagai biaya transpor bagi kedua pengantar uang dari Bank Indonesia. “Janggal jika saya malah memberi uang diseminasi untuk Bank Indonesia,” kata Antony yang membantah penyerahan uang dilakukan lima kali. “Hanya tiga kali, itu pun tidak pernah di rumah saya,” kata dia.
Jonathan Marau, saksi yang bekerja sebagai sopir di BI, mengaku pernah mengantarkan Rusli dan Asnar menyerahkan uang kepada Hamka dan Antony sebanyak lima kali. DWI WIYANA | FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 15 Oktober 2008