DPR Paling Korup

Untuk ketiga kalinya sejak tahun 2004, lembaga legislatif dipersepsikan sebagai institusi terkorup di Indonesia. Hal serupa pernah disandang lembaga legislatif pada 2004 bersama dengan partai politik serta tahun 2006 bersama dengan kepolisian dan lembaga peradilan.

Demikian hasil survei Barometer Korupsi Global yang dilakukan Transparency International (TI) di Indonesia. Survei yang dipublikasikan pada Rabu (3/6) di Jakarta ini dilakukan pada 11-20 November 2008 terhadap 500 responden yang berumur di atas 16 tahun.

Dengan skor antara 1 untuk sama sekali tidak korupsi dan 5 untuk sangat korup, pada survei tahun 2008 ini lembaga legislatif mendapat skor 4,4. Skor yang sama juga diraih lembaga itu pada tahun 2004. Lembaga peradilan, yang dipersepsikan sebagai institusi terkorup kedua, mendapat skor 4,1. Parpol sebagai institusi terkorup ketiga mendapat skor 4.

Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis menuturkan, survei ini rutin dilakukan Transparency International di Indonesia sejak tahun 2004. Hasil survei 2008 turut dipengaruhi oleh terungkapnya kasus korupsi yang dilakukan sejumlah anggota DPR, seperti Al Amien Nur Nasution, Bulyan Royan, hingga Hamka Yandhu.

Namun, lanjut Todung, juga ada sisi positif dalam hasil survei ini, yaitu masyarakat melihat usaha pemerintah dalam pemberantasan korupsi sudah berjalan efektif. Ini terkait dengan kinerja positif sejumlah lembaga, seperti KPK, Pengadilan Tipikor, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

”DPR perlu berusaha keras membersihkan citra institusinya, antara lain dengan tidak menunjukkan sikap yang dapat dilihat sebagai resistensi terhadap institusi pemberantasan korupsi, misalnya mewacanakan pembubaran KPK,” ujar Todung.

Anggota DPR, Gayus Lumbuun menyatakan tidak mempermasalahkan hasil survei tersebut. Yang penting, bagaimana menunjukkan jika perbaikan sudah mulai dilakukan.

Adapun pengajar Filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, melihat hasil survei itu menunjukkan telah terjadinya defisit etika yang luar biasa di Indonesia. ”DPR itu kartel korupsi. Politik itu tidak transparan dan lobi merupakan pasar gelap kekuasaan,” kata dia.

Dalam korupsi di DPR, yang penting dilihat tidak hanya jumlah yang mereka korupsi. Namun, perlu dilihat misi atau tujuan mereka yang menjadi anggota DPR. ”Untuk apa orang menjadi anggota DPR jika tidak memiliki pengetahuan memadai dalam bernegara dan berpolitik. Ini yang membuat terjadinya korupsi,” ujar Rocky. (NWO)

Sumber: Kompas, 4 Juni 2009

{mospagebreak title=Survei TI Tempatlan DPR sebagai Lembaga Terkorup} 

Survei TI Tempatlan DPR sebagai Lembaga Terkorup

Citra dewan perwakilan rakyat (DPR), tampaknya, masih saja sulit melepaskan diri dari bayang-bayang korupsi. Survei terbaru barometer korupsi global (BKG) 2009 yang dirilis Transparency International (TI) menempatkan lembaga itu sebagai paling jeblok.

DPR mendapat nilai 4,4 dari skala 1 sampai 5. Angka 1 berarti sama sekali tidak korup, sedangkan 5 berarti sangat korup. Institusi lain yang terpuruk secara berturut-turut adalah peradilan, partai politik, dan pegawai publik (selengkapnya lihat grafis). "Parlemen adalah lembaga yang paling dipengaruhi korupsi," jelas Sekretaris Jenderal TI Teten Masduki saat membeber hasil riset BKG di Jakarta kemarin.

Menurut Teten, selama lima tahun terakhir parlemen tidak menunjukkan perubahan berarti terkait persepsi korupsi. Survei BKG yang dilakukan dari tahun ke tahun sejak 2004, terus menempatkan lembaga itu di skor 4 hingga 5. "Ini menunjukkan parlemen tidak banyak berubah dari tahun ke tahun," ungkapnya.

Teten mengungkapkan, survei tersebut dilakukan di 69 negara yang melibatkan 73.132 responden. Riset itu dilaksanakan atas nama lembaganya dan dikerjakan Gallup International.

Nah, khusus Indonesia, riset yang dilaksanakan November tahun lalu tersebut dilakukan di Jakarta dan Surabaya. Di masing-masing kota tersebut dipilih 300 dan 200 responden. Untuk menjamin hasil survei, kuesioner yang disebar diperiksa oleh Komite Penasihat Indeks TI yang terdiri atas para ahli bidang korupsi, ekonometrik, dan statistik.

Menurut Teten, saat survei itu dilakukan, memang banyak kasus yang melibatkan wakil rakyat. Di antaranya, skandal korupsi yang melibatkan Al Amin Nur Nasution, Bulyan Royan, Hamka Yandhu, dan sejumlah wakil rakyat lain.

Namun, dalam riset itu, kata dia, ada kenyataan yang amat mengejutkan. Yakni, 74 persen responden menyebutkan bahwa pemberantasan korupsi berjalan efektif. "Persepsi ini mungkin dipengaruhi prestasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan reformasi birokrasi di sektor keuangan," ungkapnya.

Meski di tingkat parlemen persepsi korupsi Indonesia cukup menonjol, kata Teten, tidak demikian dengan temuan global. Menurut dia, terungkap bahwa masyarakat dunia amat mengeluhkan praktik korupsi yang dilakukan swasta. "Separo responden menyebut swasta paling korup," terangnya. Di samping itu, partai politik dan pelayanan publik.

Di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, masyarakat mengeluhkan praktik korupsi yang dilakukan lembaga yang menangani jual beli, waris, dan sewa tanah. "Praktik korupsi yang paling banyak terjadi adalah suap," ungkapnya. Riset itu juga menyajikan fakta bahwa 1 dari 10 responden mengaku pernah memberikan suap dalam setahun terakhir.

Menanggapi hasil survei tersebut, anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun mengungkapkan, selama ini tak ada satu negara pun di dunia yang terhindar dari risiko korupsi. "Yang menjadi pertanyaan saat ini bukan hasilnya, tapi bagaimana negara menghadapi serangan korupsi itu," jelasnya. (git/iro) 

Sumber: Jawa Pos, 4 Juni 2009

{mospagebreak title=Survei TII: Parlemen Masih Terkorup} 

Survei TII: Parlemen Masih Terkorup
"DPR memang layak dikategorikan seperti itu," ujar Gayus.

Hasil survei Transparency International Indonesia (TII) pada 2009 menunjukkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga terkorup, yang diikuti partai politik, peradilan, birokrasi sipil, usaha, dan media. "DPR adalah lembaga yang dipersepsikan tingkat korupsi paling tinggi dengan nilai 4,4," ujar Koordinator TII Todung Mulya Lubis saat peluncuran hasil survei tersebut di Jakarta kemarin. Skala 0 berarti tidak ada korupsi dan 5 paling tinggi korupsinya.

Hasil survei Barometer Korupsi Global yang dilaksanakan oleh Transparency International Indonesia dilakukan terhadap 500 responden, yaitu 300 responden dari Jakarta dan 200 dari Surabaya. Survei dilakukan pada 11-20 November 2008 dan pengambilan data dilakukan mulai Oktober 2008 hingga Maret 2009.

Todung menjelaskan, survei mencakup pertanyaan yang terkait dengan state capture atau tindakan memberi suap untuk mempengaruhi pembuat undang-undang dan kebijakan serta petty bribery atau korupsi kecil-kecilan secara berjemaah, berupa endemi yang melekat pada sistem.

Anggota Komisi Hukum DPR, Gayus Lumbuun, yang hadir dalam acara itu, menyatakan menerima hasil survei. "Lembaga itu memang layak dikategorikan seperti itu," ujar dia. Hasil survei ini, menurut Gayus, seharusnya menjadi acuan bagi DPR untuk memperbaiki kinerja.

Selama ini, dia melanjutkan, orang selalu berpikir bahwa DPR adalah lembaga sarang koruptor. "Padahal kami adalah lembaga yang harus bekerja dengan menggunakan prinsip-prinsip yuridis," ujarnya. CHETA NILAWATY

HASIL SURVEI TII DARI MASA KE MASA

INSTITUSI YANG DIUKUR:
Polisi, pengadilan, pelayanan bidang pertanahan, registrasi dan perizinan, pendidikan, kesehatan, pajak, pelayanan umum.

TEMUAN SPESIFIK INDONESIA
Parlemen: 4,4
Peradilan: 4,1
Partai politik: 4,0
Pegawai publik: 4,0
Sektor bisnis: 3,2
Media: 2,3

PERBANDINGAN SKOR INSTITUSI
1. Partai politik
Tahun 2004: 4,4
Tahun 2005: 4,2
Tahun 2006: 4,1
Tahun 2007: 4,0
Tahun 2008: 4,0

2. Parlemen/legislatif
Tahun 2004: 4,4
Tahun 2005: 4,0
Tahun 2006: 4,2
Tahun 2007: 4,1
Tahun 2008: 4,4

3. Kepolisian
Tahun 2004: 4,2
Tahun 2005: 4,0
Tahun 2006: 4,2
Tahun 2007: 4,2
Tahun 2008: -

4. Lembaga peradilan
Tahun 2004: 4,2
Tahun 2005: 3,8
Tahun 2006: 4,2
Tahun 2007: 4,1
Tahun 2008: 4,1

SUMBER: TRANSPARENCY INTERNATIONAL INDONESIA | NASKAH DAN BAHAN: CHETA NILAWATY

Sumber: Koran Tempo, 4 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan