DPR Minta BPK Audit Semua Kontrak KPU
Komisi Hukum dan Dalam Negeri DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigasi terhadap semua perjanjian dan kontrak yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum dengan pihak ketiga. Kontrak yang diminta diaudit adalah penggunaan uang negara dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 5 April lalu dan Pemilihan Presiden pada 5 Juli nanti. Ini perlu dilakukan agar terjadi akuntabilitas pada anggaran yang sudah diberikan kepada KPU, kata Ketua Komisi Dalam Negeri DPR Teras Narang dalam dengar pendapat dengan KPU di DPR, Jakarta, kemarin.
Selain itu, kata Teras, Dewan juga meminta KPU mempertanggungjawabkan secara terperinci dan transparan penggunaan semua anggaran, terutama menyangkut distribusi logistik. DPR, katanya, mengajukan permintaa itu karena melihat ada masalah pada pelaksaan pemilu yang lalu. Mulai dari pendaftaran pemilih, pengadaan logistik sampai distribusinya, sosialisasi, dan penghitungan suara, katanya.
Dalam dengar pendapat, sejumlah anggota DPR memang mempertanyakan dana yang dikeluarkan KPU. Endang Zainal Abidin, misalnya, menanyakan berapa dana yang sudah dikeluarkan KPU ketika menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan berapa dana yang akan dikeluarkan saat Pemilihan Presiden. Beberapa anggota Dewan lainnya mempertanyakan penggunaan anggaran untuk pengadaan kotak suara dan sistem informasi KPU.
Sayuti dari Fraksi Bulan Bintang menyatakan heran karena KPU sudah membayar di muka 80 persen pengadaan peralatan tekonologi informasi, tapi barangnya ternyata masih menumpuk di gudang. Padahal, Dalam dokumen sudah dinyatakan harga termasuk biaya pengiriman. Ini barang belum dikirim kok sudah dibayar 80 persen, katanya. Ia juga mempertanyakan realisasi anggaran pengadaan surat suara yang mencapai Rp 468 miliar. Pagu yang sudah ditetapkan hanya Rp 372,5 Miliar, ujarnya.
Mendapatkan pertanyaan itu, Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti menyatakan bahwa pekerjaan KPU terdesak oleh waktu. Menurut dia, dari pembuatan surat suara, mencetak, dan mendistribusikan, pihaknya hanya punya 55 hari.
Sedangkan soal anggaran, Ramlan mengatakan, sejak tahun 2000 sampai kini, total pagu anggaran KPU untuk pelaksanaan Pemilu 2004 sebesar Rp 6,62 triliun. Dan, katanya, dari 2000 sampai 2003, KPU sudah mengeluarkan dana Rp 1,59 triliun dari pagu anggaran sebesar Rp 2,6 triliun. Khusus 2004, katanya, pagu anggaran KPU sebesar Rp 3,94 trilun dan telah dipergunakan untuk Pemilu Legislatif sebesar Rp 2,88 triliun. Pada Pemilihan Presiden, menurut dia, KPU memperkirakan akan menghabiskan dana Rp 612,84 miliar. Ini untuk pemilihan tahap pertama saja, katanya. Tahap kedua, menurut dia, KPU terpaksa mengajukan anggaran sekitar Rp 418 miliar.
Selain soal transpransi anggaran, Komisi Hukum dan Dalam Negeri DPR juga meminta KPU dan Panitia Pengawas Pemilu bekerja sama mengevaluasi, menindak, dan segera mengganti penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar aturan pemilu.
Menurut Teras Narang, permintaan penggantian penyelenggara pemilu itu harus dilakukan sesuai tingkatannya. Artinya, katanya, evaluasi hingga penggantian harus dilakukan mulai dari kelompok penyelenggara pemungutan suara di tingkat TPS, panitia pemungutan suara di tingkat kelurahan, panitai pemilihan kecamatan di tingkat kecamatan, dan KPU serta Panwaslu kota/kabupaten. Hingga KPU dan Panwaslu provinsi, katanya seraya menyebut penggantian terutama bagi mereka yang terbukti melanggar pelaksanaan pemilu saat pemungutan sampai penghitungan suara.
Masuknya rekomendasi untuk mengevaluasi dan mengganti anggota Panwaslu daerah yang melanggar aturan sendiri muncul atas permintaan Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti. Awalnya, Dewan hanya memeinta evaluasi dan pergantian anggota KPU di daerah. Permintaan Ramlan itu kemudian disetujui anggota Dewan.
Selama rapat, suasana rivalitas antara dua lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu itu terlihat jelas. Baik KPU maupun Panwaslu mempertontonkan adegan saling menyalahkan. Ini dimulai dengan penyataan Ketua Panwaslu Komaruddin Hidayat yang merasa lembaganya tidak diperhitungkan KPU. Menurut dia, berulangkali pihaknya menyampaikan keberatan dan menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan KPU Pusat hingga KPU daerah, tapi tak dihiraukan KPU.
Atas pernyataan ini, Wakil Ketua Panwaslu Saut Hamonangan meminta Komisi Dalam Negeri DPR memberi rekomendasi untuk menindak anggota KPU pusat yang melakukan kesalahan. Tapi permintaan ini dijawab anggota KPU Chusnul Mar'iyah yang menyebutkan tidak ada aturan yang menyebutkan akan ada tindakan mengganti anggota KPU Pusat yang terbukti melanggar. istiqomatul hayati
Sumber: Koran Tempo,Selasa, 25 Mei 2004