DPR Dinilai Hambat RUU Pengadilan Tipikor
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menilai sikap Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat soal Rancangan Undang Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi semata untuk menghambat pengesahannya. "Itu hanya alasan yang dicari-cari untuk menghambat proses pembentukan undang undang itu," kata Emerson kemarin.
Dalam rapat internal Rabu pekan lalu, Panitia Khusus RUU Pengadilan Tipikor berencana mengusulkan kepada pimpinan DPR agar rancangan ini dikaji kembali. Alasannya, pada Pasal 24 Undang Undang Dasar disebutkan kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Panitia khusus beralasan, jika pembahasan dilanjutkan bisa berpotensi melanggar UUD.
Menurut Emerson, dalam putusan Mahkamah Konstitusi sudah jelas diperintahkan agar pengadilan tindak pidana korupsi dibuatkan undang undang tersendiri. "Ini sudah jelas," katanya sembari menegaskan bahwa molornya pembahasan di DPR ini sebagai upaya menghindari pembentukan Pengadilan Tipikor. Ia menyebut Undang-Undang Mahkamah Agung, yang cepat sekali pembahasannya.
Dia meminta pimpinan Dewan mengkaji ulang pimpinan dan anggota panitia khusus. "Perlu adanya penggantian," katanya. Namun, dia yakin dengan waktu yang sempit ini hasilnya akan asal-asalan. Emerson meminta Presiden menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. "Jika tidak selesai, Presiden harus mengeluarkan perpu. Tidak ada jalan lain," ujarnya.
Wakil Ketua Panitia Khusus Arbab Paproeka mengatakan rapat internal panitia khusus mengusulkan agar menyurati pimpinan DPR untuk mengkaji kembali kedudukan Undang-Undang Pengadilan Tipikor dan memasukkannya dalam Undang Undang Pengadilan Umum. Hal itu didasarkan pada Pasal 24 UUD. "Agar tidak ada masalah di kemudian hari," katanya. Arbab yakin waktu penyelesaian sampai Desember masih bisa terkejar. EKO ARI WIBOWO
Sumber: Koran Tempo, 12 Mei 2009