DPR Bantah Ada Anggaran Pulsa
Ketua DPR Marzuki Alie membantah adanya anggaran uang pulsa untuk anggota DPR yang nilainya mencapai Rp 151 miliar per tahun. Yang ada, menurutnya, adalah anggaran untuk biaya telepon rumah dinas anggota DPR.
”Ngawur dan bohong. Yang jelas pulsa tidak ada. Masak kami dikasih uang pulsa,” ujar Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/5).
Dia menjelaskan, yang dianggarkan oleh negara adalah uang untuk membayar telepon rumah dinas DPR dan jumlahnya pun tidak mencapai Rp 151 miliar. ”Kami hanya diberi (uang) bantuan telepon. Nilainya tidak sampai Rp 2 juta,” tambahnya.
Mantan Sekjen DPP Partai Demokrat ini mengimbau agar LSM tidak sembarangan merilis data.
Sebab, hal itu menyangkut citra DPR.
”LSM tanpa klarifikasi langsung publikasi. Mereka tidak mengerti. Mendapatkan uang pulsa sekian puluh juta kan gila itu namanya,” kata Marzuki.
Terpisah, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Jafar juga membantah anggota DPR menerima jatah pulsa sebesar Rp 270 juta per tahun per anggota. Bahkan dia menganggap data yang dimiliki oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), salah.
”Tidak ada anggaran pulsa. Data itu salah. Pada saat reses memang ada dana komunikasi konstituen yang besarnya tergantung jarak daerah pemilihan dari Jakarta. Dana yang saya terima Rp 35 juta - Rp 40 juta tiap reses,” ujarnya.
Uang sebesar itu, lanjutnya, dibagi untuk empat kabupaten yang menjadi daerah pemilihannya (dapil). Bahkan tak jarang harus nombok karena dana yang diterima tidak cukup.
”Hitung saja, berapa biaya setiap kali pertemuan di suatu tempat. Padahal, ada empat kabupaten yang harus dikunjungi,” ujarnya.
Tidak Signifikan
Menurutnya, dana komunikasi konstituen memang terlihat besar. Namun sebenarnya tidak signifikan karena selalu nombok saat reses. Bila saat reses ada anggota yang tidak tombok, dipastikan anggaran yang diterimanya tidak disalurkan kembali kepada konstituen dalam bentuk kegiatan.
”Bisa jadi ada anggota DPR yang membuat kegiatan sesuai budget yang diterima atau hanya membuat satu-dua kegiatan. Bisa saja anggota tidak membuat kegiatan sama sekali,” tuturnya.
Marwan menambahkan, dalam setiap ruangan anggota DPR disediakan telepon kabel. Untuk penggunaannya, setiap anggota dibatasi masing-masing Rp 7 juta perbulan. Namun dia mengaku selama ini tidak pernah menggunakan telepon kabel yang ada di ruangannya.
”Jadi, tidak ada anggaran pulsa seperti yang disampaikan oleh Fitra. Untuk pulsa handphone, kami bayar sendiri. Enak sekali kalau pulsa dibayar oleh negara,” tandasnya.
Kepala Biro Perencanaan dan Pengawasan Setjen DPR, Adil Rusli mengatakan, anggaran yang ada adalah anggaran SMS gateway yang disediakan Setjen DPR untuk mengingatkan agenda sidang bagi anggota DPR.
”Tidak benar ada anggaran untuk uang pulsa seperti yang disampaikan LSM Fitra. Anggaran Rp 96 juta itu untuk menyampaikan informasi dan pemberitahuan kegiatan rapat-rapat dewan,” jelasnya.
Dia menyatakan, dengan SMS gateway tersebut, anggota DPR mendapat informasi seputar kegiatan kerja di parlemen, termasuk jadwal, agenda, dan kepentingan lainnya.
”Semua dibiayai (anggaran) Setjen,” tambahnya.
Kepala Pusat P3DI Setjen DPR, Damayanti, menegaskan SMS gateway berisi undangan atau informasi persiapan rapat DPR dan tidak untuk SMS pribadi maupun anggaran pulsa.
”Pemberitahuan keseluruhan mengenai kegiatan dewan dan anggaran setahun itu Rp 96 juta. Sejauh ini, dari bulan Januari-April, anggaran baru terserap sebesar Rp 15.254.458,” katanya.
Sebelumnya, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi, merilis data mengenai anggaran komunikasi atau isi pulsa ponsel pribadi anggota DPR yang dinilainya berlebihan. Anggaran pulsa anggota DPR itu, menurut temuan Fitra, dibiayai dengan dua pos berbeda.
Anggaran untuk komunikasi atau isi pulsa handphone pribadi anggota DPR Rp 102 juta per tahun untuk lima kali reses. Selain itu, mereka juga mendapat uang isi pulsa Rp 14 juta per orang per bulan. Berarti, alokasi isi pulsa anggota DPR Rp 168 juta per tahun. (J22,K32,H28-43)
Sumber: Suara Merdeka, 13 Mei 2011