Dosa ''Kasir'' yang Membelah Demokrat

KEBERADAAN Partai Demokrat sebagai partai nomor satu di Indonesia ternyata bukan jaminan luput dari permasalahan. Justru sebaliknya, belakangan ini semakin kencang menerima terpaan, baik dari luar maupun internal partai.

Soliditas partai binaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini sepertinya sedang diuji. Partai Demokrat diguncang badai ketika salah satu petinggi partainya, Muhammad Nazaruddin, yang memangku jabatan sebagai bendahara umum terseret kasus dugaan suap terhadap Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga. Tidak hanya itu, Nazaruddin juga dilaporkan telah memberikan uang seberar 120 ribu dolar Singapura kepada Sekjen Mahkamah Konstitusi.

Nazaruddin membuat kegetiran di internal Partai Demokrat hingga menimbulkan adanya perpecahan di tubuh partai berlambang bintang mercy. Kisah berawal dari penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Sekretaris Kemenpora, Wafid Muharam, Mirdo Rosalina Manullang atau Rosa, dan petinggi dari PT Duta Graha Indah bernama Mohamad El Idris.

Ketiganya tertangkap tangan sesaat setelah diduga melakukan transaksi suap dengan barang bukti cek senilai Rp 3,2 miliar. Transaksi tersebut dilakukan di kantor Kemenpora, Kamis (21/4), sekitar pukul 19.00.
  Dalam perkembangan kuasa hukum Rosa, Kamaruddin Simanjuntak, mengungkapkan bahwa kliennya diperintahkan atasannya yang merupakan seorang politisi untuk mengantarkan El Idris bertemu dengan Wafid, untuk melakukan transaksi tersebut. "Dia bendahara umum partai itu (Demokrat)," kata Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum Rosa.

Belakangan diketahui politisi dimaksud adalah Nazaruddin. Anehnya, tak lama setelah itu Rosa memecat Kamaruddin sebagai kuasa hukum dan kemudian ia mengganti seluruh Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Rosa meralat semua keterangan yang telah diberikan kepada KPK terkait dengan keterlibatan Nazaruddin. Rosa menegaskan, selama ini dirinya selalu diarahkan oleh Kamaruddin, dengan tujuan untuk menghancurkan Partai Demokrat.

Pernyataan Rosa yang menyeret-nyeret keterlibatan Nazaruddin itu membakar amarah dari rekan-rekan sejawat Nazaruddin. Pernyataan itu dibantah habis-habisan oleh para politikus Partai Demokrat. Berbagai tepisan dilayangkan, entah untuk menyelematkan nama baik partai binaan SBY atau hanya untuk melindungi Nazaruddin.

Wajar memang jika Nazarudin mendapatkan perlindungan kuat. Pasalnya dia adalah salah satu tim sukses Anas Urbaningrum saat maju mencalonkan diri sebagai ketua umum dan akhirnya menang pada saat kongres II Partai Demokrat. Nazaruddin ditengarai sebagai pendukung kuat yang mengeluarkan banyak uang. Sebagai "hadiah", Nazaruddin pun diberikan kedudukan strategis sebagai bendahara umum partai.

Tak Terlibat

Aksi pembelaan terhadap Nazaruddin itu diberikan dengan dibentuknya tim pancari fakta Fraksi Partai Demokrat. Tim tersebut digawangi oleh Benny K Harman, Ruhut Sitompul, Didi Irawadi, Ramadhan Pohan, dan Edi Ramli Sitanggang.
Setelah bekerja dalam waktu singkat, tim menyimpulkan bahwa Nazaruddin tidak terlibat dalam kasus tersebut. Mereka membantah bahwa simpulan tim tersebut merupakan bentuk perlindungan terhadap Nazaruddin.

"Di dalam klarifikasi internal fraksi, tidak ditemukan indikasi keterlibatan. Tim pencari fakta bukan untuk melindungi Nazaruddin. Kami bekerja profesional, tidak ada buktinya kami membela," tegas Ramadhan Pohan, anggota tim yang juga menjabat Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat.

Namun pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, meragukan hasil temuan tim pencari fakta. Menurut Yunarto, tim tersebut hanya memanggil dan meminta klarifikasi anggota internal Partai Demokrat yang bersangkutan, tanpa melakukan cross check dengan pihak lain.
Ia menilai wajar jika ada pihak-pihak yang menilai bahwa kerja dari tim investigasi hanyalah melakukan klarifikasi. "Mungkin sejak awal, sudah ada kesimpulan," ujarnya.

Isu perpecahan dalam tubuh partai berkuasa itu pun tidak terelakkan. Terjadi perbedaan pandangan yang cukup tajam antara tim pencari fakta dengan Dewan Kehormatan (DK) Partai Demokrat. DK terkesan lebih mematuhi dan mengikuti arahan yang diberikan SBY sebagai ketua dewan pembina, agar siapa pun anggota partai yang bersalah tetap diproses secara hukum. Dualisme dalam menyikapi kasus yang melilit sang Bendahara Umum ini pun semakin memperlihatkan adanya perpecahan di internal partai. Ironisnya, ketidakharmonisan tersebut tersebut justru datang dari para pengurus partai.

Perpecahan tersebut tampak dari pernyataan tegas Ketua DPP Partai Demokrat, Kostarius Sinaga, yang mengungkapkan bahwa SBY memberikan dua opsi terhadap Nazaruddin, yakni pemecatan atau pengunduran diri. Tapi pernyataan tersebut segera dibantah oleh sesama Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul. Saling bantah dan munculnya tim pencari fakta mempertegas buruknya manajemen dan proses penegakan kode etik internal di tubuh partai ini.

Untuk mencapai "kompromi" antara kubu TPF dan DK, DPP Partai Demokrat pun menjatuhkan sanksi ringan kepada Nazaruddin, yakni hanya dilengserkan dari jabatan bendahara umum.
"Nazaruddin diberhentikan dan dibebastugaskan dari seluruh tugas kebendaharaan. Tetapi dia (Nazaruddin) tetap anggota DPR Fraksi Partai Demokrat," kata Amir Syamsuddin, sekretaris DK Partai Demokrat. Mungkin itu jalan terbaik bagi partai.

Yang menjadi pertanyaan adalah, hukuman terhadap Nazaruddin itu tanpa dibarengi dengan penjelasan apa kesalahan yang bersangkutan, sehingga harus dilengserkan, sekalipun hanya dari jabatan bendahara umum. Kesalahannya lebih dilihat dari segi melanggar sopan santun, bukan pelanggaran etika politik.

Dengan peristiwa ini, sudah dapat dipastikan bahwa citra partai terbesar itu menjadi semakin terputuk. Lalu, apa yang akan dilakukan oleh Partai Demokrat untuk tetap eksis pada Pemilu 2014 mendatang? SBY sebagai Ketua Dewan Pembina mengaku masih optimistis bahwa partai yang mengantarkannya menjadi presiden pada Pilpres 2004 itu akan tetap besar. Kasus yang menyeret kadernya tersebut diyakini tidak akan menggoncangkan kebesaran partai, apalagi untuk Pemilu 2014.

Cara terbaik adalah dengan tetap bekerja dan menghasilkan kebijakan yang prorakyat. "Dalam arahan SBY, seluruh kader Partai Demokrat harus solid, bekerja keras, melaksanakan program dengan baik, memenuhi semua kegiatan prorakyat," ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat, Jafar Hafsah. (83) Oleh Satrio Wicaksono & Wisnu Wijanarko
Sumber: Suara Merdeka, 30 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan