Donor Asing Janggal
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat Indonesia mempertanyakan keberadaan lembaga donor asing di berbagai instansi Indonesia yang dinilai janggal. Selain manfaatnya dinilai tidak signifikan untuk demokratisasi di Indonesia, fasilitas yang diberikan pemerintah terasa berlebihan.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti, Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang, dan Lucius Karus dari Lembaga Studi Pers dan Pembangunan di Jakarta, Senin (18/4).
Menurut Jeirry, dana-dana asing yang diberikan tidak signifikan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal itu karena pengelolaan anggaran tak efisien dan efektif. Peruntukannya tak tepat sasaran dan banyak tumpang tindih dengan program pemerintah yang dibiayai APBN.
Jeirry mencontohkan, menjelang Pemilu 2009 ada program peningkatan kapasitas anggota KPU, KPU daerah, dan staf sekretariat dilakukan dengan dukungan lembaga donor asing dan sosialisasi. Kegiatan serupa dilakukan sama dan berulang-ulang karena ada dana dari APBN ataupun dari lembaga donor asing. Akibatnya, menurut Jeirry, bisa terdapat dua laporan untuk satu kegiatan, ke lembaga donor dan ke lembaga negara.
Di DPR, ujar Sebastian, keberadaan kantor lembaga donor asing United Nations Development Programme (UNDP) juga terasa janggal, apalagi sudah berlangsung bertahun-tahun. Bantuan lembaga donor asing juga terjadi pada penataan sistem kependudukan di Kementerian Dalam Negeri.
Dukungan yang diberikan harus diperjelas, bersifat hibah atau utang. Apabila bantuan berupa utang, jelas akan membebani rakyat Indonesia. Kalaupun sifatnya hibah, besar kemungkinan adanya duplikasi anggaran.
Keberadaan kantor lembaga donor asing UNDP di kompleks DPR selama bertahun-tahun, lanjut Sebastian, juga terasa janggal. Perlakuan istimewa ini seakan menunjukkan pemerintah berutang budi kepada pihak donor dan menimbulkan dugaan adanya intervensi asing. Semestinya, kata Ray, ada pola kemitraan yang nyata antara lembaga donor dan masyarakat Indonesia.
Dihubungi terpisah, anggota KPU, Endang Sulastri, membantah ada tumpang tindih anggaran. Itu karena penerimaan lembaga asing dilakukan mengikuti aturan dengan berkoordinasi dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). ”Apabila Bappenas sudah mengonfirmasi tidak ada alokasi di APBN, baru bantuan dari lembaga asing diterima. Kami juga tak menerima uang tunai, tetapi manfaatnya saja,” kata Endang.
Project Officer untuk Election Project UNDP Indonesia Partono menambahkan, pihaknya bisa memastikan program tidak tumpang tindih sebab sebelumnya ada pertemuan antara UNDP, Bappenas, dan lembaga yang dibantu. Kebutuhan yang belum dibiayai APBN bisa dikerjakan UNDP. Kerja UNDP diaudit secara internal oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (INA)
Sumber: Kompas, 19 April 2011