Dokter Datangi KPK Mewakili Nunun
Penyakit Nunun diklaim kian parah.
Untuk kelima kalinya Nunun Nurbaetie mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kemarin Nunun hanya mengutus Andreas Harry, dokter ahli saraf yang menanganinya.
"Saya bawa berkas rekam medis Nunun yang asli sejak Maret-April 1010," kata Andreas ketika mendatangi gedung KPK kemarin. Menurut Andreas, Nunun mengalami penyakit lupa berat yang berpotensi menjadi alzheimer akibat serangan stroke yang pernah dideritanya.
Kuasa hukum Nunun, Ina Rahman, mengatakan kondisi kesehatan kliennya memburuk. “Titik putih di kepala bagian belakang makin banyak,” kata Ina saat dihubungi wartawan. “Jadi, sangat tidak memungkinkan beliau diperiksa.”
Nunun, istri mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Adang Daradjatun, merupakan saksi kunci perkara suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S. Goeltom. Di persidangan, sejumlah tersangka dan saksi menyebutkan 480 cek pelawat bernilai Rp 24 miliar mengalir dari kantor Nunun, Juni 2004 lalu.
Menurut saksi dan terdakwa, cek dibagikan kepada anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004 melalui Arie Malangjudo, salah seorang direktur di perusahaan Nunun.
Empat politikus Senayan telah menjadi terpidana dalam kasus ini. Mereka adalah Hamka Yandhu (Fraksi Golkar), Dudhie Makmun Murod (PDI Perjuangan), Endin A.J. Soefihara (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri).
Di luar itu, KPK tengah mengusut keterlibatan 26 politikus lain yang kini jadi tersangka kasus yang sama.
Salah seorang pengacara para tersangka, Petrus Selestinus, mengatakan KPK terlalu bertumpu pada Nunun. “Kan sudah jelas Nunun tidak ada di rumahnya,” kata Petrus di gedung KPK. Meski dilarang ke luar negeri, menurut keluarga, Nunun kini berada di Singapura untuk berobat.
Menurut Petrus, Komisi harus memulai penyidikan ke samping. “Tidak hanya bertumpu pada Nunun.” Namun Komisi juga harus memanggil pimpinan partai, dua perusahaan Nunun, PT Wahana Esa Sejati dan PT Wahana Esa Sambhada, serta menyita laporan keuangan partai politik pada 2004. “Kenapa KPK tidak telusuri itu?” tanya Petrus. CORNILA DESYANA
Sumber: Koran Tempo, 26 November 2010