Disorot Media AS, Kemenag Bantah Mafia Haji
Monopoli penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama (Kemenag) ternyata menarik perhatian publik di Amerika Serikat (AS). Haji sebagai bisnis pelayanan publik dengan perputaran uang terbesar disorot media AS, New York Times.
Dalam artikel di surat kabar itu, kepanitiaan haji oleh Kemenag RI dinilai rentan terhadap praktik mafia haji. Apalagi, uang jamaah yang menumpuk di rekening menteri agama mencapai Rp 21 triliun. New York Times pun menyoroti masalah pentingnya mewaspadai praktik mafia haji di negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia itu.
Namun, Kemenag membantah keras tudingan praktik mafia haji tersebut. ''Besarnya anggaran yang dikelola Kemenag memang kerap memicu opini bahwa ada korupsi besar-besaran. Kenyataannya, tidak ada mafia haji dan kami siap buktikan semua,'' ujar Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Abdul Ghafur Djawahir ketika dihubungi kemarin (7/8).
Menurut dia, selama ini Kemenag transparan dalam penyelenggaraan haji. Bentuknya adalah memberikan laporan kepada publik dan presiden. Apalagi, penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan kebijakan terkait haji selalu melibatkan DPR. ''Yang mengawasi penggunaannya kan beragam. Mulai KPK, BPK, LSM, sampai publik. Dari mana ada mafia haji?'' ujarnya.
Ghafur mengungkapkan, publik kerap beropini bahwa ada yang salah dalam penyelenggaraan haji. Misalnya, membandingkan dengan biaya haji Malaysia yang lebih murah atau membandingkan tiket haji dengan tiket penerbangan reguler. Biaya haji di Malaysia lebih murah karena tidak termasuk living cost atau uang saku ketika berada di Arab Saudi. Tiket penerbangan haji lebih mahal karena pesawat haji dari Indonesia menggunakan carter (berangkat isi dan pulang kosong). (zul/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 8 Agustus 2010