Direktur Utama PT Pos Dinonaktifkan
Komisaris PT Pos Indonesia Andi Arief menyatakan pihaknya sudah menonaktifkan Direktur Utama PT Pos Indonesia Hana Suryana. Kebijakan itu berlaku sejak Hana ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana operasional nonbujeter perusahaan milik negara ini pada 16 Juli 2008.
"Dia sudah kami nonaktifkan," kata Andi kepada Tempo di Bandar Lampung kemarin. Meski begitu, komisaris tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kebijakan yang diambil Hana dan kawan-kawan. "Itu untuk menggenjot keuntungan perusahaan," kata Andi.
Pernyataan berbeda disampaikan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil. Menurut dia, Hana tak perlu dinonaktifkan dari jabatannya meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Kan sudah ditahan. Ini tidak mendesak. Lagi pula sudah ada pelaksana tugas dari pejabat pos," kata Sofyan seusai sidang kabinet paripurna di kantor Sekretariat Negara kemarin.
Hana Suryana ditahan oleh Kejaksaan Agung sejak Selasa lalu bersama enam koleganya dari PT Pos. Mereka diduga melakukan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 40 miliar. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendi, para tersangka diduga telah menggelembungkan komisi dalam bisnis kiriman komunikasi dengan 22 perusahaan rekanan PT Pos. "Mereka telah melakukan pertanggungjawaban fiktif," kata Marwan. "Itu (Rp 40 miliar) untuk mereka-mereka."
Kemarin aparat Kejaksaan Agung kembali menggeledah kantor PT Pos Indonesia Wilayah IV Jakarta atau Kantor Pos Ibu Kota Jakarta. Tim penyidik yang diketuai Sutopo Hendro itu datang sekitar pukul 11.30 WIB bersama delapan jaksa penyidik lainnya. Penggeledahan dilakukan di bagian keuangan dan pembukuan. Beberapa barang bukti yang disita, antara lain, kuitansi dan buku kas.
Stefanus Gunawan, kuasa hukum PT Pos, sempat menanyakan izin pengadilan untuk penggeledahan kepada penyidik kejaksaan. Sebab, Kamis pekan lalu kejaksaan juga melakukan penggeledahan tanpa izin. "Kami akan mengajukan praperadilan," katanya.
Kejaksaan tak peduli terhadap keberatan pengacara. "Tidak apa-apa, itu hak mereka," kata Marwan. Menurut dia, untuk melakukan penggeledahan atau penyitaan benda bergerak, tak perlu izin dari pengadilan. Sebab, dikhawatirkan benda-benda tersebut akan berpindah tangan. "Itu (izin) bisa menyusul," katanya.
Hingga penggeledahan dan pencarian bukti-bukti kedua dilakukan kejaksaan, kemarin, Sekretaris Perusahaan PT Pos Rudi Meiyansyah tetap menyatakan tidak ada penyelewengan dana dalam pemberian komisi kepada rekanan.
Menurut dia, Surat Edaran Nomor 41/Dirop/0303 Tahun 2003, yang menjadi dasar pemberian komisi, merupakan strategi perusahaan dalam menjaring dan mempertahankan pelanggan. "Apa yang kami kerjakan sudah sesuai aturan," ujar Rudi. DWI WIYANA | RINI KUSTIANI | NININ DAMAYANTI | NUROCHMAN ARRAZIE
Sumber: Koran Tempo, 23 Juli 2008