Direktur Imigrasi Diperiksa KPK

Direktur Sistem Informasi Direktorat Jenderal Imigrasi Hamsuk S Wijaya diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Selasa (27/12). Sebelumnya, KPK telah memeriksa atase imigrasi di Konsulat Jenderal RI di Penang, Malaysia, M Khusnul Yakin.

Hamsuk seusai pemeriksaan menyatakan, kedatangannya ke KPK untuk menjelaskan distribusi dokumen keimigrasian ke Konjen RI di Penang. Pendistribusian dokumen itu terkait dengan kewenangannya selaku Direktur Sistem Informasi Ditjen Imigrasi. Selama 2002 hingga 2005 kami mengirim 50.000 blangko paspor, surat perjalanan laksana paspor, dan stiker visa. Hal ini penting untuk pelayanan perizinan imigrasi. Itu saja yang saya sampaikan, kata Hamsuk.

Soal penggunaan blangko, Hamsuk menyatakan Ditjen Imigrasi belum memverifikasi. Soal tarif, kata Hamsuk, sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26/1999 tentang tarif jasa yang berlaku pada Departemen Kehakiman. Prosedurnya, pihak konjen meminta, lalu kami kirim via Departemen Luar Negeri dan selanjutnya dikirim ke konjen yang bersangkutan, ujarnya.

Khusus untuk KBRI Malaysia, Hamsuk menyatakan hal itu belum disampaikan karena yang diminta penyidik KPK baru sebatas dokumen keimigrasian yang dikirim ke Penang. Soal pungutan yang dilakukan Konjen RI di Penang, Hamsuk menolak menjawab. Kami belum tahu. Kami tunggu hasil penyelidikan dan penyidikan KPK, katanya.

Sebelumnya, 21 Desember lalu, KPK telah memeriksa atase imigrasi M Khusnul Yakin. Untuk kasus ini, KPK membentuk tim penyidik, berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal Deplu.

Informasi soal pungutan di Malaysia ini sudah diterima KPK dari Badan Pemberantasan Rasuah Malaysia (Badan Pemberantasan Korupsi Malaysia). Konjen Indonesia diduga melakukan korupsi terhadap para warga negara Indonesia di Malaysia yang meminta fasilitas keimigrasian.

Pungutan Liar
Informasi tentang penyimpangan keimigrasian itu ditindaklanjuti Departemen Luar Negeri dengan pemeriksaan dipimpin oleh Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri (Deplu) Slamet Santoso Mustafa. Hasil pemeriksaan dikirim ke Departemen Hukum dan HAM. Selanjutnya, Menhuk dan HAM meneruskan ke KPK.

Kasus di Konsulat Jenderal RI dan KBRI dengan modus operandinya meminta extra fee atau pungutan liar yang tidak sah. Setelah dilakukan pemeriksaan, terungkap bahwa uang hasil pendapatan negara bukan pajak itu tidak disetorkan, ditemukan penyelewengan sebesar Rp 13,8 miliar. Dana itu berasal dari bagian imigrasi. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda telah memerintahkan Inspektur Jenderal Deplu memeriksa seluruh perwakilan Indonesia di Malaysia.

Di KBRI Malaysia juga ditemukan adanya dugaan penyimpangan. Irjen Deplu menemukan bukti penyelewengan sebesar Rp 27,8 miliar. Modus yang dilakukan sama, yakni menarik pungutan berlebihan kepada warga Indonesia yang ingin memperoleh pelayanan keimigrasian. (VIN)

Sumber: Kompas, 28 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan