Di Balik Kebanggaan Meloloskan Judicial Review [12/06/04]
SEBAGAI salah satu pijakan penyusunan anggaran belanja dan anggaran sekretariat tahun 2002, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat menerakan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD. Namun, dalam praktiknya peraturan pemerintah itu dilanggar. Masyarakat Sumbar dibohongi. Ironisnya, Gubernur Sumbar tak berkutik. Ini terbukti dengan ditetapkannya APBD Tahun 2002 melalui Peraturan Daerah Nomor 02/SB/2002.
Para wakil rakyat Sumbar itu berdalih, Peraturan Pemerintah (PP) No 110/2000 bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No 4/1999 dan UU No 22/1999. Untuk menguji kebenaran dalih mereka, DPRD Sumbar melakukan hak uji materi (HUM) atas PP No 110/2000, melalui gugatan HUM tanggal 14 Mei 2001 yang terdaftar di Mahkamah Agung RI, 25 Mei 2001. Atas gugatan HUM itu, MA membatalkan PP No 110/2000 tanggal 9 September 2002.
Sepulang dari Jakarta, betapa bangganya Arwan Kasri, Ketua DPRD Sumbar, karena memenangi gugatan itu. Pihaknya lalu menggelar jumpa pers karena judicial review (uji materi) terhadap PP No 110/2000 itu sangat berarti dan bisa menyelamatkan seluruh DPRD provinsi dan DPRD kota/kabupaten se-Indonesia atas tuduhan melakukan tindak pidana korupsi.
Namun, dalam putusan MA itu, ungkap Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar, ketika itu Halius Hosen, ada catatan: bila dalam tempo 90 hari kemudian PP Nomor 110/2000 itu tidak dicabut pemerintah, lalu menggantinya dengan yang baru, maka otomatis PP No 110/2000 berlaku kembali, dan harus menjadi acuan DPRD.
Hal ini dipertegas Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno ketika beberapa kali melakukan kunjungan kerja di Sumbar, bahwa PP No 110/2000 tetap berlaku. Atas dasar itu, 7 November 2002 Mendagri mengeluarkan surat izin untuk melakukan tindakan kepolisian terhadap ketua DPRD dan para anggota DPRD Sumbar.
ARWAN pun melawan. Ia lalu menggugat surat Mendagri itu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan terdaftar di PTUN tanggal 30 Januari 2003. Akan tetapi, 31 Desember 2002, Kejaksaan Tinggi Sumbar sudah melayangkan surat panggilan pemeriksaan. Mereka diperiksa. Ada yang siang hari, ada pula yang malam hari untuk menghindari kejaran pers. Para wakil rakyat itu pun dinyatakan sebagai tersangka.
Tanggal 12 April 2003 digelar sidang pertama, dengan terdakwa Arwan Kasri (Ketua), Masfar Rasyid (Wakil Ketua), dan Hj Hasmerti Oktini alias Ny Titi Nazief Lubuk (Wakil Ketua). Seluruh terdakwa anggota DPRD Sumbar itu didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 5.904.105.350.
Sementara itu, PTUN Jakarta pada 1 Mei 2003 mengabulkan gugatan para anggota DPRD Sumbar dengan amar putusan antara lain menyatakan surat izin untuk melakukan tindakan kepolisian terhadap ketua DPRD dan para anggota DPRD batal demi hukum. Sidang tetap berlanjut. Di luar sidang tiga unsur pimpinan itu ada sidang empat kloter lagi. Yang dimaksud kloter di sini adalah kelompok terdakwa. Setiap kloter ada 10 terdakwa.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Padang, Senin, 17 Mei 2004, majelis hakim yang diketuai Bustami Nusyirwan, memvonis penjara masing-masing 2 tahun 3 bulan kepada ketiga unsur pimpinan DPRD Sumbar itu. Ketiganya didenda masing-masing Rp 100 juta atau subsider kurungan dua bulan penjara serta harus mengembalikan uang sebanyak yang dikorupsi.
Sebanyak 40 anggota DPRD Sumbar lainnya divonis hukuman penjara masing-masing dua tahun, bayar dendaRp 100 juta, dan mengembalikan uang sebanyak yang dikorupsi masing-masing. Putusan majelis hakim lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa, yakni 4 tahun 6 bulan, dengan denda masing-masing Rp 200 juta. Sembari menunggu hasil banding, ke-43 terpidana itu masih bisa bernapas lega karena vonis penjara itu tidak disertai kata- kata langsung masuk penjara.
Harus ada pemikiran progresif dari hakim. Di sini dituntut keberanian hakim agar vonis yang dijatuhkan memberikan efek jera. Kalau dalam putusan segera masuk penjara, maka bisa menimbulkan efek jera 3-4 kali lipat, tutur Saldi Isra, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Hukum Wilayah Barat. (NAL)
Sumber: Fokus Kompas, 12 Juni 2004