Data Sony Laksono Dipastikan Palsu
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar memastikan, Kantor Imigrasi Jakarta Timur secara resmi tak pernah mengeluarkan paspor atas nama Sony Laksono. Data pada paspor Sony Laksono, dengan foto mirip mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan, juga palsu.
Patrialis, Kamis (6/1) di Jakarta, mengakui pula, paspor atas nama Sony Laksono asli, tetapi prosesnya tak dilakukan di kantor imigrasi mana pun. Banyak kejanggalan dalam paspor itu.
Paspor Sony memiliki data, antara lain, lahir 17 Agustus 1975 dan tanggal terbit paspor 5 Januari 2010. Kepastian data palsu itu diperoleh setelah Tim Investigasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia meminta keterangan Gayus yang kini menjadi terdakwa korupsi dan pemberian keterangan palsu.
”Tim sudah mendatangi Gayus di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, tetapi ia belum mau minta izin ke majelis hakim yang menangani kasusnya. Namun kepada tim, Gayus mengatakan, Kantor Imigrasi Jakarta Timur tidak terlibat,” kata Patrialis kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Menurut Patrialis, paspor atas nama Sony Laksono itulah yang diduga dipakai Gayus untuk pergi ke luar negeri. Tim juga meneliti bagaimana paspor itu diterbitkan dan lolos pada pemeriksaan petugas imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta. ”Tak mungkin memakai paspor itu lolos jika tak ada kerja sama,” katanya.
Tak sulit terungkap
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto membantah, kasus mafia hukum yang melibatkan Gayus terkesan sulit terungkap. ”Ini terungkap. Bahwa karena ada laporan masyarakat, itu bagus. Ada kontrol publik,” katanya.
Peran serta masyarakat untuk memberikan informasi, menurut dia, sangat penting bagi pengungkapan perkara penyimpangan dalam penegakan hukum. Selama informasi itu benar, pemerintah menjamin siapa pun yang memberikan informasi.
Ketua Departemen Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin meminta aparat tak merepotkan masyarakat yang memberikan informasi terkait mafia hukum. Kasus kepergian seseorang yang mirip Gayus terungkap setelah Devina, warga Depok, Jawa Barat, mengirimkan surat pembaca ke harian Kompas.
”Aparat harus melindungi Devina, bukan merepotkannya,” kata Didi. Informasi dari surat Devina memadai sehingga polisi bisa memeriksa Gayus dan aparat yang diduga terlibat. Devina harus dilindungi karena kasus ini terkait dengan mafia hukum dan mafia pajak.
Djoko mengakui, penegakan hukum dalam kasus mafia pajak dan mafia hukum memang tak mudah. ”Undang-undang perpajakan perlu disinkronkan. Proses hukum itu tak mudah,” ujarnya.
Sebaliknya, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, saat disinggung mengenai janji 10 hari mengusut tuntas kasus Gayus yang keluar dari Rumah Tahanan Brimob, Kelapa Dua, Depok, menyatakan, hal itu terkait kepergian Gayus ke Bali. Dalam kasus ini, polisi yang terlibat sudah diproses hukum dan kasusnya sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto menambahkan, untuk menuntaskan kasus Gayus yang diduga ke luar negeri, memang perlu terobosan hukum. Hal itu karena penegakan hukum di negeri ini tidak beres dan perlu diperbaiki. (nta/ato/nwo/aik/ana/har/why/tra)
Sumber: Kompas, 7 Januari 2011