Dana BOS Diselewengkan
Indonesia Corruption Watch mendesak agar surat pertanggungjawaban dan kuitansi untuk penggunaan dana bantuan operasional sekolah dibuka kepada publik. Berdasarkan audit BPK, enam dari sepuluh sekolah di Indonesia menyelewengkan dana tersebut.
Dalam sidang terakhir sengketa informasi antara ICW dan lima SMP negeri di Jakarta, Senin (1/11) di kantor Komisi Informasi Pusat, terungkap bahwa sebenarnya tidak ada larangan bagi kepala sekolah untuk memberikan informasi yang diminta ICW, yaitu kuitansi yang merupakan bagian dari surat pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Febri Hendri, peneliti senior ICW, mengatakan, berdasarkan audit BPK tahun 2007-2009, rata-rata enam dari sepuluh sekolah menyelewengkan dana BOS sebesar Rp 13 juta per sekolah.
”Kami yakin banyak manipulasi dana BOS. Dari kuitansi akan diketahui dana BOS itu digunakan untuk apa saja dan apa hasilnya,” ujarnya.
Sejak Mei 2010, ICW sudah mengajukan permohonan salinan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) dan SPJ dari SMPN 28, SMPN 67, SMPN 84, SMPN 95, dan SMPN 190, semuanya di Jakarta.
Permohonan itu diajukan karena kelima SMP itu diindikasikan menyelewengkan dana BOS hingga Rp 1,2 miliar. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan kepala sekolah harus meminta izin dulu kepada atasan.
Namun, terungkap dalam sidang kemarin, ternyata tidak ada aturan yang menyatakan harus ada izin dari atasan untuk memberikan informasi tersebut.
Supriyadi, salah seorang pegawai Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang mewakili Kepala Dinas Pendidikan DKI, berkilah belum ada prosedur untuk memberi informasi semacam itu kepada pihak luar.
”Harus dibentuk PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) dulu. Karena ini masih baru, kami belum punya prosedurnya,” kata Supriyadi.
Saat Ketua Majelis Komisioner Alamsyah Saragih mengatakan bahwa kepala kehumasan bisa memberikan informasi yang diminta ICW, Supriyadi menjawab, ”Kepala Humas sedang pergi naik haji.”
Menurut Febri, alasan penolakan yang diberikan Dinas Pendidikan DKI Jakarta amat tidak substansial karena tidak sesuai dengan undang-undang.
”SPJ itu tidak membahayakan keamanan negara, keamanan ekonomi, tidak melanggar HAKI. Jadi, kenapa tidak dibuka kepada publik?” ujarnya.
Preseden
Ketua Forum Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) se-Jakarta Ade Pujiati mengatakan, jika majelis komisioner memutuskan agar kelima SMP itu memberikan kuitansi kepada ICW, ini akan menjadi preseden bagi semua sekolah di Indonesia. Sekolah dipastikan harus membuka penggunaan dana BOS kepada publik.
”Kalau tidak ada yang disembunyikan oleh sekolah, tentu kepala sekolah tidak akan keberatan memberikannya,” katanya.
TKBM adalah semacam SMP terbuka yang dikelola masyarakat untuk siswa miskin. TKBM tidak pernah tahu bahwa mereka mendapat alokasi bantuan BOS dari pemerintah yang disalurkan melalui SMP induk, di antaranya kelima SMP di Jakarta itu.
Dari delapan TKBM, hanya TKBM Ibu Pertiwi yang menerimanya. Sidang sengketa akan dilanjutkan 15 November dengan agenda pembacaan putusan. (FRO)
Sumber: Kompas, 2 November 2010