Dakwaan Made Astawa Batal Dibacakan

Sidang pembacaan dakwaan terhadap Deputi Urusan Teknologi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Made Astawa Rai di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin ditunda. Majelis menunda sidang karena jaksa penuntut umum baru menyerahkan panggilan sidang pada Selasa malam lalu.

Majelis hakim yang diketuai Syapafi awalnya bertanya kepada terdakwa dan kuasa hukumnya apakah mereka sudah menerima dakwaan. "Belum, Yang Mulia," kata Made Astawa di ruang persidangan kemarin. Made Astawa mengaku baru mendapat panggilan sidang kemarin malam.

Hotma Sitompul, kuasa hukum Made Astawa, keberatan jika jaksa membacakan dakwaan. "Terdakwa punya hak menerima panggilan tiga hari sebelum sidang. Ini surat panggilan sidang baru diterima tadi malam," katanya. Terbukti, kata Hotma, surat panggilan baru diteken pada 29 Juni lalu. Majelis hakim sependapat dengan terdakwa dan kuasa hukumnya agar sidang tersebut ditunda. Dakwaan akan dibacakan pada 13 Juli nanti.

Pada persidangan tersebut, Hotma juga meminta penangguhan penahanan untuk kliennya. "Kami minta ditangguhkan menjadi tahanan kota," katanya.

Made Astawa Rai ditahan sejak 5 Februari 2009 karena terlibat kasus dugaan korupsi proyek penyiapan data dan informasi spasial di 30 kabupaten daerah tertinggal. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 4,4 miliar.

Kasus bermula ketika Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal melaksanakan kegiatan penyiapan Data Informasi Spatial dan Sumber Daya Alam pada 2006. Dalam penyelidikan kejaksaan, proyek tersebut dikerjakan tanpa melalui survei dan observasi ke lapangan. Menurut Kejaksaan, data yang diolah dari angka-angka fiktif itu akhirnya mubazir.

Sebelum tender proyek tersebut dilaksanakan, sekitar April-Mei 2006, Made memanggil pejabat pembuat komitmen, Thomas Anjarwanto, dan bendahara proyek, Ismanto, ke ruangannya. Di ruangan itu, Made memberi tahu besaran kompensasi sebesar 22 persen dari nilai proyek. Kejaksaan menyatakan Made menerima duit Rp 400 juta dari proyek tersebut. Sutarto

Sumber: Koran Tempo, 2 Juli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan