Condro Setor Lagi Bukti, KPK Adem Ayem

Keseriusan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam menindaklanjuti laporan tindak pidana korupsi kini dipertaruhkan. Indikasi mulai tumpulnya kinerja KPK dapat ditengarai dari lambatnya tindak lanjut laporan dugaan korupsi yang diungkapkan anggota DPR dari FPDIP Agus Condro Prayitno.

Mantan anggota Komisi IX DPR tersebut mengungkapkan peredaran cek perjalanan (travel cheque) senilai Rp 500 juta terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom. Sayang, hingga kini KPK belum melakukan langkah konkret untuk mengembangkan laporan tersebut. ''Saat ini masih kami terima laporan dan keterangan Pak Agus. Semua masih dalam proses pendalaman dan tentu akan ditindaklanjuti,'' janji Juru Bicara KPK Johan Budi SP di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, kemarin (2/9).

Pernyataan Johan tersebut disampaikan setelah KPK menerima kedatangan Agus kali ketiga. Dari ketiga kunjungan Agus itu, tak satu pun tindakan yang tampak ditempuh KPK. Ketika didesak mengapa KPK seakan jalan di tempat terkait pelaporan kasus yang menyeret nama Miranda itu, Johan beralasan bahwa KPK sudah bekerja. Namun, yang dikerjakan itu tidak bisa langsung diungkap ke publik.

Menurut Johan, sesuai dengan Undang-Undang No 30 Tahun 2002, KPK punya waktu 30 hari untuk memproses laporan tersebut. ''Kami tidak ingin tergesa-gesa. Saat ini kami masih mengumpulkan bukti-bukti yang lebih lengkap dan semua dilakukan secara tertutup,'' kelitnya.

Meskipun belum kunjung ada tindak lanjut dari KPK, Agus Condro tetap optimistis bahwa KPK akan bergerak lebih taktis karena dirinya sudah menyetorkan beberapa bukti. Di antaranya, fotokopi rekening tabungan setelah mencairkan travel cheque di BII Cabang Pekalongan dan fotokopi kuitansi untuk membeli mobil Mercy dari uang hasil ''pembagian'' tersebut.

Agus menuturkan, selama di KPK dirinya ditemui empat orang karyawan. ''Bukan penyidik,'' kata Agus.

Pertemuan sekitar empat jam tersebut berlangsung santai. Menurut Agus, fotokopi kuitansi pembelian mobil diserahkan ke KPK karena mobil tersebut dibeli dari cek perjalanan yang diterima dua minggu setelah Miranda Goeltom terpilih sebagai geputi gubernur senior Bank Indonesia. Kepada penyidik komisi beberapa waktu lalu, dia mengaku menerima 10 lembar cek perjalanan senilai Rp 500 juta. Uang tersebut diduga terkait terpilihnya Miranda Goeltom sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia.

Pada 10 Juni 2004, kata Agus, dirinya mencairkan tiga lembar cek perjalanan tersebut di Bank Internasional Indonesia cabang Thamrin. Hasil pencairan cek perjalanan Rp 150 juta itu dia belikan mobil Mercedez Benz di Slipi. ''Hari itu juga saya belikan mobil,'' kata Agus. Sorenya dia meluncur ke Batang, Jawa Tengah.

Sehari kemudian, 11 Juni 2004, Agus mencairkan tujuh lembar cek perjalanan sisanya di Bank Internasional Indonesia Pekalongan. Selain mencairkan cek, dia membuka rekening sekaligus. Duit yang baru dicairkan itu langsung disimpan di nomor rekening tersebut. ''Buku tabungan itu yang saya serahkan ke KPK,'' katanya.

Agus berharap, itu bisa menjadi pintu masuk untuk penyelidikan dugaan suap dalam proses pemilihan deputi gubernur senior BI tersebut. Menurut Agus, logika bahwa buku tabungan itu bisa dijadikan pintu awal penyidikan didasari terdapatnya tanggal pembukaan rekening, yakni 11 Juni 2004.

Apalagi, lanjut dia, ketika mencairkan cek tersebut dirinya menyerahkan fotokopi identitas. ''Dari sanalah nanti bisa dilacak berapa nomor seri cek tersebut, selanjutnya bisa ketahuan siapa-siapa saja yang mencairkannya kan?''  terangnya.

Hingga kini, Agus mengaku belum tahu kapan akan menyerahkan kronologi penerimaan cek Rp 500 juta itu kepada KPK. Dia mengatakan masih lupa-lupa ingat dan memerlukan waktu sebelum membeberkannya kepada KPK. ''Saya ingat-ingat dulu tanggal terima uang persisnya kapan, tanggal menukar uang kapan, pemilihan Miranda Goeltom kapan. Saya juga sudah berdiskusi dengan teman yang menemani membeli mobil dan menukar cek biar lebih jelas,'' tuturnya.

Di hadapan puluhan wartawan, sekali lagi, dia menegaskan bahwa dirinya tidak takut menghadapi ancaman pemecatan. Pria yang kini menjabat anggota Komisi II DPR itu bahkan berencana menggugat DPP PDIP jika dia dipecat sebagai anggota. Namun, menurut dia, saat ini dirinya tak mau berandai-andai. ''Kalau saya dipecat sebagai anggota PDIP, saya gugat PDIP. Saya sebagai anggota PDIP bisa dicabut, tapi jiwa saya tetap di PDIP,'' kata Agus. (zul/kim)

Sumber: Jawa Pos, 3 September 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan