Chandra Sebut Ada Skenario
Ary Muladi Cabut Keterangan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Chandra M Hamzah mengaku ada yang menyusun skenario dalam kasus yang menimpanya dan Wakil Ketua KPK (nonaktif) lainnya, Bibit Samad Riyanto. ”Saya rasa ada pihak tertentu yang merekayasa kasus saya dan Pak Bibit,” kata dia.
Chandra mengatakan, indikasi rekayasa itu mulai dilakukan saat ada orang yang membuat dan menyebarkan dokumen 15 Juli 2009 yang ditandatangani Ary Muladi dan Anggodo Widjojo, adik Anggoro Widjojo, Direktur PT Massaro Radiocom. Anggoro adalah tersangka korupsi proyek radio komunikasi di Departemen Perhubungan dan buron KPK.
Disebutkan dalam dokumen itu, Chandra dan Bibit menerima uang dari Anggoro melalui Ary. ”Dokumen itu tidak bisa dibuat sehari atau dua hari. Novelis pun perlu perenungan. Belakangan Ary membantah. Ini kalau bukan kreasi, lalu apa?” kata Chandra.
Walau berkali-kali dimintai keterangan penyidik Polri, Chandra mengaku masih bingung dengan pasal yang dituduhkan kepadanya. Awalnya ia dijerat dengan pasal penyuapan, lalu penyalahgunaan wewenang. Fokus polisi berubah-ubah. ”Dalam pemeriksaan terakhir, dari 66 pertanyaan, yang menyangkut penyuapan hanya tiga,” kata dia.
Kasus yang menimpa Bibit dan Chandra adalah pelemahan terhadap KPK. ”Keberhasilan KPK itu karena karyawannya. Tetapi, jika KPK hancur, itu karena pimpinannya,” kata dia.
Chandra mengaku prihatin dengan perkembangan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini. ”KPK dibentuk dengan kesadaran, pemberantasan korupsi adalah kejahatan luar biasa. Penanganannya perlu cara luar biasa. Apakah komitmen politik ini masih berlaku?” tanyanya lagi.
Jika tidak ada lagi komitmen politik itu, Chandra menyatakan, ”Ya sudah, kita selesai sampai dibui. Sebab, produk hukum itu dari kebijakan politik.”
Akui rekayasa
Secara terpisah, adanya rekayasa dalam perkara Chandra dan Bibit itu diungkapkan Ary Muladi. ”Ary sudah mencabut BAP pertama yang menyebutkan dia memberikan suap pada pimpinan KPK,” ungkap Sugeng Teguh Santoso, pengacara Ary Muladi.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tertanggal 18 Agustus 2009, Ary menyebutkan, dia menerima uang dari Anggodo untuk menghentikan penyelidikan KPK terhadap PT Masaro. Ia menerima dalam dua tahap, pertama uang sekitar Rp 3,75 miliar dalam bentuk dollar Amerika Serikat dan sekitar Rp 1 miliar dalam dollar Singapura.
Namun, Ary menyatakan tidak pernah memberikan uang itu kepada pimpinan KPK, tetapi menggunakannya untuk keperluannya dan membantu adiknya yang sakit. Sebagian uang itu juga diberikan kepada Yulianto.
Keterangan Ary itu dikuatkan kembali dalam BAP tertanggal 26 Agustus 2009. Dia kembali menyebutkan tidak pernah menyerahkan uang kepada pimpinan KPK. Dalam BAP itu, Ary juga menyatakan, surat pencabutan pencekalan terhadap Anggoro yang dikeluarkan KPK dan ditandatangani Chandra adalah palsu. Surat itu dibuat Yulianto di daerah Matraman. (aik)
Sumber: Kompas, 21 Oktober 2009