Capres Harus Percepat Pengesahan RUU Pengadilan Tipikor
DPR dinilai terbukti lamban dalam membahas RUU Pengadilan Tipikor.
TIGA calon presiden (capres) yang bertarung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) harus mendorong semua pemimpin partai politik yang menjadi mitra koalisinya untuk memerintahkan kadernya di DPR agar mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kewenangan tiga capres itu dipastikan dapat mempercepat pengesahan RUU tersebut karena Pansus RUU Pengadilan Tipikor merupakan perpanjangan tangan pemimpin partai politik di DPR. Desakan itu disampaikan sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Pengadilan Tipikor di Jakarta kemarin.
"Semua capres dapat berperan untuk mengendalikan partai politik di parlemen. Tetapi kenapa tidak ada kemampuan itu," kata Peneliti Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Wahyudi Djaffar di Jakarta kemarin.
Menurut dia, Capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat mengonsolidasikan semua pemimpin partai politik yang menjadi mitra koalisinya dalam pilpres agar respons terhadap ketidakjelasan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor.
Sementara Capres Jusuf Kalla dapat memerintahkan Partai Golkar sebagai partai mayoritas di parlemen untuk mempercepat pembahasan RUU tersebut dan Megawati dapat mendesak Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memperjuangkan RUU tersebut.
Direktur Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar juga menyatakan agar ketiga capres beserta partai pendukungnya, harus menekankan pentingnya RUU Pengadilan Tipikor. "Mereka harus membuktikan kepada publik bahwa pemberantasan korupsi yang mereka bicarakan, bukan sekadar tataran ide semata. Capres harus mengondisikan partai-partai pendukungnya," katanya kemarin.
Menurut dia, Megawati harus memerintahkan PDIP untuk segera menyempurnakan RUU. Demikian pula SBY dengan 24 partai koalisinya dan JK dengan Golkar. Perintah itu dapat berimplikasi besar. "Mereka ketua partai. Kalau semuanya keras mendorong pemberantasan korupsi, maka perlu mendorong pasukannya di DPR untuk menyelesaikan RUU itu," kata Zainal.
Dia menilai DPR terbukti lamban dalam membahas RUU tersebut. Saat ini Pansus DPR baru membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM) sehingga diyakni pengesahan RUU tersebut akan menghadapi jalan panjang.
Sementara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengingatkan pemerintah dan DPR, tidak memberi kesan buruk kepada masyarakat terkait ketidakjelasan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor yang berakibat melemahnya dukungan moral kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Jimly, secara legal KPK tetap eksis, meski tidak ada Pengadilan Tipikor. Namun, jika hingga Desember 2009 belum disahkan, maka Pengadilan Tipikor akan dibubarkan dan kewenangan penanganan korupsi dialihkan ke pengadilan umum.
"Kalau dibubarkan memberikan kesan ke masyarakat jika kita mundur dalam pemberantasan korupsi," katanya.[by : M. Yamin Panca Setia]
Sumber: Jurnal Nasional, 24 Juni 2009