Calon Hakim Agung; 25 dari 35 Calon Dinilai Bermasalah
Komisi Yudisial diminta tidak memaksakan diri memenuhi kuota calon hakim agung yang harus dikirimkan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Sekitar 71 persen atau sebanyak 25 dari 35 calon hakim agung yang saat ini mengikuti seleksi tahap akhir di Komisi Yudisial diduga bermasalah.
Demikian diungkapkan oleh Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Illian Deta Arta Sari, Minggu (4/10) di Jakarta.
Berdasarkan penelusuran ICW, ke-25 calon tersebut terlibat perselingkuhan dan kekerasan di dalam rumah tangga, memiliki kekayaan dan gaya hidup tidak wajar, terindikasi pernah bermain perkara, menyalahgunakan wewenang, tidak jujur dalam pelaporan kekayaan, memiliki masalah hukum, permisif terhadap pemberian, terindikasi korupsi, penggelapan, berperilaku buruk seperti mabuk, dan lainnya. Beberapa calon bahkan diduga memiliki lebih dari satu masalah.
Saat ini KY menggelar seleksi calon hakim agung tahap akhir yang diikuti 35 calon, terdiri dari 21 calon dari unsur hakim karier dan 14 calon nonkarier. Dari jumlah tersebut, sekitar 80 persen di antaranya pernah mengikuti seleksi yang sama dan gagal, baik di tingkat seleksi administratif, kepribadian, kualitas, maupun uji kelayakan dan kepatutan di DPR. KY harus mengajukan 18 calon untuk dipilih menjadi enam orang oleh DPR.
Tak menguasai materi
Ali Aranoval dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) menjelaskan, mayoritas calon yang sudah mengikuti seleksi belum menguasai materi hukum, baik formal maupun materiil. Banyak pertanyaan komisioner KY yang tidak terjawab atau apabila dijawab tidak sesuai dengan pertanyaan.
”Bahkan, pertanyaan mendasar seperti struktur suatu putusan saja ada calon yang tidak memahami,” kata Ali.
Terkait dengan kedua alasan itu, Illian meminta KY tidak memaksakan diri meloloskan calon-calon bermasalah. MA adalah benteng terakhir peradilan sehingga sudah selayaknya jika calon yang dikirimkan merupakan calon terbaik.
Terkait itu, Komisioner KY Soekotjo Soeparto mengatakan, pihaknya berterima kasih atas masukan itu. Namun, data tersebut harus diklarifikasi terlebih dahulu. KY tidak dapat menuduh orang sembarangan. (ANA)
Sumber: Kompas, 5 Oktober 2009
---------------
25 Calon Hakim Agung Dinilai Bermasalah
Indonesia Corruption Watch menyatakan, dari 35 calon hakim agung, 25 calon hakim agung dinilai bermasalah. Menurut ICW, permasalahan yang paling banyak adalah hubungan tidak resmi, yakni memiliki wanita idaman lain dan kekerasan dalam rumah tangga. "Setelah diklasifikasikan, ada 15 permasalahan," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Illian Detha Artasari di kantor ICW kemarin.
Namun, ICW tidak mau menyebutkan nama-nama calon hakim yang dinilai bermasalah tersebut. Illian hanya mengatakan, "Ada lima calon hakim agung yang memiliki masalah tersebut."
Komisi Yudisial saat ini tengah menyeleksi 35 calon hakim agung. Komisi sejak pekan lalu melakukan seleksi wawancara terhadap 35 calon tersebut. Sebanyak 21 calon berasal dari hakim karier. Sebanyak 14 Sisanya berasal dari hakim nonkarier dan kalangan akademisi. Dari 35 calon itu, Komisi akan meloloskan 18 calon untuk diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Para calon yang lolos ini akan mengikuti seleksi uji kepatutan dan kelayakan di DPR.
Illian menambahkan, selain masalah hubungan yang tidak sah, ada beberapa masalah lain yang dimiliki para calon, antara lain hakim yang bertujuan mencari kerja, diduga menyalahgunakan wewenang, tidak jujur dalam pelaporan kekayaan, dan gelar akademik yang dipermasalahkan.
Wakil Koordinator ICW Emerson Juntho menilai sebaiknya hasil seleksi Komisi tidak terikat pada jumlah, melainkan kualitas sumber daya hakim. "Komisi Yudisial dalam seleksi ini juga berperan menentukan kualitas di lingkup internal Mahkamah Agung," katanya. Hal ini, menurut Emerson, dilatarbelakangi hasil pemantauan Masyarakat Pemantau Peradilan selama proses seleksi. Selama seleksi itu, beberapa calon kurang menguasai substansi hukum, baik formil dan materiil.
Adapun Komisi Yudisial menyatakan telah meneliti rekam jejak calon hakim agung yang dinilai bermasalah. Rekam jejak itu berdasarkan laporan masyarakat yang masuk ke lembanganya. "Informasi masyarakat itu jadi bahan pertimbangan kami memutuskan calon yang lolos seleksi," ujar Soekotjo Soeparto, anggota Komisi Yudisial, saat dihubungi kemarin. "Komisi juga telah meminta klarifikasi." CHETA NILAWATY | SUTARTO
Sumber: Koran Tempo, 5 Oktober 2009