Call Data Record Ary-Ade; Presiden Minta Polisi Transparan
Seharusnya aparat penegak hukum mengejar rekaman pembicaraan itu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepolisian menjelaskan kepada publik perihal keberadaan call data record (CDR) atau rekam data transaksi komunikasi Ary Muladi dengan Ade Rahardja dalam kasus upaya penyuapan terhadap pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Semua itu harus bisa dijelaskan kepada publik secara transparan dan akuntabel,” kata juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, di kantor Presiden kemarin.
Julian mengatakan, Presiden Yudhoyono telah memberi arahan yang jelas bahwa semua harus diselesaikan sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku.
“Tidak boleh ada sesuatu yang tak disampaikan atau diinformasikan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya. Kami tetap percaya bahwa kepolisian akan bersikap profesional. Kita tunggu sama-sama prosesnya,” kata dia.
Kuasa hukum dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, Bambang Widjojanto, mengatakan rekaman pembicaraan antara Ary dan Ade adalah bukti terkuat untuk menghubungkan Bibit-Chandra dengan Ary Muladi.
“Kalau gak ada bukti, kan berarti gak ada case. Kalau gak ada case, ya, gimana. Bahasa halusnya, direkayasalah,” tuturnya di gedung DPR kemarin.
Meski kepolisian mengatakan telah memiliki CDR hubungan komunikasi Ade-Ary, Bambang menilai bukti itu tak cukup kuat. Sebab, kata dia, CDR hanya berisi informasi dari nomor telepon yang dihubungi atau menghubungi nomor telepon lain sehingga pembuktiannya juga tidak pasti.
“Harus dicek baik-baik benar tidak itu nomor telepon Ade atau Ary. Lalu, kalaupun benar, harus dikonfirmasi lagi apa orang itu berada di tempat itu, karena CDR kan menyebutkan posisi saat komunikasi terjadi,” kata Bambang.
Bambang khawatir adanya klaim dari aparat penegak hukum berkaitan dengan CDR tersebut. Dia merasa bisa saja komunikasi itu terjadi tetapi tidak dilakukan oleh si pemilik telepon seluler, terutama karena di dalam CDR tidak ada konten data pembicaraannya.
Seharusnya, kata Bambang, aparat penegak hukum mengejar rekaman pembicaraan itu untuk dibuktikan kebenarannya. Sebab, kata dia, kalau rekaman itu ada, bukti tersebut bisa untuk mengungkap kejahatan lain, termasuk Bibit-Chandra.
“Saya kebetulan hadir saat sidang terakhir itu. Jelas sekali dikatakan bahwa jaksa beri surat pihak kepolisian tidak bisa memberi bukti itu,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Tjatur Sapto Eddy, call data record bukan merupakan bukti kuat untuk menyeret seseorang atau melakukan pembuktian dalam persidangan. “Contohnya adalah saat pembuktian keterlibatan Muchdi Pr. dalam pembunuhan aktivis HAM, Munir,” ujarnya.
Tjatur mengatakan, dalam polemik rekaman Ade-Ary, rekaman data pembicaraan itu sulit untuk bisa membuktikan adanya hubungan di antara kedua orang itu. “Hakim sudah memutuskan dalam perkara sebelumnya (kasus Muchdi) vonis bebas,” kata dia. DWI RIYANTO AGUSTIAR | MUTIA RESTY | SANDY INDRA PRATAMA
Sumber: Koran Tempo, 20 Agustus 2010