Buron Interpol, dari Penipu hingga Koruptor
BUTUH waktu lebih dua tahun bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bisa menangkap Hengky Samuel Daud yang menjadi buron. Rekanan pengadaan mobil pemadam kebakaran itu menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Kasus itu akhirnya menjerat mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi, dan banyak kepala daerah di seluruh Indonesia.
Hengky melarikan diri beberapa saat setelah diperiksa sebagai saksi. Saat itu KPK, sebelum menetapkan Hengky sebagai tersangka, beberapa kali melacak keberadaan Hengky di berbagai tempat di luar negeri. Bahkan petugas KPK mengikuti Hengky hingga ke Amerika Serikat (AS). Pelarian Hengky sia-sia. Dia justru ditangkap di rumah kerabatnya di Indonesia. Tepatnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, yang hanya belasan kilometer dari Gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Bagai Film
Kisah penangkapan Hengky yang pernah jadi buronan Interpol itu bagai cerita dalam perfilman. Setelah ditangkap dan menjalani proses persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Hengky mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Dalam persidangan bos PT Istana Sarana Raya itu membantah pernah melarikan diri. Hengky mengatakan, saat diperiksa kali pertama oleh KPK, dia disuruh salah seorang petugas keluar dari pintu lain. ”Adi Deriyan,” jawab Hengky ketika ditanya hakim siapa petugas yang menyuruh keluar lewat pintu lain.
Pada kesempatan terpisah, Adi pun membantah pernyataan Henky. Adi menyatakan sebelum Hengky buron, rekanan Departemen Dalam Negeri itu sudah berjanji ke KPK untuk kembali lagi menjalani pemeriksaan. Namun setelah ditunggu, Hengky tak kunjung datang. ”Bahkan dia buron sampai dua tahun,” kata Adi.
Saat mengendus keberadaan Hengky di Pondok Indah, tim penyidik langsung meluncur ke lokasi. Namun penyidik tidak dibukakan pintu. Akhirnya penyidik memaksa masuk dan menunjukkan surat-surat administrasi untuk penggeledahan. ”Saat hendak ditangkap, Hengky ngumpet di loteng dan bersembunyi di antara boiler AC. Saat itu juga saya meminta dia langsung diborgol dan dibawa ke KPK,” kata Adi.
Kisah lain terjadi juga dalam pelarian Anggoro Widjaja. Kakak terpidana Anggodo Widjaja itu kabur saat kasusnya masih dalam tahap penyelidikan. Anggoro lari ke luar negeri setelah petugas KPK menggeledah kantornya, PT Masaro Radiokom, pertengahan tahun 2008. Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus yang menjerat mantan Ketua Komisi IV DPR Yusuf Emir Faisal. KPK baru mengenakan status larangan ke luar negeri pada Anggoro, 22 Agustus 2008.
Tidak hanya melarikan diri. Anggoro yang akhirnya menjadi tersangka sejak 19 Juni 2009 dalam kasus pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di tubuh Kementerian Kehutanan itu meminta Anggodo membantu penyelesaian kasusnya. Lantas, Anggodo meminta bantuan Ari Muladi yang mengaku bisa membantu penanganan perkara di KPK.
Ari meminta uang dari Anggodo Rp 5,1 miliar, yang katanya akan dibagikan ke pemimpin KPK dan pejabat struktural lain di lembaga tersebut. Meski akhirnya dalam persidangan tidak terbukti ada aliran dana ke KPK, kasus itu menyeret dua pemimpin KPK, yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, ke tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok. Keduanya dituduh memeras, tetapi akhirnya dihentikan karena dalam persidangan uji materi di Mahkamah Konstutisi (MK) diperdengarkan rekaman percakapan berkait dengan dugaan rekayasa dalam kasus itu. Anggodo dan Ari pun akhirnya diseret ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan tuduhan melakukan percobaan penyuapan. Sementara Anggoro hingga saat ini masih buron.
Nunun dan Nazaruddin
Kisah pelarian juga terjadi pada tersangka Nunun Nurbaeti Daradjatun dan Muhammad Nazaruddin. Keduanya ke luar negeri sebelum ditetapkan sebagai tersangka dan belum dikenai status cegah ke luar negeri. Keduanya pun kompak ke luar negeri untuk alasan berobat, namun hingga kini belum juga kembali ke Tanah Air.
KPK memerintah imigrasi mengeluarkan larangan bagi sang sosialita. Surat larangan itu dikeluarkan KPK Maret 2010, tetapi terlambat. Berdasar catatan Imigrasi, perempuan kelahiran Sukabumi, 28 September 1950, itu telah berada di Singapura sejak 23 Februari 2010. Tersangka kasus suap berkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu pergi menggunakan penerbangan Lufthanza nomor 0779 pukul 19.00 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta. Suami Nunun, Adang Darajatun, hingga ini masih enggan menyebut keberadaan sang istri. Dia mengakui istrinya saat ini masih dalam perawatan dokter. Kondisinya lebih buruk daripada sebelumnya.
Mantan dokter pribadi Nunun, dokter Andreas Hari, mengakui telah menangani Nunun sejak September 2006. Nunun terserang stroke sejak 25 Juli 2009 sekitar pukul 18.00. Sejak saat itu kondisi Nunun tidak membaik sama sekali. Nunun resmi jadi buronan Interpol pada 13 Juni lalu.
Sementara itu, Nazaruddin resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 30 Juni. Suami Neneng Sri Wahyuni itu diduga menerima suap berkait dengan pembangunan wisma atlet di Palembang senilai Rp 191 miliar. Nazaruddin telah pergi ke Singapura sehari setelah dicegah ke luar negeri oleh Imigrasi pada 24 Mei lalu.
Buron Lain
Ternyata selain keempatnya, ada 58 orang yang jadi buruan Interpol. Nama lain yang juga ada dalam daftar buron di www.interpol.int atau www.interpol.go.id adalah Adelin Lis yang terlibat tindak pidana pencucian uang. Adelin pernah dibebaskan dari dakwaan pembalakan liar. Banyak pihak menilai keputusan itu kontroversial.
Ada juga Joko Soegiarto Tjandra. Pria kelahiran Sanggau itu dijerat kasus penipuan. Begitu juga Sudjiono Timan. Pria kelahiran 9 Mei 1959 itu juga terlibat kasus yang sama. Dalam kasus narkotik ada Wing Laksono. Adapun kasus pencucian uang yang masuk daftar buron antara lain Hendry Guntoro Lioe. Ada pula buron kasus kepemilikan senjata ilegal, yakni David Tjoe.
Selain mereka, ada Eddy Gazali, Imam Santoso Andy Irawan, Wijayanto Ang, Hartawan Aluwi, Kartolo Yudi, Sherny Kojongian, Wing Laksono, Sherly Mandagi, Mariana, Sunjaya Saputra Ong, dan Bahari Piong. Juga Lidia Silau, Sunoto Sudiman, Anton Tantular, Theresia Dewi Tantular, Sudjiono Timan, Joko Soegiarto Tjandra, Benny Wenda, Hendra Widjaja, Fardy Cahyadi, Wono Denley, Andi Putri Zahara, dan Dewi Marita. Masih banyak nama lain berada dalam daftar pencarian orang Interpol. Kebanyakan kasus yang menjerat mereka adalah penipuan dan pencucian uang. (Mahendra Bungalan-51)
Sumber: Suara Merdeka, 18 Juli 2011