Bupati Siak Ditahan KPK
Bupati Siak Arwin AS ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (25/3). Arwin menjadi tersangka dugaan korupsi penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman di Riau pada 2001-2003 yang mengakibatkan kerugian hingga Rp 301 miliar.
”Setelah dikembangkan penyidikan, KPK menahan Bupati Siak, AS, dalam kasus penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman (IUPHHK-HT),” kata Johan Budi SP, Juru Bicara KPK.
Arwin ditahan di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Arwin yang kemarin diperiksa selama sekitar tujuh jam di Gedung KPK tidak banyak berbicara saat ditanya wartawan soal kasus yang menjeratnya. ”Kita ikuti saja proses yang berjalan,” ujarnya sebelum masuk mobil tahanan.
Soal jangka waktu hingga sekitar dua tahun antara penetapan tersangka dan penahanan, Johan menjelaskan, hal itu karena KPK tengah melakukan pengusutan tersangka lain. ”Ini satu rangkaian dengan kasus mantan Bupati Pelalawan. Sebenarnya kasus ini sudah lama, tetapi kami memproses lebih dulu tersangka lain,” ujar Johan.
Arwin diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. ”Penerbitan izin itu tak sesuai dengan kewenangan tersangka, selain itu juga ada pemberian terkait penerbitan itu,” lanjut Johan.
Rabu lalu KPK memeriksa mantan pejabat di Riau dalam kasus dugaan korupsi di sektor kehutanan ini, Syuhada Tasman.
Sebelumnya, dalam kasus penerbitan IUPHHK-HT di Riau ini, mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar divonis 11 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kasus tersebut melibatkan sejumlah perusahaan.
Menurut anggota majelis hakim, I Made Hendra Kusumah, di Pengadilan Tipikor pada 17 September 2008, Tengku Azmun terbukti memerintahkan Budi Surlani, Hambali, dan Anwir Yamadi untuk mencari dan membuat perusahaan untuk menerima IUPHHK-HT. Setelah mendapatkan PT Madukoro, CV Harapan Jaya, serta mendirikan CV Alam Lestari, PT Mutiara Lestari, PT Tuah Negeri, dan PT Putri Lindung Bulan, terdakwa menerbitkan IUPHHK-HT untuk perusahaan itu.
Ia juga menerbitkan IUPHHK- HT untuk CV Bhakti Praja Mulia milik Tengku Lukman Jaafar, yang juga kakak kandung Tengku Azmun. Tengku Azmun pun memerintahkan Budi Surlani menawarkan ke PT Persada Karya Sembada, anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper.
Setelah ditawarkan ke PT Persada Karya Sembada, diperoleh pembayaran untuk PT Alam Lestari yang diambil alih mendapat Rp 2,2 miliar, PT Mutiara Lestari mendapat pembayaran Rp 1 miliar, PT Tuah Negeri mendapat pembayaran Rp 1,5 miliar, dan PT Putri Lindung Bulan mendapat Rp 2,5 miliar. Selain itu, juga ada pembayaran atas kerja sama operasi PT Madukoro Rp 3 miliar dan PT Harapan Jaya Rp 600 juta (Kompas, 17 September 2008).
Hukuman Tengku Azmun diperberat menjadi 16 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, oleh Mahkamah Agung, hukuman Azmun dikurangi kembali menjadi 11 tahun. (RAY)
Sumber: Kompas, 26 Maret 2011