Bupati Natuna Terancam Bui 20 Tahun
Terdakwa Korupsi APBD Rp 77 M
Bupati Natuna Daeng Rusnadi dan Hamid Rizal, mantan staf ahli gubernur Kepulauan Riau, duduk di kursi terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor kemarin (9/11). Keduanya terancam penjara 20 tahun karena diduga terlibat korupsi APBD yang menyebabkan Pemkab Natuna merugi Rp 77,25 miliar pada 2003.
''Para terdakwa mempergunakan uang kas daerah dan APBD Kabupaten Natuna untuk kepentingan pribadi. Uang dimaksud juga mengalir ke beberapa orang,'' tutur Suwardji, jaksa yang didapuk menjadi ketua Tim Penuntut Umum KPK, dalam kasus itu.
Keduanya diduga melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi. Kasus itu terjadi saat Daeng menjabat ketua DPRD dan Hamid sebagai bupati Natuna.
Suwardji menuturkan, pada Mei 2003 keduanya sepakat membentuk tim dengan maksud meningkatkan pendapatan daerah dari sektor migas. Untuk keperluan itu, pada Januari 2004 Daeng meminta kepala Bagian Keuangan Pemkab Natuna mencairkan dana dari kas daerah Rp 39 miliar.
Tak hanya di situ, dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) 2004 keduanya memasukkan mata anggaran subsidi kepada PNS instansi vertikal yang disahkan dengan anggaran Rp 74,67 miliar.
Jaksa I Kadek Wiradana menambahkan, dalam kasus itu ada beberapa pencairan lagi. Di antaranya, Rp 25,85 miliar dibagi-bagikan kepada sejumlah pejabat pemkab dan anggota DPRD Natuna.
Dalam aliran dana itu, antara lain, Hamid mendapat Rp 1,5 miliar. Daeng mengantongi Rp 35 miliar. Hamid memanfaatkan dana tersebut untuk membeli mobil. Di antaranya, Subaru Impressa 2004 sebesar Rp 630 juta dan Mercedes-Benz E 240 Automatic 2004 sebesar Rp 849,36 juta.
Menanggapi dakwaan jaksa penuntut umum KPK, kuasa hukum Hamid Rizal, Tumpa Hutabarat, akan mengajukan keberatan. Hal itu dilakukan karena dakwaan penuntut umum dinilai tidak jelas. ''Jaksa tidak menyebut kesalahan apa yang dilakukan klien kami. Saat itu sudah ada pembagian kewenangan. Urusan pengeluaran uang adalah kewenangan wakil bupati,'' tuturnya. (git/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 10 November 2009