Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 19-23 Oktober 2015
Satu Tahun Jokowi: Tantangan Utama Pemberantasan Korupsi
Harapan publik terhadap Jokowi sedari awal begitu membuncah. Cita-cita mewujudkan kesejahteraan Indonesia yang selama ini batal terlaksana karena praktek koruptif kekuasaan menguat dengan tampilnya Jokowi sebagai Presiden. Setidaknya, modal besar Jokowi adalah jati dirinya yang dipandang bersih, memiliki integritas yang baik, dan pro dengan agenda rakyat banyak. Selain itu, ia juga bukan merupakan bagian dari rezim oligarkhi Indonesia. Ia bukan berasal dari elit partai, bukan pula dari militer dan bukan berasal dari pengusaha besar yang dikenal menggantungkan bisnis mereka dengan ikatan politik kekuasaan.
Namun setelah menginjak usia satu tahun, Jokowi tampaknya harus dihadapkan pada persoalan yang cukup pelik, yakni desakan dari kekuatan ekonomi dan politik elit Jakarta untuk mengakomodasi kepentingan mereka, baik dalam kaitannya dengan jabatan publik tertentu maupun akses yang lebih luas untuk mengkapitalisasi bisnis pribadi mereka. Akibatnya fatal, khususnya bagi agenda antikorupsi. Jokowi keliru dalam menempatkan pejabat tertinggi di institusi Kepolisian dan Kejaksaan. Alih-alih membantu Jokowi dalam menegakkan hukum sebagai bagian dari agenda besar Nawacita, sepak terjang elit penegak hukum justru berlumuran persoalan yang kian menenggelamkan citra pemerintahan terpilih. Pada saat yang sama, Jokowi juga harus menerima kekalahan karena sebagian dari orang yang berada dilingkaran kekuasaannya memiliki kepentingan bisnis yang nyata, dan memanfaatkan posisi strategis mereka untuk mengambil keuntungan ekonomi.
Berbagai bentuk keberhasilan untuk mengkonsolidasi kekuasaan politik dan ekonomi elit Jakarta pada era Jokowi tak lepas dari lemahnya posisi politik Jokowi. Pada dasarnya, latar belakang Jokowi membawa keuntungan sekaligus kerugian. Karena ia tidak berangkat dari lingkaran elit Jakarta, posisinya sebagai Presiden tidak terlalu kuat. Sebagai bukti, bawahannya yang semestinya hanya loyal pada perintahnya memiliki tuan sendiri, yakni ketua umum partai politik. Mereka yang notabene adalah menteri, atau pejabat setingkat menteri kerap tidak menggubris perintah Presiden.Hal itu bisa dilihat dari kasus kriminalisasi terhadap Pimpinan KPK, revisi UU KPK serta beberapa agenda antikorupsi lainnya dimana perintah Presiden untuk menghentikan semua upaya yang dapat mengkerdilkan agenda pemberantasan korupsi tak mendapatkan respon.
Sementara, posisi politik Jokowi di depan parlemen juga lemah. Oleh karena itu, Jokowi pada akhirnya harus mengakomodasi tuntutan partai pendukungnya yang menginginkan jabatan atau kursi menteri. Sekitar 45% jabatan kementerian dipegang oleh perwakilan partai politik pendukungnya. Sesuatu yang Jokowi sendiri pada saat terpilih sebagai Presiden berjanji untuk tidak melakukannya.
Tentu kita harus mengapresiasi berbagai langkah serius Jokowi untuk melakukan perubahan. Perbaikan pada sektor birokrasi, terutama untuk menciptakan iklim bisnis yang kondusif dan ramah, usaha untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam, perang melawan pencurian ikan, program pembangunan infrastruktur publik dan berbagai macam agenda populis lainnya layak untuk terus didukung. Hanya saja, Jokowi sangat mungkin tidak akan dapat melakukan perubahan yang fundamental, khususnya pada agenda antikorupsi, sepanjang dirinya tidak berhasil memutus hubungan kepentingan politik dan bisnis elit Jakarta.***
Lagi, Anggota DPR Terjerat Korupsi
Datang lagi kabar mengejutkan dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Dalam kurun waktu 6 hari, KPK memproses 2 (dua) Anggota DPR RI untuk kasus yang berbeda. Setelah penetapan tersangka terhadap Anggota Fraksi Nasdem, Patrice Rio Capela (15/10), kemudian KPK menangkap Anggota Fraksi Hanura, Dewi Yasin Limpo.
Saat ini, KPK melakukan penahanan terhadap anggota DPR RI Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo ditahan setelah menjalani pemeriksaan selama lebih dari 24 jam seusai ditangkap tangan di kawasan Kelapa Gading dan Bandara Soekarno-Hatta.
Dewie disangka sebagai penerima suap untuk proyek pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Suap ini rencananya untuk anggaran 2016.
Sedangkan pada minggu sebelumnya, KPK menetapkan Parice Rio Capela sebagai tersangka. Kasus ini merupakan kelanjutan dari kasus korupsi yang menjerat Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho. Gatot ditetapkan tersangka bersama istrinya, Evi Susanti, keduanya diduga terlibat dalam pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.
Menurut sejumlah pemberitaan, Rio Capella disangka menerima hadiah atau janji dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya. Hadiah itu diberikan karena Rio membantu Gatot dalam pengaturan kasus dana Bantuan Sosial Provinsi Sumatera Utara.
Kasus ini tentu menjadi pukulan telak bagi Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Karena, kasus ini menjerat 2 (dua) petinggi partai sekaligus. Otto Cornelis Kaligis sebagai ketua Mahkamah Partai, dan Patrice Rio Capella, Sekjen Partai.
Kasus korupsi yang melibatkan politisi sebenarnya bukanlah hal yang baru. Indonesia Corruption Watch (ICW) sendiri mencatat selama 10 tahun terakhir, KPK menangani 82 politisi yang berlatar belakang anggota DPR/D yang terlibat korupsi. Dengan perincian, anggota DPR sebanyak 55 orang dan anggota DPRD sebanyak 27 orang. Catatan ini juga menjelaskan bahwa jenis tindak pidana korupsi yang sering terungkap adalah penyuapan (77 orang). Sisanya sebanyak 5 orang terjerat bukan suap.
Terhadap kasus ini, respon partai terhadap kedua kasus ini cukup baik. Mengingat kedua partai akan menidak tegas pada pelaku. Termasuk akan melakukan pemecatan kepada kader partai yang akan melakukan korupsi. Pertanyaan pentingnya, apakah hal itu cukup? Untuk menangani kasus ini sebenarnya ada beberapa titik yang harus segera dibenahi. Harapannya, peluang korupsi sejenis tidak terlalu banyak berulang.
Pertama, hal paling mendasar yang harus dilakukan adalah menutup celah korupsi di sektor legislatif. Menerapkan fungsi monitoring terhadap berbagai pola usulan anggaran yang disampaikan oleh DPR. Misalnya, menerapkan sistem yang diterapkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Gubernur DKI Jakarta seperti e-budgeting. Karena faktanya selama ini, usulan – usulan anggaran pada proses legislasi sulit untuk dikontrol.
Kedua, perbaikan sistem pengelolaan bansos dan hibah. Selain aspek penindakan, penting juga diperbaiki dari sisi pencegahannya. Usulan untuk menghapus alokasi dana bansos dalam anggaran daerah dan nasional layak untuk dipertimbangkan. Karena dilihat dari prosedur penggunaannya, aturan pemberian dana bansos terbilang longgar. Apalagi kecenderungan kenaikan anggaran dana bansos selalu tergambar menjelang pemilu. Sehingga sangat rawan untuk dikorupsi.
Dan ketiga, kasus korupsi dana bantuan sosial ini juga berdimensi korupsi peradilan. Maka penting juga untuk memaksimalkan fungsi pengawasan hakim. Terutama segala hal yang berkaitan dengan integritas hakim.***
RINGKASAN MINGGUAN
-
Setahun usia kabinet kerja Jokowi-JK, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi masih rendah. www.antikorupsi.org/ZSJ
-
Pendidikan antikorupsi di sekolah dan universitas harus segera dilaksanakan dan pemerintah perlu segera membuat Peraturan Pemerintah (PP) agar penindakan dan pencegahan seimbang. www.antikorupsi.org/ZS3
-
Indonesia Corruption Watch memberikan rapor merah dengan nilai 5, pada satu tahun pemerintahan Jokowi-JK. www.antikorupsi.org/ZSU
-
Jokowi-JK berencana melakukan resuffle kabinet kerja jilid II. Diharapkan pergantian posisi menteri bukan lagi berdasarkan bagi-bagi kursi menteri kepada partai politik pendukungnya. Melainkan kapasitas dan kompetensi yang dimiliki calon tersebut. www.antikorupsi.org/ZSw
-
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melakukan sosialisasi terhadap tiga regulasi baru yang mengatur kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam pembangunan infrastruktur. www.antikorupsi.org/ZSi
STATUS UPDATES
19 Oktober
-
Komisioner Komisi Yudisial, Taufiqurrohman Syahuri diperiksa sebagai saksi terkait kasus pencemaran nama baik dirinya oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi.
-
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Selatan menggelar sidang perdana terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Makassar tahun 2006-2012.
-
Fuad Amin Imron, mantan Bupati Bangkalan, divonis hukuman 8 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar atas kasus suap PT Media Karya Sentosa dan tindak pidana pencucian uang.
20 Oktober
-
Perantara suap bekas Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella, Fransisca Insani Rahesti, diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
-
Mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso Atmomartoyo, divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan terkait kasus suap proyek pengadaan Tetraethyl Lead (TEL) di Pertamina tahun 2004-2005.
-
Mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella, mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangkanya oleh KPK.
21 Oktober
-
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Hanura, Dewi Yasin Limpo, melalui operasi tangkap tangan di Bandara Soekarno-Hatta.
-
KPK memeriksa Yulius Irwansyah, salah satu pengacara yang pernah bekerja untuk tersangka kasus suap hakim PTUN Medan OC Kaligis, sebagai saksi dalam kasus gratifikasi yang melibatkan mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella.
22 Oktober
-
KPK menetapkan anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Dewie Yasin Limpo, sebagai tersangka penerima suap untuk proyek pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua.
-
Kejaksaan Negeri Surakarta menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Kota Surakarta pada 2013. Kejaksaan menilai kerugian negara dalam kasus ini terlalu kecil.
-
Kejaksaan Negeri Subang memeriksa lima pejabat teras Pemerintah Kabupaten Subang karena diduga terkait dalam kasus korupsi dana bantuan sosial 2014 di Dinas Kelautan dan Perikanan senilai Rp 2,9 miliar.
-
Perkara praperadilan yang diajukan salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik di tiga badan usaha milik negara, Dasep Ahmadi, yang merupakan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, terancam gugur.
23 Oktober
-
Gubernur Sumatera Utara (nonaktif), Gatot Pujo Nugroho, menilai surat panggilan dari Kejaksaan Agung terhadap dua anggota stafnya dipolitisasi. Hal ini karena dalam surat panggilan Kejaksaan Agung, Gatot Pujo Nugroho disebut sebagai tersangka kasus korupsi.
-
Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Abdul Muhaimin lskandar, menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan pemerasan di Direktorat Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
-
Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menangkap Berman Banjar Nahor, buronan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Dermaga Alor dan Kalabahi, di Depok, Jawa Barat.