Buletin Anti-Korupsi: Update 28-10-2016
POKOK BERITA:
“Suap Damayanti”
http://koran.tempo.co/konten/
Tempo, Jumat, 28 Oktober 2016
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi meminta hakim menghukum bekas anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Budi Supriyanto dengan 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Jaksa menilai politikus Golkar itu terbukti menerima suap Sin$ 305 ribu dalam proyek infrastruktur di wilayah Maluku dan Maluku Utara.
“Saran LKPP Tak Diikuti”
http://print.kompas.com/baca/
Kompas, Jumat, 28 Oktober 2016
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan, Kementerian Dalam Negeri tidak melaksanakan saran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam pelaksanaan program pembuatan kartu tanda penduduk elektronik. Hingga kini, KPK masih fokus mendalami dugaan keterlibatan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tersebut. Agus sebelum menjadi Ketua KPK adalah Kepala LKPP periode 2010-2015.
“Ketua BPK Semestinya Mengundurkan Diri”
http://mediaindonesia.com/
Media Indonesia, Jumat, 28 Oktober 2016
Putusan Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Ketua BPK Harry Azhar Azis terkait dengan dugaan rangkap jabatan sebagai Direktur Utama Sheng Yue International Limited menyusul terbongkarnya dokumen Panama dinilai mengecewakan. Hal ini karena sanksi yang dijatuhkan sangat minimalis dan terkesan melindungi jabatan Harry Azhar sebagai anggota sekaligus Ketua BPK
“Jokowi Serahkan Barang Gratifikasi ke KPK”
http://mediaindonesia.com/
Presiden Joko Widodo kembali melaporkan sekaligus mengembalikan barang hadiah yang diduga gratifikasi kepada KPK. Barang yang diserahkan berupa lukisan, seperangkat cangkir, dan plakat berbentuk miniatur alat pengolahan minyak.
“Setelah Ditetapkan Jadi Tersangka, Dahlan Iskan Langsung Ditahan”
https://nasional.tempo.co/
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan sebagai tersangka dan langsung menahannya. Ia dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1. Kasus yang melilit mantan Direktur Utama PT PLN ini terkait dengan penjualan 33 aset PT Panca Wira Usaha (PWU).