Bukti Kuat, Kemas Yahya Terlibat; Anggap Berbohong, Hakim Marahi Urip

Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman benar-benar tersudut. Dalam sidang kemarin (11/6), dua isi pembicaraan yang direkam KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menguatkan keterlibatan Kemas dalam kasus suap jaksa BLBI Urip Tri Gunawan dengan terdakwa Artalyta Suryani alias Ayin.

Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman benar-benar tersudut. Dalam sidang kemarin (11/6), dua isi pembicaraan yang direkam KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menguatkan keterlibatan Kemas dalam kasus suap jaksa BLBI Urip Tri Gunawan dengan terdakwa Artalyta Suryani alias Ayin.

Dari isi pembicaraan telepon, Urip mengajari Ayin tentang tip Sjamsul Nursalim menghindari pemeriksaan dengan cara berpura-pura sakit di Singapura. Tapi, Ayin justru memberikan keterangan mengejutkan. ''Yang menganjurkan dibuat surat sakit bukan Urip, tetapi Kemas,'' ujar Ayin dalam persidangan. Sjamsul adalah pemilik Gadjah Tunggal yang menjadi terperiksa dalam kasus BLBI Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Dalam pembicaraan Urip dengan Ayin, Kemas disebut sebagai Mr K oleh istri bos Gadjah Tunggal Surya Dharma tersebut.

Selain bukti pengakuan, jaksa KPK memutar rekaman percakapan telepon Ayin dengan Kemas pada 1 Maret 2008 pukul 13.00. Itu dilakukan seusai kejaksaan merilis penghentian penyelidikan kasus Sjamsul. Kemas melalui ponselnya berinisiatif menghubungi Ayin. ''Jadi, tugas saya sudah selesai,'' ujar Kemas dengan nada gembira, lantas tertawa. Siap tinggal ini, ujar Ayin, lantas dipotong Kemas.

Pria berkaca mata tersebut lantas menegaskan kasus Sjamsul sudah jelas, gamblang, dan tidak ada permasalahan lagi. ''Bagus itu,'' ujar Ayin. Tapi, saya dicaci maki, lanjut Kemas.

Dengan nada akrab Ayin lantas meminta informasi soal Joker. Kata sandi tersebut hanya diketahui Ayin dan Kemas.

Meski ditolak oleh lawan bicaranya Ayin tetap mendesak. ''Nggak itu kan saya ditugasin, Bang, desak Ayin.

Kemas yang dipanggil Bang itu lantas berkata bahwa untuk Joker ada alasan lain. Sudah ada dalam ini, dalam perencanaan, ujarnya, lantas menutup pembicaraan.

Anggota majelis hakim, Andi Bachtiar, penasaran dengan kata Joker. Ditanya Andi Bachtiar apakah Joker berarti Urip, Ayin mengelak. ''Demi Tuhan, itu bukan Urip,'' ujarnya. Dia juga menolak yang dimaksud perencanaan adalah kegiatan transaksi pada 2 Maret 2008.

Urip yang ditanya hakim juga mengelak. Jadi, uang itu adalah tanggung jawab saya sendiri. (Uang) kaitannya dengan Ibu Artalytha. Itu tidak ada kaitannya dengan Bapak Kemas ataupun dengan Bapak M. Salim atau tim BLBI lainnya,'' ujarnya, lantas dipotong majelis hakim.

Dari informasi Jawa Pos, istilah Joker adalah sebutan untuk Djoko Tjandra, bos PT Era Giat Prima (EGP). Djoko adalah terdakwa kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Rp 546 miliar. Dia disebut-sebut karena kasusnya ditangani di Gedung Bundar. Selain Djoko, terdakwa kasus itu adalah mantan Gubernur BI Syahril Sabirin dan mantan Wakil Kepala BPPN Pande Lubis. Djoko dibebaskan oleh PN Jakarta Pusat. Putusan tersebut lantas diajukan PK oleh kejaksaan.

Dengan fakta tersebut, Ayin diduga tidak hanya jadi broker Sjamsul Nursalim di Kejagung, tapi juga Djoko dalam kasus Bank Bali.

Ayin memang punya kedekatan dengan pejabat Kejagung. Buktinya, saat hendak ditangkap KPK, Ayin minta koleganya tersebut melobi Ketua KPK Antasari Azhar yang mantan jaksa. Salah satu pejabat yang ditelepon Ayin adalah Untung Udji Santoso, JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun). Untung lantas menyusun skenario pengamanan dengan menghubungi JAM Intelijen Wisnu Subroto agar menurunkan tim jaksa untuk ikut menangkap Ayin. ''Saya kira you di rumah saja. Nanti you

ditangkep Kejaksaan, ujar Untung kepada Ayin yang dalam rekaman telepon yang disadap KPK.

Untung lantas mengungkapkan kepada Ayin bahwa itu hanya skenario. Akan saya bilang, saya tidak ada keterkaitan dengan BLBI, ujar Ayin, gugup.

Mendengar jawaban itu, Untung melarang rencana Ayin. Biar saya yang mancing. Bilang saja ada hubungan dagang sama dia,'' ujarnya.

Saat diperiksa di KPK, Urip mendadak keluar dengan alasan mengambil balsem. Kepada wartawan, Urip saat itu mengakui uang yang disimpan di kardus air minum merek Ades itu sebagai hasil jual beli permata. Setali tiga uang, Ayin mengaku uang tersebut merupakan pinjaman kepada Urip untuk usaha.

Namun, skenario penangkapan Ayin oleh tim jaksa gagal. Tim KPK telanjur mengepung rumah Ayin di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.

Selanjutnya, Ayin dan Untung merancang skenario asal muasal duit USD 660 ribu. Ayin sebelumnya membuat skenario uang tersebut diberikan oleh ajudannya, Agus Heryanto. Mengetahui nilai uang yang diberikan Ayin miliaran rupiah, Untung pun mencegahnya. Ajudan kok duite sak mono gedene. Soko ngendi? ujar Untung.

Nama Ketua KPK Antasari Azhar dan Direktur Penuntutan KPK Fery Wibisono ikut disebut-sebut. Ayin meminta Untung menghubungi dan minta bantuan Antasari yang notabene mantan jaksa. Sekarang cepat you keluar. Nyari Antasari, ujar Untung, yang ditanggapi Ayin dengan pertanyaan di mana rumah Antasari.

Namun, Untung lantas melarang perempuan paro baya itu ke rumah Antasari. Tapi jangan, jangan ke rumahnya. Ketemu di hotel atau di mana gitu, tambahnya.

Ayin yang gugup terus mendesak agar pria yang sepertinya sudah lama dikenal itu untuk mencari solusi. Jadi gimana? Ini kan mesti ngamanin bos kita semua, ujarnya. Dia juga mengatakan jangan sampai kena semua. Tak jelas siapa semua yang dimaksudnya.

Dikonfirmasi soal suara perempuan dalam rekaman tersebut, Ayin mengakui itu suaranya meski sesekali mengaku lupa isi pembicaraan. Mungkin ditambahi KPK, akunya lantas diperingatkan Ketua Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago.

Hakim karir itu mengingatkan terdakwa agar berhati-hati dalam ucapannya. KPK bisa menuntut Anda atas pernyataan tersebut, ujarnya tegas.

Berbeda dengan Ayin, Urip yang bersaksi kemarin sama sekali tak kooperatif. Berkali-kali dia mengeluarkan jurus tak tahu yang memancing emosi hakim.

Berkali-kali rekaman suaranya diperdengarkan, Urip tetap enggan mengakuinya. ''Sangat gampang 'tak tahu' keluar di mulut Saudara. Sangat gampang, tanpa reaksi apa-apa. Sangat tidak masuk akal, ujar Mansyurdin, yang terus memperingatkan Urip agar tidak berbohong.

Namun, peringatan itu sia-sia. Meski terlihat beberapa kali menggoyang-goyangkan kaki dan membasahi bibir dengan lidah, Urip bergeming. Anda berapa tahun jadi jaksa? 17 tahun? Saya jauh di atas Anda, 30 tahun. Saya sudah berpengalaman menghadapi orang seperti Anda, ujar Mansyurdin dengan raut muka tegang.

Hendarman Sudah Tahu

Di tempat terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji telah lama tahu hubungan telepon Kemas dan Ayin. Kemas, kata Hendarman, pernah mengakuinya sebagai sebuah kesalahan. ''Waktu itu, saya tanya, kamu (Kemas) memang pernah menelepon dia (Ayin)? Dia (Kemas) menjawab iya Pak. Itu kesalahan saya, kata Hendarman di gedung Kejagung kemarin (11/6).

Kepada Kemas, Hendarman lantas menanyakan kapan persisnya percakapan via telepon itu dilakukan. ''Saya tanya kapan, dia jawab setelah pengumuman itu (SP3 kasus BLBI, Red), jelasnya.

Menurut Hendarman, Kemas berinisiatif menghubungi Ayin karena telah lama kenal. ''Karena teman, kalau dia belum dengar pengumuman, makanya saya sampaikan kalau sudah diumumkan, kata Hendarman menirukan jawaban Kemas.

Jawaban Kemas itu, tampaknya, dapat diterima atasannya. Hendarman berpendapat, tidak ada salahnya seseorang memberitahukan kepada orang lain tentang sesuatu yang sudah diketahui oleh umum. Kalau sudah diumumkan, semua orang sudah tahu, itu sudah menjadi milik publik, ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kemas tidak mau berkomentar banyak. Namun, dia mengakui bahwa Ayin pernah datang menemuinya di Gedung Bundar, kantor JAM Pidsus. Dia pernah datang ke kantor. Tanya soal penyelidikan BLBI, kata Kemas ketika dihubungi tadi malam.

Karena alasan itulah, kata Kemas, dia menghubungi Ayin untuk memberitahukan hasil penyelidikan. Namun, itu dilakukan setelah ada hasil dan diumumkan kepada publik. (ein/fal/agm)

Telepon ''Intim'' Ayin dan Petinggi Kejagung

Kemas ke Ayin: Tugas Saya Selesai

Inilah pembicaraan Ayin-Kemas pada 1 Maret 2008 pukul 13.00:

Ayin: Halo...

Kemas: Halo...

A: Ya, siap.

K: Sudah dengar pernyataan saya he he he...

A: Good, very good.

K: Jadi, tugas saya sudah selesai.

A: Siap. Tinggal ini.

K: Ya, udah jelas, gamblang. Tidak ada permasalahan lagi.

A: Bagus itu.

K: Tapi, saya dicaci maki.

A: Ya...

K: Baca Rakyat Merdeka, nggak?

A: Ah, Rakyat Merdeka mah nggak dibaca, nggak usah dibaca.

K: Katanya, saya mau dicopot. Ya, jadi begitu ya?

A: Sama ini, Bang. Saya mau informasiin, masalah si joker.

K: Ya, itu nanti-nanti.

A: Nggak, itu kan saya ditugasin, Bang.

K: Nanti-nanti. Ada cara lain nanti. Tenang aja. Gampang.

A: Hari Selasa ya nanti saya ke...

K: Gak usah, nanti-nanti. Gampang. Saya juga ada pesan dari sana, sudah...

A: Iya sudah. Kan begini, Bang...

K: Jadi begini, kan sudah diumumkan, ada alasan lain nanti. Sudah ada dalam ini, dalam perencanaan.

(Rekaman selesai...)

Hakim: Apakah Urip Diperalat?

Dari rekaman itu, hakim mengorek keterangan Ayin:

Andi Bachtiar: Saksi itu (Urip) adalah yang dimaksud dengan joker itu?

Ayin: Bukan, Yang Mulia.

AB: Jadi, siapa yang terdakwa maksud dengan si joker?

A: Joker?

AB: Dan apa maksudnya dengan...

A: Yang pasti bukan Urip.

AB: Jadi, siapa itu joker?

A: Aduh...

AB: Apa maksudnya itu saudara saksi?

A: Jadi, pada prinsipnya, Yang Mulia, demi Tuhan itu bukan Urip.

AB: Apakah yang dimaksud itu dengan dalam perencanaan itu adalah kegiatan tanggal 2 (Maret)? Penerimaan uang? Apa yang dimaksud Kemas kepada terdakwa mengenai perencanaan? Apakah ada hubungannya dengan kejadian besoknya, yaitu penerimaan uang?

A: Tidak ada kaitannya dengan yang dibicarakan kejadian itu.

AB kepada Urip: Terakhir, saksi menerima uang dari terdakwa? Apakah saksi menerima uang dari terdakwa? Apakah saksi tidak pernah diperalat? Apakah Kemas dan lain-lain di Kejaksaan Agung?

UTG: Jadi, uang itu adalah tanggung jawab saya sendiri. Kaitannya dengan Ibu Artalytha. Itu tidak ada kaitannya dengan Bapak Kemas ataupun dengan Bapak M. Salim atau tim BLBI lainnya. Itu adalah...

AB: Saya sudah paham maksud saksi.

Jamdatun ke Ayin: Bilang Saja...

Inilah pembicaraan Ayin-Jaksa Agung Muda Tindak Perdata dan TUN (Jamdatun) Untung Udji Santoso sesaat setelah Urip ditangkap KPK:

A: Mas, aku Ayin, Mas.

U: Iya, gimana Yin?

A: Ini tapi sudah pakai nomor telepon lain ini. Aman.

U: Jadi, gimana?

A: Itu si Urip ketangkep KPK di rumah.

U: Kenapa ditangkap?

A: Soal eksekusi itu kan? Biasa, tanda terima kasih itu.

U: Terima kasih apa?

A: Nggak da, nggak ada perkara apa-apa. Tapi, dia udah terima duit dari kita. Urip! Urip kita. Sekarang telepon dulu Antasari gimana caranya...

U: Iya, kalau gitu, saya telepon dulu Antasari. Cariin itu suruh Djoko, kita cari dulu si Urip juga, udah.

U: Dari mana duit itu?

A: Dari aku.

U: Siapin nggak ada kaitannya kok gratifikasi. Belum satu bulan kok. Begitu caranya.

A: Bagaimana jawabnya?

U: Yah, bilang aja bukan duit apa-apa.

Ayin ke Jamdatun: Cari Rumah Antasari

Inilah pembicaraan kedua Ayin dengan Untung:

U: Halo. Salim dah telepon?

A: Salim juga bilang nggak tahu dari mana. Soalnya, orangnya sudah di depan, mantau. Aku bilang itu dari anakku, nggak ada keterkaitan kan?

U: Iya, bilang aja. Tapi, klop gak sama si Urip?

A: Makanya, si U-nya ngomong gitu nggak?

U: (Terdiam) Yah bilang ajalah itu.

A: Yah, bilang aja terima dari Agus, orang yang pertama ketemu. Agus yah, ajudanku.

U: Jangan, jangan! Bilang aja, dia ngomong sama saya anaknya sakit, atau... Pira sih jane (berapa sebenarnya)?

A: Siapa? Si Urip (lantas menyebutkan nomor HP Urip)

U: Memang dikasih berapa duitnya itu?

A: Enem, (USD) 660 ribu.

U: Berarti sekitar (Rp) 4 miliar?

A: (Rp) 6 M.

U: La illaha illallah...

A: Jadi, bagaimana ini? Untuk menyelamatkan ini semua orang-orang kita.

U: Gak iso ngelak kalau (Rp) 6 M. Gila, tak kira enem atus yuto (enam ratus juta) itu. Itu untuk siapa ?

A: Udahlah kan nggak bisa ngomong gitu. Sekarang jalan keluarnya bagaimana?

U: Susah itu.

U: Sik sik (sebentar), kalau kayak gitu susah itu.

A: Aku kena lho Mas, kayak gini.

U: Iya.

A: Aku bilang ajudanku, kok.

U: Ajudan kok duite sak mono gedene. Soko ngendi? Ngarang ae, yo. (Ajudan kok uangnya sebegitu besar. Dari mana? Mengarang saja). Wis, coba hubungi Antasari (Antasari Azhar, ketua KPK).

A: Ya, coba Sampeyan telepon dulu.

U: Udah mati teleponnya.

A: Mati? Dicari. Suruh nyari dong, Fery suruh nyari.

U: Fery juga nggak ngangkat.

A: Jadi, gimana? Ini kan mesti ngamanin bos kita semua.

A: Aku jawabnya apa ya? Sekarang anakku kan masuk lewat pintu belakang. Kan dia pegang juga. Dia mau ngaku (berbicara dengan orang lain).

U: Sekarang cepat you keluar. Nyari Antasari.

A: Ya, di mana rumahnya, di mana?

U: Di BSD. Waduh, tapi saya tidak tahu juga rumahnya. Tapi jangan, jangan ke rumahnya. Ketemu di hotel atau di mana gitu deh.

A: Ya, aku kan udah mau dibawa (ke kantor KPK). Sampeyanlah yang kejar, yang nyari dia, Mas. Kan nggak kentara kalau Sampeyan.

U: Ya, iya. Tapi, di sini aku gak ngerti rumahnya. Teleponnya nggak diangkat, aku sudah minta Wisnu (Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Wisnu Subroto).

A: Sekarang Sampeyan susulin sama Wisnu. Gerilya...

U: Aku dah telepon Wisnu, demi Allah ini.

A: Kata Wisnu apa?

U: Aku sudah dibuka teleponnya (Antasari), aku juga nggak buka. Kamu punya nomor lainnya nggak?

A: Sekarang aku kan mau dibawa. Supaya keterangannya sama gimana? Nanti kan kena gimana? Kan jangan sampai kena semua.

U: Kenapa sih Minggu-Minggu gini? Gawean...

A: Makane, makanya aku dari luar Jakarta, dia maksa hari ini.

U: Uh, kacau kabeh (semua).

Sumber: Kompas, 12 Juni 2008
---------------------
Bukti Kuat, Kemas Yahya Terlibat
Anggap Berbohong, Hakim Marahi Urip

Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman benar-benar tersudut. Dalam sidang kemarin (11/6), dua isi pembicaraan yang direkam KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menguatkan keterlibatan Kemas dalam kasus suap jaksa BLBI Urip Tri Gunawan dengan terdakwa Artalyta Suryani alias Ayin.

Dari isi pembicaraan telepon, Urip mengajari Ayin tentang tip Sjamsul Nursalim menghindari pemeriksaan dengan cara berpura-pura sakit di Singapura. Tapi, Ayin justru memberikan keterangan mengejutkan. ''Yang menganjurkan dibuat surat sakit bukan Urip, tetapi Kemas,'' ujar Ayin dalam persidangan. Sjamsul adalah pemilik Gadjah Tunggal yang menjadi terperiksa dalam kasus BLBI Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Dalam pembicaraan Urip dengan Ayin, Kemas disebut sebagai Mr K oleh istri bos Gadjah Tunggal Surya Dharma tersebut.

Selain bukti pengakuan, jaksa KPK memutar rekaman percakapan telepon Ayin dengan Kemas pada 1 Maret 2008 pukul 13.00. Itu dilakukan seusai kejaksaan merilis penghentian penyelidikan kasus Sjamsul. Kemas melalui ponselnya berinisiatif menghubungi Ayin. ''Jadi, tugas saya sudah selesai,'' ujar Kemas dengan nada gembira, lantas tertawa. Siap tinggal ini, ujar Ayin, lantas dipotong Kemas.

Pria berkaca mata tersebut lantas menegaskan kasus Sjamsul sudah jelas, gamblang, dan tidak ada permasalahan lagi. ''Bagus itu,'' ujar Ayin. Tapi, saya dicaci maki, lanjut Kemas.

Dengan nada akrab Ayin lantas meminta informasi soal Joker. Kata sandi tersebut hanya diketahui Ayin dan Kemas.

Meski ditolak oleh lawan bicaranya Ayin tetap mendesak. ''Nggak itu kan saya ditugasin, Bang, desak Ayin.

Kemas yang dipanggil Bang itu lantas berkata bahwa untuk Joker ada alasan lain. Sudah ada dalam ini, dalam perencanaan, ujarnya, lantas menutup pembicaraan.

Anggota majelis hakim, Andi Bachtiar, penasaran dengan kata Joker. Ditanya Andi Bachtiar apakah Joker berarti Urip, Ayin mengelak. ''Demi Tuhan, itu bukan Urip,'' ujarnya. Dia juga menolak yang dimaksud perencanaan adalah kegiatan transaksi pada 2 Maret 2008.

Urip yang ditanya hakim juga mengelak. Jadi, uang itu adalah tanggung jawab saya sendiri. (Uang) kaitannya dengan Ibu Artalytha. Itu tidak ada kaitannya dengan Bapak Kemas ataupun dengan Bapak M. Salim atau tim BLBI lainnya,'' ujarnya, lantas dipotong majelis hakim.

Dari informasi Jawa Pos, istilah Joker adalah sebutan untuk Djoko Tjandra, bos PT Era Giat Prima (EGP). Djoko adalah terdakwa kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Rp 546 miliar. Dia disebut-sebut karena kasusnya ditangani di Gedung Bundar. Selain Djoko, terdakwa kasus itu adalah mantan Gubernur BI Syahril Sabirin dan mantan Wakil Kepala BPPN Pande Lubis. Djoko dibebaskan oleh PN Jakarta Pusat. Putusan tersebut lantas diajukan PK oleh kejaksaan.

Dengan fakta tersebut, Ayin diduga tidak hanya jadi broker Sjamsul Nursalim di Kejagung, tapi juga Djoko dalam kasus Bank Bali.

Ayin memang punya kedekatan dengan pejabat Kejagung. Buktinya, saat hendak ditangkap KPK, Ayin minta koleganya tersebut melobi Ketua KPK Antasari Azhar yang mantan jaksa. Salah satu pejabat yang ditelepon Ayin adalah Untung Udji Santoso, JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun). Untung lantas menyusun skenario pengamanan dengan menghubungi JAM Intelijen Wisnu Subroto agar menurunkan tim jaksa untuk ikut menangkap Ayin. ''Saya kira you di rumah saja. Nanti you

ditangkep Kejaksaan, ujar Untung kepada Ayin yang dalam rekaman telepon yang disadap KPK.

Untung lantas mengungkapkan kepada Ayin bahwa itu hanya skenario. Akan saya bilang, saya tidak ada keterkaitan dengan BLBI, ujar Ayin, gugup.

Mendengar jawaban itu, Untung melarang rencana Ayin. Biar saya yang mancing. Bilang saja ada hubungan dagang sama dia,'' ujarnya.

Saat diperiksa di KPK, Urip mendadak keluar dengan alasan mengambil balsem. Kepada wartawan, Urip saat itu mengakui uang yang disimpan di kardus air minum merek Ades itu sebagai hasil jual beli permata. Setali tiga uang, Ayin mengaku uang tersebut merupakan pinjaman kepada Urip untuk usaha.

Namun, skenario penangkapan Ayin oleh tim jaksa gagal. Tim KPK telanjur mengepung rumah Ayin di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.

Selanjutnya, Ayin dan Untung merancang skenario asal muasal duit USD 660 ribu. Ayin sebelumnya membuat skenario uang tersebut diberikan oleh ajudannya, Agus Heryanto. Mengetahui nilai uang yang diberikan Ayin miliaran rupiah, Untung pun mencegahnya. Ajudan kok duite sak mono gedene. Soko ngendi? ujar Untung.

Nama Ketua KPK Antasari Azhar dan Direktur Penuntutan KPK Fery Wibisono ikut disebut-sebut. Ayin meminta Untung menghubungi dan minta bantuan Antasari yang notabene mantan jaksa. Sekarang cepat you keluar. Nyari Antasari, ujar Untung, yang ditanggapi Ayin dengan pertanyaan di mana rumah Antasari.

Namun, Untung lantas melarang perempuan paro baya itu ke rumah Antasari. Tapi jangan, jangan ke rumahnya. Ketemu di hotel atau di mana gitu, tambahnya.

Ayin yang gugup terus mendesak agar pria yang sepertinya sudah lama dikenal itu untuk mencari solusi. Jadi gimana? Ini kan mesti ngamanin bos kita semua, ujarnya. Dia juga mengatakan jangan sampai kena semua. Tak jelas siapa semua yang dimaksudnya.

Dikonfirmasi soal suara perempuan dalam rekaman tersebut, Ayin mengakui itu suaranya meski sesekali mengaku lupa isi pembicaraan. Mungkin ditambahi KPK, akunya lantas diperingatkan Ketua Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago.

Hakim karir itu mengingatkan terdakwa agar berhati-hati dalam ucapannya. KPK bisa menuntut Anda atas pernyataan tersebut, ujarnya tegas.

Berbeda dengan Ayin, Urip yang bersaksi kemarin sama sekali tak kooperatif. Berkali-kali dia mengeluarkan jurus tak tahu yang memancing emosi hakim.

Berkali-kali rekaman suaranya diperdengarkan, Urip tetap enggan mengakuinya. ''Sangat gampang 'tak tahu' keluar di mulut Saudara. Sangat gampang, tanpa reaksi apa-apa. Sangat tidak masuk akal, ujar Mansyurdin, yang terus memperingatkan Urip agar tidak berbohong.

Namun, peringatan itu sia-sia. Meski terlihat beberapa kali menggoyang-goyangkan kaki dan membasahi bibir dengan lidah, Urip bergeming. Anda berapa tahun jadi jaksa? 17 tahun? Saya jauh di atas Anda, 30 tahun. Saya sudah berpengalaman menghadapi orang seperti Anda, ujar Mansyurdin dengan raut muka tegang.

Hendarman Sudah Tahu
Di tempat terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji telah lama tahu hubungan telepon Kemas dan Ayin. Kemas, kata Hendarman, pernah mengakuinya sebagai sebuah kesalahan. ''Waktu itu, saya tanya, kamu (Kemas) memang pernah menelepon dia (Ayin)? Dia (Kemas) menjawab iya Pak. Itu kesalahan saya, kata Hendarman di gedung Kejagung kemarin (11/6).

Kepada Kemas, Hendarman lantas menanyakan kapan persisnya percakapan via telepon itu dilakukan. ''Saya tanya kapan, dia jawab setelah pengumuman itu (SP3 kasus BLBI, Red), jelasnya.

Menurut Hendarman, Kemas berinisiatif menghubungi Ayin karena telah lama kenal. ''Karena teman, kalau dia belum dengar pengumuman, makanya saya sampaikan kalau sudah diumumkan, kata Hendarman menirukan jawaban Kemas.

Jawaban Kemas itu, tampaknya, dapat diterima atasannya. Hendarman berpendapat, tidak ada salahnya seseorang memberitahukan kepada orang lain tentang sesuatu yang sudah diketahui oleh umum. Kalau sudah diumumkan, semua orang sudah tahu, itu sudah menjadi milik publik, ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kemas tidak mau berkomentar banyak. Namun, dia mengakui bahwa Ayin pernah datang menemuinya di Gedung Bundar, kantor JAM Pidsus. Dia pernah datang ke kantor. Tanya soal penyelidikan BLBI, kata Kemas ketika dihubungi tadi malam.

Karena alasan itulah, kata Kemas, dia menghubungi Ayin untuk memberitahukan hasil penyelidikan. Namun, itu dilakukan setelah ada hasil dan diumumkan kepada publik. (ein/fal/agm)

Telepon ''Intim'' Ayin dan Petinggi Kejagung

Kemas ke Ayin: Tugas Saya Selesai

Inilah pembicaraan Ayin-Kemas pada 1 Maret 2008 pukul 13.00:

Ayin: Halo...

Kemas: Halo...

A: Ya, siap.

K: Sudah dengar pernyataan saya he he he...

A: Good, very good.

K: Jadi, tugas saya sudah selesai.

A: Siap. Tinggal ini.

K: Ya, udah jelas, gamblang. Tidak ada permasalahan lagi.

A: Bagus itu.

K: Tapi, saya dicaci maki.

A: Ya...

K: Baca Rakyat Merdeka, nggak?

A: Ah, Rakyat Merdeka mah nggak dibaca, nggak usah dibaca.

K: Katanya, saya mau dicopot. Ya, jadi begitu ya?

A: Sama ini, Bang. Saya mau informasiin, masalah si joker.

K: Ya, itu nanti-nanti.

A: Nggak, itu kan saya ditugasin, Bang.

K: Nanti-nanti. Ada cara lain nanti. Tenang aja. Gampang.

A: Hari Selasa ya nanti saya ke...

K: Gak usah, nanti-nanti. Gampang. Saya juga ada pesan dari sana, sudah...

A: Iya sudah. Kan begini, Bang...

K: Jadi begini, kan sudah diumumkan, ada alasan lain nanti. Sudah ada dalam ini, dalam perencanaan.

(Rekaman selesai...)

Hakim: Apakah Urip Diperalat?

Dari rekaman itu, hakim mengorek keterangan Ayin:

Andi Bachtiar: Saksi itu (Urip) adalah yang dimaksud dengan joker itu?

Ayin: Bukan, Yang Mulia.

AB: Jadi, siapa yang terdakwa maksud dengan si joker?

A: Joker?

AB: Dan apa maksudnya dengan...

A: Yang pasti bukan Urip.

AB: Jadi, siapa itu joker?

A: Aduh...

AB: Apa maksudnya itu saudara saksi?

A: Jadi, pada prinsipnya, Yang Mulia, demi Tuhan itu bukan Urip.

AB: Apakah yang dimaksud itu dengan dalam perencanaan itu adalah kegiatan tanggal 2 (Maret)? Penerimaan uang? Apa yang dimaksud Kemas kepada terdakwa mengenai perencanaan? Apakah ada hubungannya dengan kejadian besoknya, yaitu penerimaan uang?

A: Tidak ada kaitannya dengan yang dibicarakan kejadian itu.

AB kepada Urip: Terakhir, saksi menerima uang dari terdakwa? Apakah saksi menerima uang dari terdakwa? Apakah saksi tidak pernah diperalat? Apakah Kemas dan lain-lain di Kejaksaan Agung?

UTG: Jadi, uang itu adalah tanggung jawab saya sendiri. Kaitannya dengan Ibu Artalytha. Itu tidak ada kaitannya dengan Bapak Kemas ataupun dengan Bapak M. Salim atau tim BLBI lainnya. Itu adalah...

AB: Saya sudah paham maksud saksi.

Jamdatun ke Ayin: Bilang Saja...

Inilah pembicaraan Ayin-Jaksa Agung Muda Tindak Perdata dan TUN (Jamdatun) Untung Udji Santoso sesaat setelah Urip ditangkap KPK:

A: Mas, aku Ayin, Mas.

U: Iya, gimana Yin?

A: Ini tapi sudah pakai nomor telepon lain ini. Aman.

U: Jadi, gimana?

A: Itu si Urip ketangkep KPK di rumah.

U: Kenapa ditangkap?

A: Soal eksekusi itu kan? Biasa, tanda terima kasih itu.

U: Terima kasih apa?

A: Nggak da, nggak ada perkara apa-apa. Tapi, dia udah terima duit dari kita. Urip! Urip kita. Sekarang telepon dulu Antasari gimana caranya...

U: Iya, kalau gitu, saya telepon dulu Antasari. Cariin itu suruh Djoko, kita cari dulu si Urip juga, udah.

U: Dari mana duit itu?

A: Dari aku.

U: Siapin nggak ada kaitannya kok gratifikasi. Belum satu bulan kok. Begitu caranya.

A: Bagaimana jawabnya?

U: Yah, bilang aja bukan duit apa-apa.

Ayin ke Jamdatun: Cari Rumah Antasari

Inilah pembicaraan kedua Ayin dengan Untung:

U: Halo. Salim dah telepon?

A: Salim juga bilang nggak tahu dari mana. Soalnya, orangnya sudah di depan, mantau. Aku bilang itu dari anakku, nggak ada keterkaitan kan?

U: Iya, bilang aja. Tapi, klop gak sama si Urip?

A: Makanya, si U-nya ngomong gitu nggak?

U: (Terdiam) Yah bilang ajalah itu.

A: Yah, bilang aja terima dari Agus, orang yang pertama ketemu. Agus yah, ajudanku.

U: Jangan, jangan! Bilang aja, dia ngomong sama saya anaknya sakit, atau... Pira sih jane (berapa sebenarnya)?

A: Siapa? Si Urip (lantas menyebutkan nomor HP Urip)

U: Memang dikasih berapa duitnya itu?

A: Enem, (USD) 660 ribu.

U: Berarti sekitar (Rp) 4 miliar?

A: (Rp) 6 M.

U: La illaha illallah...

A: Jadi, bagaimana ini? Untuk menyelamatkan ini semua orang-orang kita.

U: Gak iso ngelak kalau (Rp) 6 M. Gila, tak kira enem atus yuto (enam ratus juta) itu. Itu untuk siapa ?

A: Udahlah kan nggak bisa ngomong gitu. Sekarang jalan keluarnya bagaimana?

U: Susah itu.

U: Sik sik (sebentar), kalau kayak gitu susah itu.

A: Aku kena lho Mas, kayak gini.

U: Iya.

A: Aku bilang ajudanku, kok.

U: Ajudan kok duite sak mono gedene. Soko ngendi? Ngarang ae, yo. (Ajudan kok uangnya sebegitu besar. Dari mana? Mengarang saja). Wis, coba hubungi Antasari (Antasari Azhar, ketua KPK).

A: Ya, coba Sampeyan telepon dulu.

U: Udah mati teleponnya.

A: Mati? Dicari. Suruh nyari dong, Fery suruh nyari.

U: Fery juga nggak ngangkat.

A: Jadi, gimana? Ini kan mesti ngamanin bos kita semua.

A: Aku jawabnya apa ya? Sekarang anakku kan masuk lewat pintu belakang. Kan dia pegang juga. Dia mau ngaku (berbicara dengan orang lain).

U: Sekarang cepat you keluar. Nyari Antasari.

A: Ya, di mana rumahnya, di mana?

U: Di BSD. Waduh, tapi saya tidak tahu juga rumahnya. Tapi jangan, jangan ke rumahnya. Ketemu di hotel atau di mana gitu deh.

A: Ya, aku kan udah mau dibawa (ke kantor KPK). Sampeyanlah yang kejar, yang nyari dia, Mas. Kan nggak kentara kalau Sampeyan.

U: Ya, iya. Tapi, di sini aku gak ngerti rumahnya. Teleponnya nggak diangkat, aku sudah minta Wisnu (Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Wisnu Subroto).

A: Sekarang Sampeyan susulin sama Wisnu. Gerilya...

U: Aku dah telepon Wisnu, demi Allah ini.

A: Kata Wisnu apa?

U: Aku sudah dibuka teleponnya (Antasari), aku juga nggak buka. Kamu punya nomor lainnya nggak?

A: Sekarang aku kan mau dibawa. Supaya keterangannya sama gimana? Nanti kan kena gimana? Kan jangan sampai kena semua.

U: Kenapa sih Minggu-Minggu gini? Gawean...

A: Makane, makanya aku dari luar Jakarta, dia maksa hari ini.

U: Uh, kacau kabeh (semua).

Sumber: Jawa Pos, 12 Juni 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan