BPK: Uang Mengubah Status Hukum Pejabat BI
Ketua Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) I Nyoman Wara menyatakan uang Rp 68,5 miliar dari Rp 100 miliar milik Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang digunakan sebagai bantuan hukum berakibat pada status hukum ketiga mantan anggota Dewan Gubernur BI yang terkait dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Hasilnya berupa selesainya masalah BLBI antara BI dan pemerintah, dibebaskannya tiga mantan direksi BI, terbitnya SP3 atas beberapa mantan direksi dan Dewan Gubernur BI," ujar Nyoman Wara, menirukan ucapan Rusli Simanjuntak.
Kesaksian ini disampaikan Wara dalam sidang kasus korupsi dana Bank Indonesia dengan tersangka Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin. Wara adalah Ketua Tim Auditor Neraca YPPI.
Akibat pengeluaran dana Rp 68,5 miliar bagi bantuan hukum ketiga mantan pejabat BI tersebut, timbul putusan hukum berupa dihentikannya pemanggilan terhadap pejabat BI lain yang diindikasikan tersangkut kasus BLBI.
Menurut Nyoman, fakta tersebut diambil berdasarkan wawancara dengan mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak pada 28 April 2005. Saat itu, Rusli dan Oey Hoey Tiong sebagai pelaksana penggunaan dana yayasan itu, Kata Yara. "Sedangkan Dewan Gubernur hanya bertugas mengambil keputusan."
Selain itu, pengeluaran dana YPPI sengaja direkayasa sesuai dengan jatuh tempo deposito YPPI sebelum pengalihan status YPPI menjadi yayasan. Wara juga menyatakan adanya selisih dalam neraca YPPI pada 30 Juni 2003 dan 31 Desember 2003. Saat itu jumlah dana yang disetujui Rp 100 miliar tapi realisasinya sekitar Rp 92 miliar. Data ini didapatkan Wara dari Ketua YPPI Baridjussalam Hadi.
Bahkan, menurut Nyoman Wara, persoalan penyimpangan penggunaan dana YPPI ini juga sudah dibicarakan bersama Deputi Gubernur BI Aulia Pohan. "Kami minta keterangan lisan dari Aulia Pohan pada 23 April 2005 di kantor BI," kata Nyoman.
Aulia membantah pernyataan ini. Menurut Aulia, ia tidak pernah diwawancarai Wara. "Saya tidak setuju dengan cerita itu," ujar Aulia, yang didampingi penasihat hukumnya, Amir Karyatin.
Selain Wara, persidangan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Kresna Menon itu juga menghadirkan dua orang ahli, yaitu Novi Gregory dari BPK dan Dudi Untung dari Universitas Gadjah Mada. CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 15 April 2009