BPK RI Harus Audit Kinerja Penanganan Kasus Korupsi Kejaksaan dan Kepolisian
Press Release ICW
BPK harus mengaudit kinerja tiga penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi. Kinerja terutama ditujukan untuk melihat apakah penegak hukum telah transparan, akuntabel, efektif dan efisien dalam mengusut kasus korupsi. BPK RI harus melihat apakah anggaran dan penyidik dimasing-masing institusi penegak hukum telah optimal dan profesional menangani kasus korupsi.
Demikian rekomendasi ICW pada pertemuan dengan Ketua BPK RI, Harry Azhar Azis hari ini Rabu (28 Oktober 2015) di kantor BPK RI, Jakarta. ICW diwakili oleh Wakil Koordinator ICW, Agus Sunaryanto, Koordinator Divisi Investigasi Febri Hendri dan staf Divisi Investigasi Wana Alamsyah. Terkait dengan rekomendasi tersebut, Ketua BPK RI meminta ICW memberikan surat permintaan audit kinerja dan akan diputuskan dalam Rapat Pimpinan BPK RI.
Penanganan kasus dugaan korupsi Bansos di Sumut adalah contoh masalah tidak transparannya penanganan kasus korupsi. Sebagaimana disampaikan oleh Evy (tersangka kasus Bansos) bahwa Gatot Pujobroto telah menjadi tersangka didalam surat pemanggilan saksi Sekda Sumut. Namun, status tersangka hilang pasca pertemuan Gatot dengan pengacaranya, Oce Kaligis dan mantan Sekjen Nasdem. Pengusutan dan penetapan tersangka kasus korupsi sangat rentan “dimainkan” oleh penegak hukum jika proses penanganannya tidak transparan.
Berdasarkan pemantauan ICW selama 2010-2014 terdapat 2.433 kasus korupsi dengan nilai kerugiannegara sebesar Rp 29,3 triliun yang ditangani oleh Kejaksaan, Kepolisian dan KPK. Dari total kasus tersebut, 72,9 persen ditangani oleh Kejaksaan dengan kerugian negara Rp 15,5 triliun. Sementara, Kepolisian menangani 22,03 persen atau 536 kasus korupsi senilai Rp 3,2 triliun dan terakhir KPK menangani 5,01 persen kasus korupsi atau 122 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 11,4.
Sementara kinerja penanganan kasus korupsi oleh penegak hukum juga tidak menunjukkan perkembangan signifikan. Berdasarkan pemantauan ICW, terdapat 1.223 kasus korupsi senilai Rp 11,0 triliun yang belum jelas perkembangan penanganannya ditiga institusi penegak hukum. Dari total tunggakan kasus tersebut, 70 persen atau 857 dengan kerugian negara Rp 7,7 triliun ditangani Kejaksaan, 304 kasus atau 24,9 persen dengan kerugian negara Rp 1,8 triliun ditangani Kepolisian, dan 54 kasus atau 4,4 persen dengan kerugian negara Rp 1,4 triliun ditangani KPK.
Selain itu, BPK juga menemukan 442 temuan yang memiliki unsur pidana korupsi senilai Rp 43,8 triliun selama periode pemeriksaan 2011-2014. Namun dari total temuan tersebut, sebanyak 64 temuan atau 14,5 persen juga belum ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja penegakan hukum kasus korupsi oleh Kejaksaan, Kepolisian dan KPK belum maksimal.
Rekomendasi
Oleh karena itu, kami mendesak BPK RI untuk melakukan audit kinerja penegakan hukum tindak pidana korupsi. Hal ini diharapkan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum kasus korupsi. Audit kinerja diharapkan memberi gambaran kapasitas dan kompetensi instansi penegak hukum dalam menindak kasus korupsi.
Jakarta, 28 Oktober 2015
Divisi Investigasi
Agus Sunaryanto, Wakil Koordinator ICW (081212056660)Febri Hendri AA Koordinator Divisi Investigasi ICW (081219867097), Wana Alamsyah, Staf Divisi Investigasi ICW (087878611344)