Bongkar Mafia Bank Indonesia
Belum jelas kelanjutan skandal Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, kini Bank Indonesia kembali diguncang suap 1,3 juta dollar AS terkait pencetakan uang pecahan Rp 100.000.
Uang suap itu diduga masuk ke kantong sejumlah pejabatnya dan melibatkan perwakilan Bank Sentral Australia di Indonesia serta Securency International and Note Printing Australia.
Sejumlah pejabat Bank Indonesia (BI) menerima suap untuk memenangkan perusahaan Securency International dalam tender pencetakan 50 juta lembar uang pecahan yang berbahan polimer itu pada 1999 (Kompas, 27/5).
Rekam korupsi
BI memiliki catatan buruk terkait sistem dan pengawasannya. Tak hanya kasus Century dan pencetakan uang yang melanda BI, melainkan juga terekam berulangnya skandal korupsi. Kasus paling besar adalah BLBI sebesar Rp 144,5 triliun. Hingga kini pihak-pihak yang tersangkut masih ada yang belum melunasi kewajibannya dan jaksa yang menyidiknya pun tertangkap tangan dengan uang suap Rp 6 miliar.
Sejumlah pejabat BI tersandung korupsi. Mantan Gubernur BI Sjahril Sabirin tersandung kasus cessie (hak tagih) Bank Bali yang merugikan negara sebesar Rp 546 miliar. Sementara terdakwa Djoko S Tjandra dalam kasus yang sama justru menghilang. Namun, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK)-nya, Juni 2009.
Mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah tersandung kasus aliran dana BI ke DPR. Dalam kasus ini terlibat pula dua pejabatnya, yaitu Kepala Biro BI Surabaya Rusli Simanjuntak dan Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong. Mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan juga terlibat kasus penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia. Besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini sedang menjalani hukuman penjara.
Pemilihan Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom juga ditandai kasus suap. Sebanyak 39 anggota DPR periode 1999-2004 menerima imbalan Rp 300 juta- Rp 500 juta per anggota dengan total 480 lembar cek. Perkara ini sedang diproses hukum untuk penerima suap, sementara pemberi suap belum diproses. Kasus lain adalah dugaan aliran dana BI yang dinikmati sejumlah jaksa untuk bantuan hukum terhadap pejabat BI. Pada Oktober 2008, Jaksa Agung Hendarman Supandji berjanji menyerahkan kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi hingga kini masih belum jelas.
Bongkar
BI adalah bank sentral yang memonopoli wewenang mencetak uang rupiah. Untuk memproduksi rupiah berbahan polimer, BI bekerja sama dengan anak perusahaan Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia). Tender pun dimenangi perusahaan Securency International and Note Printing Australia dengan nilai kontrak sebesar 50 juta dollar AS.
Media Australia, The Age, Selasa (25/5), melakukan investigasi dan kemudian membongkar skandal suap perusahaan yang berlangsung sejak tahun 1999 hingga 2006 itu. Total jumlah suap yang dibayarkan perusahaan tersebut mencapai lebih dari 50 juta dollar AS dan mengalir kepada pejabat bank sentral dari berbagai negara, termasuk para pejabat BI.
Skandal itu bukan hanya menambah panjang rangkaian korupsi yang kerap melanda bank sentral ini sebagai sumber tunggal produksi uang, tetapi juga dapat menjatuhkan kredibilitas BI sebagai pemegang otoritas moneter. Perilaku seperti ini mengarah pada sindikat mafia dalam produksi dan peredaran uang. Pemerintah seharusnya merespons dugaan itu dan DPR juga perlu lebih konkret menentukan langkahnya. KPK dan Polri juga harus segera bertindak untuk mengusutnya.
Berkat pemberitaan The Age, Polisi Federal Australia (AFP) telah lebih dulu menurunkan sejumlah penyelidik ke Jakarta untuk mengusut dugaan suap pejabat BI. AFP juga akan ke Malaysia dan Inggris untuk menyelidiki sejumlah pihak yang diduga terkait. Sindikat mafia BI harus dibongkar karena faktanya kasus penyelewengan dana, suap, dan peredaran uang ilegal terus bertambah. Dalam satu dasawarsa terakhir, semua mantan Gubernur BI tersandung skandal keuangan. Beberapa deputinya juga terlibat.
HENDARDI Ketua Badan Pengurus SETARA Institute
Tulisan ini disalin dari Kompas, 4 Juni 2010