Binatang Pun Terganggu...

Dengan menumpang mobil Honda CRV, lima anggota dewan perwakilan binatang, yaitu gorila, kelinci, singa, macan, dan beruang, mendatangi sejumlah penggiat gerakan antikorupsi yang tergabung dalam koalisi penyelamat pemberantasan korupsi.

Kepada koalisi itu, anggota dewan perwakilan binatang menceritakan, korupsi mengganggu kehidupan mereka. Hutan ditebang tak terkendali dan alam dieksploitasi habis-habisan tanpa memikirkan dampaknya. Sejumlah binatang langka ikut diburu untuk diselundupkan.

”Namun, beberapa tahun terakhir, kami cukup tertolong dengan kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Berkat mereka, hidup kami sedikit lebih nyaman karena sejumlah korupsi yang merusak alam kehidupan kami mulai diungkap. Koruptor lain waswas untuk mengganggu kami,” kata kelinci.

Korupsi yang merusak alam antara lain pada alih fungsi hutan lindung di Banyuasin, Sumatera Selatan, untuk Pelabuhan Tanjung Api-api. Dalam kasus ini, sejumlah pihak dijerat oleh KPK dan divonis bersalah dalam sidang di Pengadilan Tipikor. Mereka antara lain anggota DPR, Yusuf Erwin Faisal dan Sarjan Tahir, serta pengusaha Chandra Antonio Tan.

”Namun, kini kami waswas karena KPK dan Pengadilan Tipikor terus diganggu dan berusaha dilemahkan kewenangannya. Ancaman terhadap kedua institusi itu juga menjadi ancaman buat kami,” kata kelinci.

Menanggapi keluhan itu, Uli Parulian, anggota koalisi, menuturkan, hal serupa juga dirasakannya. ”Kita harus terus melawan semua usaha yang bermaksud melemahkan KPK dan Pengadilan Tipikor,” tegasnya.

Sindiran ”binatang”

Dialog ”binatang” itu adalah aksi yang dilakukan sejumlah penggiat gerakan antikorupsi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta Selatan, Minggu (13/9).

Acara yang berlangsung sekitar 30 menit ini membuat puluhan wartawan yang hadir beberapa kali tidak kuasa menahan tawa. Selain lucu, pernyataan anggota dewan perwakilan binatang, yaitu sejumlah penggiat gerakan antikorupsi yang mengenakan baju binatang, penuh dengan sindiran pula.

Seusai aksi, Emerson Yuntho, anggota koalisi yang berperan sebagai gorila, mengatakan, ”Binatang saja juga merasa korupsi membuat hidup mereka tidak nyaman sehingga mereka menolak pelemahan KPK dan Pengadilan Tipikor. Bagaimana dengan manusia, khususnya pemerintah dan anggota DPR?”

Aksi ini, lanjut Emerson, dilakukan karena upaya pelemahan KPK dan Pengadilan Tipikor oleh pemerintah dan DPR terlihat jelas, terutama dalam pembahasan RUU Pengadilan Tipikor yang kini sedang dilakukan. Misalnya, dengan berusaha menghilangkan kewenangan KPK untuk menuntut dan mengubah komposisi hakim di Pengadilan Tipikor yang sekarang lebih banyak hakim ad hoc.

Dadang Tri Sasongko dari Kemitraan menambahkan, inti keberadaan Pengadilan Tipikor adalah adanya hakim ad hoc yang lebih banyak. (nwo)

Sumber: Kompas, 16 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan