Bibit dan Chandra di MK; MK Diminta Terbitkan Putusan Sela

Mahkamah Konstitusi, Senin (26/10), menggelar sidang untuk pemeriksaan pendahuluan pengajuan uji Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Panel hakim diketuai Akil Mochtar dengan anggota Arsyad Sanusi dan Harjono. Sebelumnya, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif), melalui kuasa hukum mereka, memohon pengujian Undang-Undang No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Bibit dan Chandra yang berstatus tersangka penyalahgunaan wewenang dalam pencegahan ke luar negeri berdasarkan penyidikan Mabes Polri hadir dalam sidang.

Norma yang diajukan untuk diuji secara materi adalah Pasal 32 Ayat 1 Huruf c UU No 30/2002 yang berbunyi, ”Pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan”.

Bibit dan Chandra juga memohonkan provisi atau putusan sela dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Dengan provisi itu, perkara dapat dihentikan dan tidak dilimpahkan ke pengadilan sampai ada putusan MK mengenai uji materi.

Kemarin, kuasa hukum Bibit dan Chandra yang hadir antara lain Alexander Lay, Taufan Basari, dan Bambang Widjojanto. Mereka menyampaikan, Pasal 32 Ayat 1 Huruf c bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, yakni Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28D Ayat 1, dan Pasal 28J Ayat 2.

Pasal 32 Ayat 1 Huruf c diujikan karena bertentangan dengan asas praduga tak bersalah. Pemberhentian tetap itu juga dianggap sebagai ”hukuman” tanpa proses pengadilan, bersifat permanen, meski di kemudian hari dinyatakan tak bersalah oleh pengadilan.

Dalam sidang, hakim konstitusi, Arsyad Sanusi, mengatakan, alasan permohonan kedua pemohon belum jelas dan tajam. Pemohon diminta memperbaiki. ”Mengapa Pasal 32 Ayat 1 Angka 3 bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945?” tanyanya.

Persoalan redaksional juga mengemuka dalam sidang. Panel hakim konstitusi berpegang pada UU No 30/2002 yang mereka miliki yang menyebutkan Pasal 32 Ayat 1 Angka 3. Padahal, dalam permohonan disebutkan Pasal 32 Ayat 1 Huruf c.

Perbaiki permohonan
Kuasa hukum Bibit dan Chandra menyatakan akan memperbaiki permohonan dalam waktu satu hari. Mereka juga meminta agar perkara ini diprioritaskan dan diselesaikan dengan cepat. ”Kami mohon Yang Mulia bisa memanggil KPK sehingga keterangan KPK kita ingin dengar supaya jelas,” kata Alexander.

Menjawab permintaan itu, Akil Mochtar, hakim konstitusi, mengatakan, ”Cepat atau tidak cepat bergantung dari pemeriksaan selanjutnya. Urgensi KPK dijadikan pihak terkait dalam konteks apa?”

Alexander menjawab, ”KPK berkepentingan atas judicial review Pasal 32 ini karena dapat digunakan pihak-pihak yang ingin mengganggu independensi KPK.”

Menurut Alexander, saat UU No 30/2002 dibuat, ada hal-hal yang tak terdeteksi. Pasal ini ditujukan untuk pelanggaran berat pidana tertentu, bukan berkaitan dengan prosedur kewenangan KPK. Ketentuan ini hanya bisa jalan apabila polisi dan jaksa tidak ada oknum-oknum. ”Asumsinya, perkara polisi dan jaksa sempurna sehingga dapat langsung dilimpahkan ke pengadilan,” tambah Alexander.

Anggota panel hakim, Harjono, menyampaikan, permohonan berkaitan dengan praduga tak bersalah yang diajukan kali ini berkaitan dengan Bibit dan Chandra. ”Tapi, apabila dirasakan juga oleh anggota KPK yang lain, dapat juga jadi yang berkepentingan,” kata Harjono.

”KPK secara institusi dapat menjadi pihak terkait. Kami minta bantuan majelis untuk memanggil KPK sebagai pihak terkait,” ujar Alexander. (IDR/AIK)

Sumber: Kompas, 27 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan