Bibit-Chandra; Partai Politik "Balas Dendam" pada KPK
Tindakan anggota dan pimpinan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, yang mempersoalkan pengesampingan atau pendeponiran kasus terkait Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah makin menegaskan kepada publik, ada solidaritas dan dendam anggota DPR kepada KPK. Hal ini terkait langkah KPK menahan 19 anggota DPR periode 1999- 2004 yang disangka terlibat kasus pemberian cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 yang dimenangi Miranda S Goeltom.
Sikap Komisi III DPR, yang akhirnya menolak kehadiran Bibit dan Chandra dalam rapat kerja, Senin (31/1), juga dapat dinilai sebagai upaya pelemahan terhadap KPK. Penilaian itu dikatakan Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis dan Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro di Jakarta.
”Semangat mereka untuk melemahkan KPK dengan mencari-cari kesalahan KPK terus saja dilakukan,” ujar Ismed. Mulya Lubis pun menyatakan, sikap sebagian anggota Komisi III DPR itu adalah politik pelemahan terhadap KPK.
”DPR tidak boleh menggunakan dalih rapat kerja atau konsultasi dengan mengintimidasi pimpinan KPK. Ini keangkuhan kekuasaan,” ujar Mulya Lubis.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif juga menilai, Komisi III DPR melakukan serangan balik dalam upaya pemberantasan korupsi dengan cara menolak kehadiran Bibit dan Chandra dalam rapat kerja yang mereka gelar. Sikap itu justru makin memperburuk citra Dewan, khususnya Komisi III DPR.
”Penolakan Komisi III terhadap Bibit dan Chandra dapat dengan mudah dibaca sebagai ’pembalasan’ atas langkah KPK yang menahan 19 politisi yang diduga menerima suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004,” kata Yudi Latif. Ke-19 politisi yang ditahan itu berasal dari Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Namun, menurut Yudi, langkah Komisi III DPR itu juga diberi celah oleh KPK yang belum juga memproses hukum mereka yang diduga memberikan suap dalam kasus ini. Padahal, sejumlah penerima cek perjalanan sudah divonis dan kasus ini muncul sejak Agustus 2008.
Ditolak Komisi III
Sebelumnya, Senin sore, Komisi III DPR memutuskan menolak kehadiran Bibit dan Chandra dalam rapat dengar pendapat dan forum lain yang mereka gelar. Keputusan ini diambil setelah 23 anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi PPP, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyetujui penolakan itu.
Sebaliknya, 15 anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD), Fraksi Partai Amanat Nasioanl (F-PAN), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) setuju tetap menerima mereka. Saat voting digelar, wakil dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Komisi III belum hadir.
Sebelum voting dilakukan, Komisi III DPR mengadakan rapat dengar pendapat dengan KPK. Namun, rapat itu langsung diskors setelah Desmond J Mahesa (Gerindra), Nasir Djamil (PKS), dan Nudirman Munir (Golkar) mempersoalkan kehadiran Bibit dan Chandra. Menurut mereka, Bibit dan Chandra masih menjadi tersangka. Pendeponiran dari Jaksa Agung yang mereka terima tidak menghapus status tersangka, tetapi hanya mengesampingkannya. Namun, sejumlah anggota Komisi III tetap menghendaki kehadiran mereka.
Saat rapat dibuka kembali pukul 11.50, Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy yang memimpin rapat menyatakan rapat kembali diskors. Lama skors maksimal 24 jam.
Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menyatakan, keputusan Komisi III yang menolak kehadiran Bibit dan Chandra tidak dimaksudkan untuk mengamputasi KPK. ”Bibit dan Chandra tetap berwenang melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan KPK. Yang kami tolak hanya kehadiran mereka di Komisi III DPR,” tutur Benny.
Tjatur menambahkan, keputusan Komisi III itu berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan.
T Gayus Lumbuun, anggota Komisi III DPR dari PDI-P, menuturkan, keputusan ini berdasarkan pertimbangan etika. Tak pantas jika seseorang yang masih menjadi tersangka hadir di DPR.
Nasir Djamil menambahkan, pendeponiran untuk Bibit dan Chandra membuat status mereka tak jelas.
Saan Mustopa, Sekretaris F-PD, menuturkan, saat mengeluarkan pengesampingan perkara Bibit dan Chandra, yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan berupaya memeras, Jaksa Agung juga minta pendapat Mahkamah Agung. ”Bagi kami, persoalan Bibit dan Chandra sudah selesai,” ujarnya.
Juru Bicara F-PD di Komisi III DPR Didi Irawadi S menyatakan, sikap Komisi III DPR itu memperburuk citra Dewan. Tidak ada dasar untuk menolak kehadiran Bibit dan Chandra di DPR.
Bibit tak mempersoalkan sikap Komisi III DPR. ”Saya dan Pak Chandra itu sah menjadi pimpinan KPK,” katanya. (NWO/FAJ/NTA/BEE/AIK)
Sumber: Kompas, 1 Februari 2011