Bibit-Chandra Himpun Bukti Baru untuk Perkuat Adanya Rekayasa
Terkait Dugaan Rekayasa Kasus oleh Anggodo Widjojo
Kejaksaan Agung masih mengupayakan peninjauan kembali (PK) atas pembatalan SKPP (surat ketetapan penghentian penuntutan) Bibit-Chandra pada Mahkamah Agung (MA). Sambil menunggu putusan MA, Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah sudah bersiap.
Lewat koordinasi dengan Biro Hukum KPK, tim kuasa hukum Bibit-Chandra terus mengumpulkan sejumlah bukti baru untuk memperkuat adanya rekayasa dalam kasus dua pimpinan KPK tersebut. Kemarin (21/6), tim kuasa hukum yang didampingi Bibit dan Chandra mengadakan konferensi pers di gedung KPK.
''Kami akan menyampaikan perkembangan fakta-fakta yang terungkap dalam sidang Anggodo serta langkah-langkah ke depan,'' ujar Taufik Basari, salah seorang kuasa hukum Bibit-Chandra.
Dia mengungkapkan, tim kuasa hukum terus memantau sidang terdakwa kasus dugaan suap dan upaya menghalangi penyidikan KPK Anggodo Widjojo. Sebab, sidang kasus itu berkaitan dengan perkara Bibit-Chandra. Dari pemantauan atas pemeriksaan saksi-saksi dalam sidang, ditemukan sejumlah fakta hukum yang menguatkan rekayasa kasus oleh kubu Anggodo.
Sejauh ini, sudah ada empat saksi yang diperiksa. Yakni, Eddy Sumarsono, Dirut PT Masaro Radiokom Putranefo, Bibit Samad Rianto, dan Chandra Marta Hamzah. ''Dari keterangan saksi, sudah makin jelas bahwa kasus Bibit-Chandra adalah kasus rekayasa. Mulai keterangan Eddy bagaimana dia menjelaskan peran Anggodo dalam rekayasa. Putranefo Prayugo dia suruh ketik kronologi (dokumen kronologi 15 Juli 2008, Red) serta keterangan Bibit dan Chandra dalam sidang,'' papar Taufik.
Terkait dengan keterangan Chandra dalam sidang, pria yang akrab dipanggil Tobas itu menguatkan dengan menunjukkan bukti berupa rekaman data telepon atau call data record (CDR). CDR tersebut berfungsi menunjukkan posisi Chandra yang tertangkap menara BTS.
Berdasar data CDR, Chandra sedang berada di Menara Rajawali, Jakarta, pada tanggal ketika dirinya dituduh menerima duit suap di Pasar Festival, yakni pada 15 April 2008. ''Berdasar data CDR tersebut, Pak Chandra sama sekali tidak ke Pasar Festival. Beliau ke Menara Jamsostek, KPK, dan Menara Rajawali. Semua terekam dalam CDR,'' tegasnya.
Taufik juga menguatkan keterangan Bibit yang disampaikan pada sidang pekan lalu. Jika Chandra mengandalkan bukti berupa CDR, Bibit membawa bukti dokumentasi untuk membantah pernyataan Anggodo bahwa dirinya menerima duit suap pada 15 Agustus 2008. Dokumentasi berupa foto tersebut membuktikan bahwa pada saat yang disangkakan, Bibit sedang mengikuti forum APEC Senior Officials Meeting di Lima, Peru, 12-15 Agustus 2008.
''Selain bukti foto, kalau perlu juga dokumen penerbangan seperti tiket, dokumen imigrasi, dan paspor. Ada juga delegasi dari negara lain. Bisa dicek ke negara masing-masing,'' ujarnya.
Selain bukti-bukti yang disampaikan kemarin, tim kuasa hukum memiliki sejumlah bukti lain untuk membantah dokumen kronologi 15 Juli buatan Anggodo dan Ari Muladi. ''Tapi, belum akan kami sampaikan. Yang jelas, kronologi buatan Anggodo itu salah total,'' terangnya.
Taufik menambahkan, pihaknya juga menyesalkan upaya kriminalisasi terhadap Bibit-Chandra yang didasarkan pada kronologi buatan Anggodo dan Ari Muladi. ''Kalau dasar kriminalisasi sudah salah, bagaimana kasus Bibit-Chandra bisa terus dilanjutkan? Mudah-mudahan sidang Anggodo bisa menunjukkan kebenaran,'' katanya.
Menurut dia, jika kasus tersebut dipaksakan maju ke sidang, dikhawatirkan terjadi peradilan sesat atau salah. ''Yakni, peradilan yang jelas-jelas ada rekayasanya. Karena itu, Bibit-Chandra menolak sidang. Tapi, jika ada, kami siap,'' ujarnya.
Sementara itu, Bibit dan Chandra menyerahkan sepenuhnya perkara yang menjerat mereka kepada tim kuasa hukum dan Biro Hukum KPK. Meski begitu, Chandra menegaskan tidak gentar sedikit pun jika dirinya dan Bibit disidangkan. ''Silakan saja. Makin terbuka, makin bagus. Makin jelas apa yang terjadi,'' ungkapnya. (ken/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 22 Juni 2010