Biarkan Publik Menilai; KPK Temukan Sejumlah Indikasi Penyimpangan
Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan tidak melakukan penilaian terhadap kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang telah memutuskan untuk menyelamatkan Bank Century dengan dana senilai Rp 6,7 triliun.
Apakah kebijakan penyelamatan itu dinilai layak atau tidak sepenuhnya diserahkan kepada Panitia Khusus Hak Angket Bank Century DPR, aparat penegak hukum, dan publik.
”Sejak awal BPK tidak menilai kebijakan itu layak atau tidak layak karena, pasti, itu tidak akan ketemu dan pasti akan terjadi dispute (masalah). Akan tetapi, kami menemukan fakta bahwa sebelum diselamatkan, kondisi Bank Century seperti itu. Dan, KSSK mengambil keputusan dengan data yang seperti itu (tidak utuh). Akan tetapi, silakan Pansus Bank Century, aparat hukum, dan publik yang menilai,” ujar Hasan Bisri, anggota BPK, dalam jumpa pers di Gedung BPK, Jakarta, Senin (14/12).
Menurut Hasan, wajar jika kebijakan itu dipertanyakan. ”Kami berpegang pada fakta dan dokumen. Inilah fakta-fakta yang diberikan BI (Bank Indonesia) kepada Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK. Juga kami berpegang pada pembicaraan-pembicaraan di KSSK. Jadi, kami beranggapan, tidak cukup utuh menggambarkan sebuah bank yang bermasalah,” kata Hasan.
Jumpa pers dilakukan seusai Ketua BPK Hadi Purnomo memimpin rapat koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Negara RI (Polri), Kejaksaan Agung, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dalam acara itu hadir Pelaksana Tugas Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi Djunisanyoto, Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Arminsyah, dan Kepala PPATK Yunus Husein.
Pelanggaran BMPK
Laporan Audit Investigasi BPK tentang Bank Century yang telah diberikan kepada DPR menyebutkan, pengambilan keputusan KSSK untuk menyelamatkan Bank Century didasarkan pada kondisi bank yang tidak lengkap dan mutakhir, serta tidak berdasarkan pada kriteria yang terukur.
”Sejak merger, di bank ini sudah terjadi pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK), di antaranya saat pembelian surat-surat berharga yang ternyata diterbitkan perusahaan terafiliasi oleh pemegang saham pengendali. Itu sama dengan memberikan kredit yang jelas melanggar BMPK. Belakangan diketahui surat-surat berharga itu juga tak terdaftar di pasar modal dan tak punya rating sehingga menurut peraturan BI kerugian bank itu dinyatakan sampai 100 persen,” papar Hasan.
Menurut Hasan, pembelian surat-surat berharga juga melanggar posisi devisa neto mengingat ketentuan surat-surat berharga itu dalam bentuk valuta asing. ”Sejak lama pelanggaran-pelanggaran itu diketahui BI. Namun, ketentuan BI baru diterapkan setelah diselamatkan. Artinya, jika surat-surat berharga dinyatakan tidak bernilai, berarti harus disisihkan 100 persen. Ini sama juga dianggap kerugian bank 100 persen,” ujar Hasan.
”Nah, penetapan kerugian 100 persen itu baru dinyatakan setelah bank diambil alih oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Itulah yang menyebabkan dana bailout membengkak sampai 10 kali lipat lebih dari laporan perencanaan BI semula,” katanya.
Tentang pengucuran dana sebesar Rp 2,8 triliun setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 ditolak DPR, hal tersebut tidak punya dasar hukum. ”Apakah itu indikasi pidana atau bukan, itu biar aparat hukum yang menilainya. Posisi BPK dan pemerintah pasti akan selalu berbeda. Dasar hukum oke, kewenangannya juga ada. Akan tetapi, bagaimana prosesnya dilakukan,” katanya.
Temuan KPK
KPK menemukan sembilan temuan terkait kasus Bank Century. Beberapa di antaranya adalah dugaan penyimpangan tindak pidana perbankan, tindak pidana korupsi, penyimpangan administrasi dan prosedur, serta pencucian uang.
”KPK hanya berkapasitas menangani penyimpangan yang menyangkut tipikor (tindak pidana korupsi) yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan penegak hukum,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Senin.
Minggu ini, menurut Johan, KPK akan mendapatkan data dari PPATK terkait ada atau tidaknya aliran dana yang tidak semestinya, yang berkaitan dengan penyelenggara negara dan penegak hukum.
Ditanya tentang aliran dana ke partai, Johan mengatakan, ”Siapa pun akan diselidiki. Tetapi, ada prosedur yang harus dilakukan.”
Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menyebutkan, kesalahan dalam pengambilan kebijakan dalam Bank Century bisa saja dipidanakan. Preseden yang bisa dipakai adalah penahanan mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah dalam kasus Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia. ”Pak Burhanuddin tidak terima uang, tetapi kebijakannya menguntungkan orang lain,” kata Bibit.
Keterangan BI
Terkait kehadiran Robert Tantular, BI dalam siaran pers, Senin, menyatakan, benar BI meminta Robert Tantular dan manajemen Bank Century untuk menunggu di Gedung Departemen Keuangan pada 20 November 2008 malam hingga 21 November pagi.
Hal itu untuk mengantisipasi segala kemungkinan adanya beberapa hal yang harus ditandatangani dan dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan selaku pemilik atau pemegang saham pengendali Bank Century seandainya bank tersebut ditutup atau diambil alih oleh LPS.
Disebutkan, pada 20 November 2008 malam, BI mengajukan permintaan cekal atas Robert Tantular dan manajemen Bank Century kepada Departemen Keuangan.
Permintaan BI kepada Robert Tantular dan manajemen Bank Century untuk menunggu di Gedung Departemen Keuangan dilakukan setelah pembicaraan antara BI dan LPS dalam pertemuan di BI pada 20 November 2008 sore hari.
Robert Tantular dan manajemen Bank Century tidak mengikuti rapat apa pun terkait dengan KSSK dan hanya menunggu di lantai dan ruangan lain di Departemen Keuangan. (HAR/SUT/MYR/AIK)
Sumber: Kompas, 15 Desember 2009