BI Merekayasa Pengembalian Uang YPPI

Dicoba Diakali Dengan Cara Peminjaman dan Pembuatan APU

Bank Indonesia atau BI pernah mencoba mengakali cara pengembalian uang Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia atau YPPI senilai Rp 100 miliar, yang diserahkan kepada mantan pejabat BI dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Namun, pengembalian itu rekayasa belaka sebab dana YPPI tidak pernah dilaporkan dikembalikan.

Cara pertama adalah mengompensasi dana itu dengan lahan milik BI yang dipakai YTPI di Kemang. Jakarta Selatan. Kedua, dengan cara pembuatan akta pengakuan utang (APU). Hal ini terungkap dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (25/8), dengan terdakwa pejabat BI, Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak. Keduanya dituduh terlibat korupsi aliran dana BI dan dana YPPI kepada sejumlah mantan pejabat BI dan anggota DPR periode 1999-2004.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Moefri. menghadirkan saksi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution, mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. Direktur Hukum BI Rosita Roza. dan Deputi Gubernur BI Raden Maulana Ibrahim.

Jaksa penuntut umum Agus Salim menanyakan kepada Anwar soal cara pengembalian dana YPPI, yaitu peminjaman lahan BI dan APU. “Hal itu ada catatan dari Lukman Benyamin, Direktur Pengawasan Internal BI, pada saya. Ia mengatakan, pengembalian dana Rp 100 miliar itu berupa peminjaman lahan BI yang kini dipakai YPPI. Pertanyaan saya cuma satu kepada Pak Lukman saat itu, apa dasar hukumnya0 Saya tahu ini cuma direkayasa oleh BI,” kata Anwar.  Mengenai APU, Anwar mengatakan, ia tidak tahu soal itu. Namun, dalam sidang sebelumnya, mantan direksi BI menyebutkan ada perjanjian pengakuan utang antara mereka dan BI.

Burhanuddin saat menjadi saksi juga mengatakan, “Ada permintaan dari YPPI untuk menggunakan lahan BI. Lalu saya berpikir untuk mengompensasikan dengan pinjaman Rp 100 miliar itu. Saya lalu minta ketemu Ketua BPK. Saat itu Ketua BPK mengiyakan untuk kompensasi bagi Rp 31,5 miliar uang dari YPPI dengan tanah BI di Kemang.” Saat ditanyakan bagaimana dengan dana Rp 68.5 miliar lainnya. Burhanuddin mengatakan dengan menggunakan APU. Ia juga mengakui, pembuatan APU bukan saran dari Ketua BPK.

Namun, dalam surat mantan Gubernur BI Soedradjad Djiwandono kepada Lukman Bunyamin yang ditemukan KPK terungkap. Soedradjad menyampaikan kekhawatirannya mengenai alasan yang harus disampaikan terkait uang yang ia terima Dalam surat itu. Soedradjad yang menerima bantuan Rp 25 miliar dari dana YPPI menyatakan berat baginya saat ditanyakan peruntukan uang itu. Ia menyebutkan tak pernah mengakukan pinjaman atas uang itu. Soedradjad juga khawatir, jika ia mengatakan uang dari BI itu untuk penyelesaian kasus hukumnya, ia nanti dianggap menyuap (Kompas 14/8).

Anwar mengungkapkan, ia pernah memanggil Burhanuddin pada 5 Juli 2005 untuk menyelesaikan masalah dana YTPI senilai Rp 100 miliar itu. “Saya katakan, kembalikan uang YPPI ini. Saya memberikan waktu dari Juli 2005. saya baru lapor ke KPK November 2006.” katanya.

Selain memanggil Burhanuddin. Anwar juga menyebutkan ia memanggil Paskah Suzetta, Wakil Ketua Komisi XI DPR pada waktu itu. “Saya panggil Paskah karena dia punya pengaruh besar di DPR. Saya katakan ada masalah ini, kembalikanlah uang itu. Malu kalau seperti ini. Apa jawab Paskah? Dia mengatakan. Burhanuddin yang harusnya menyelesaikan. Saya katakan, ya bicarakanlah dengan dia. Saya juga mengatakan ke Paskah, setelah kalian bayar, saya sebagai Ketua BPK punya hak untuk menyebutkan uang itu sudah dikembalikan sehingga tak ada kerugian negara,” katanya

Ikut rapat BI

Anwar mengakui, sebagai Deputi Gubernur Senior BI, ia ikut rapat Dewan Gubernur BI pada 22 Juli 2003. Namun, dalam rapat itu sama sekali tidak dibahas soal pinjaman dana untuk bantuan hukum bagi mantan direksi BI yang tersandung perkara hukum. Dalam rapat itu disebutkan rencana pembentukan Pusat Pengembangan Studi Kemasyarakatan dengan rencana peminjaman uang dari YTPI.

“Saya sempat menyampaikan keberatan jika harus meminjam uang dari YTPI. Tetapi, dalamhidup, kita harus bertoleransi kepada teman. Jadi, itu alasan saya kenapa saya ikut tanda tangan.” kata Anwar.

Oey saat memberikan tanggapan atas kesaksian Anwar mengatakan, dalam rapat 22 Juli 2003 itu Anwar tidak pernah menyampaikan keberatan. Bahkan. AJiwar mengatakan, sepanjang untuk kepentingan institusi, dia setuju.

Anwar menjawab. “Saya katakan sepanjang sesuai koridor hukum, saya setuju.” Anwar juga mengungkapkan, mantan direksi BI sebenarnya sudah menerima dana bantuan hukum yang berasal dari dana resmi BI sebesar Rp 27,5 miliar. Saat di BPK ia baru tahu bahwa mantan direksi BI yang tersandung kasus hukum terkait Bantuan Likuiditas BI itu kembali menerima dana bantuan yang berasal dari YTPI. “Untuk dana resmi BI ada kontraknya. Kalau dana dari YPPI tak ada kontraknya,” kata Anwar.

Akan laporkan Anwar

OC Kaligis, penasihat hukum Rusli, dalam persidangan mengatakan akan melaporkan Anwar kepolisi karena menyebut Oey dan Rusli sebagai monyet-monyet. Kata-kata kasar yang disampaikan Anwar itu dimuat dalam berita di sebuah media nasional. Namun. Ketua Majelis Hakim mengingatkan Kaligis supaya menyampaikan fakta yang terjadi dalam persidangan saja. “Kalau fakta itu ada di luar persidangan, silakan penasihat hukum menggunakan cara lain.” kata Moefri.

Kaligis memasalahkan dua surat Anwar kepada Burhanuddin pula. Pertama, surat elektronik Anwar pada 24 Juli 2003 pukul 170850. Surat itu ditujukan ke Dewan Gubernur BI. Bunbunan BJ Hutapea. Burhanuddin Abdullah. Aulia Pohan. Maman H Sumantri. Aslim Tadjuddin, R Maulana Ibrahim, dan Hartadi A Sarwono, tentang pembentukan Dewan Supeivisi BI oleh pemerintah. Satu lagi surat tertanggal 15 Juli 2007 kepada Burhanuddin Abdullah. Surat itu berisi rencana penerbitan undang-undang tentang laporan keuangan dalam rangka reformasi pemerintahan di Indonesia. (VIN)

Sumber: Kompas, 26-08-2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan