Besan SBY Akui Tak Prosedural

Dana Rp 100 M Skandal Korupsi BI

Persidangan kwartet mantan anggota Dewan Gubernur Aulia Pohan cs dalam kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia (BI) Rp 100 miliar di Pengadilan Tipikor kemarin mulai memasuki babak akhir. Empat terdakwa itu kepada majelis hakim mengakui bahwa penggunaan dana yang berasal dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) tanpa pertanggungjawaban.

Pemeriksaan para terdakwa tersebut berlangsung cukup lama. Dalam kurun waktu lima jam, keempat mantan anggota dewan gubernur itu harus menjawab pertanyaan beruntun dari jaksa penuntut umum dan penasihat hukum. Selain Aulia, mereka adalah Maman H. Soemantri, Bun Bunan E.J. Hutapea, dan Aslim Tajudin.

Aulia mengungkapkan bahwa setelah keputusan rapat dewan gubernur (RDG) 3 Juni 2003 menyetujui penggunaan dana Rp 100 miliar dilakukan pemindahbukuan dan penarikan dana secara bertahap. ''Yang ada hanya laporan,'' kata besan Presiden Susilo Bmabang Yudhoyono (SBY) itu.

Terdakwa lain, Maman H. Soemantri, juga mengungkapkan bahwa dirinya secara pribadi tidak pernah mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut. ''Juga tidak pernah membikin laporan,'' ujarnya.

Pernyataan tersebut juga diiyakan terdakwa Bun Bunan Hutapea. ''Di BI juga tidak pernah ada laporan,'' kata pria yang mengurus anggaran BI tersebut.

Selain itu, pemeriksaan terdakwa tersebut mengungkap fakta bahwa aliran dana kepada para pejabat yang tersangkut kasus hukum itu tak melalui prosedur yang benar. ''Seharusnya melalui direktorat terlebih dahulu, yang Mulia,'' kata Aulia. Mereka yang meminta bantuan seharusnya juga mengajukan permohonan ke gubernur BI.

Mereka yang mendapatkan bantuan Soedrajad Djiwandono Rp 25 miliar, Paul Sutopo Rp 10 miliar, Hendro Budiyanto Rp 10 miliar, Heru Supraptomo Rp 10 miliar, dan Iwan Prawiranata Rp 13,5 miliar. Bantuan yang diberikan seharusnya hanya Rp 5 miliar.

Majelis hakim mempersoalkan jumlah bantuan yang diterima mantan pejabat teras tersebut. Namun, Aulia tak tahu-menahu mengapa jumlah dana yang diberikan berbeda-beda. ''Yang saya tahu, mereka mengajukan itu saja,'' ungkapnya. Keputusan memenuhi permintaan dana para mantan pejabat BI tersebut telah diputuskan dalam RDG pada 3 Juni 2003.

Kepada keempat terdakwa, hakim Hendra Yospin juga menanyakan latar belakang pemberian dana tersebut. ''Tolong, para terdakwa menjawab pertanyaan saya ini dengan penuh kejujuran. Hati nurani yang akan membantu Saudara-Saudara,'' terangnya.

Soal ini mereka beralasan bahwa rapat yang memutuskan penggunaan dana tersebut dilakukan untuk memulihkan citra BI yang terpuruk setelah krisis moneter. ''Karena memang ada kepentingan yang insidental dan mendesak itu,'' ucap Aulia.

Persidangan tersebut akan berlanjut pekan depan. Jaksa akan mengajukan tuntutan atas keempat terdakwa skandal BI itu. (git/kum)

Sumber: Jawa Pos, 27 Mei 2009

{mospagebreak title=Aulia Akui Minta DPR Hubungi Rusli} 

Aulia Akui Minta DPR Hubungi Rusli

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan mengaku telah meminta anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 menghubungi Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak. "Jika anggota Komisi IX ingin membicarakan biaya, bisa berhubungan dengan Rusli," ujar Aulia ketika diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Menurut Aulia, pernyataan itu tercetus setelah anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, Daniel Tanjung, mengatakan secara informal bahwa ada ongkos untuk menyelesaikan masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). "Tak lama Rusli melaporkan mengenai pertemuannya dengan beberapa anggota Dewan, membahas adanya kebutuhan dana," ujar Aulia.

Ia menjelaskan, berdasarkan hal tersebut, kemudian diadakan rapat Dewan Gubernur BI pada 3 Juni 2003. Dalam rapat inilah keputusan untuk memberikan dana Rp 31,5 miliar ke DPR itu diambil.

Aulia Pohan disidangkan bersama para mantan Deputi Gubernur BI lainnya, yaitu Maman H. Soemantri, Bun Bunan E.J. Hutapea, dan Aslim Tadjuddin. Keempat terdakwa diduga telah mengambil dan menggunakan dana BI yang berada di Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).

Dalam rapat 3 Juni itu, Aulia menambahkan, kebutuhan dana yang dibahas total mencapai Rp 100 miliar. Dalam proses berikutnya diketahui bahwa, selain yang mengalir ke DPR, dana selebihnya digunakan sebagai ongkos bantuan hukum bagi para mantan pejabat BI yang terbelit kasus ini.

Bun Bunan mengungkapkan, ada dana di YPPI yang mungkin bisa digunakan. "Setahu saya, jika diambil Rp 100 miliar, tidak akan mengganggu keuangan YPPI," ujar Bun Bunan.

Selanjutnya, uang dikeluarkan dari YPPI dengan persetujuan Aulia sebagai Ketua Dewan Pengawas YPPI dan Maman sebagai wakilnya. "Jika tidak kami setujui, uang tersebut tidak mungkin keluar," kata Maman.

Komisi Pemberantasan Korupsi pernah memeriksa Daniel Tanjung pada Agustus tahun lalu. Dalam beberapa kesempatan, ia membantah tuduhan bahwa ia terlibat dalam kasus ini. FAMEGA SYAVIRA

Sumber: Koran Tempo, 27 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan