Belum Ada Fraksi DPR yang Resmi Tolak Studi Banding
Penolakan sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat terhadap kunjungan kerja ke luar negeri, dalam rangka studi banding, perlu dihargai. Namun, sikap itu ternyata belum dilaporkan secara resmi kepada pimpinan DPR.
”Semua baru pernyataan melalui media massa. Surat resmi (pelarangan studi banding) ke pimpinan DPR belum ada,” kata Wakil Ketua DPR Anis Matta, Senin (1/11) di Jakarta.
Catatan Kompas, penolakan untuk mengikuti studi banding ke luar negeri dilakukan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Pertimbangan mereka, selain sebagai bentuk empati kepada korban bencana alam di Indonesia, juga untuk menghemat anggaran negara dan untuk memberikan kesempatan adanya kajian menyeluruh terhadap efektivitas studi banding.
Anis, wakil rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, menuturkan, adalah kebijakan yang bagus jika ada fraksi yang melarang anggotanya ikut studi banding. Pimpinan DPR juga tak akan mempermasalahkan. Namun, kebijakan resmi pimpinan DPR sampai kini tetap mengizinkan adanya studi banding.
Ketua Fraksi PDI-P Tjahjo Kumolo membenarkan belum melaporkan sikap fraksinya kepada pimpinan DPR. Hal ini karena fraksinya baru selesai menyosialisasikan kebijakan itu kepada anggotanya pada Senin.
”Dalam dua atau tiga hari ke depan, kami akan melaporkan secara resmi sikap Fraksi PDI-P ke pimpinan DPR,” kata Tjahjo.
Menurut Sekretaris Fraksi PAN Teguh Juwarno, sikap fraksinya sudah dituangkan dalam surat resmi yang disampaikan kepada pimpinan DPR dalam Sidang Paripurna DPR, 26 Oktober lalu. Dalam surat itu, Fraksi PAN mengusulkan moratorium atau penghentian sementara kunjungan kerja ke luar negeri setidaknya untuk satu semester. ”Konsekuensi logis dari surat itu, kami melarang anggota Fraksi PAN melakukan studi banding,” tuturnya.
Saat ini, kata Teguh, kebijakan itu sudah dilakukan anggota fraksinya. Ini, misalnya, terlihat dari keputusan Ismet Ahmad, anggota Fraksi PAN yang jadi anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Ismet membatalkan keikutsertaannya dalam studi banding ke Jepang dan Korea Selatan yang berangkat 30 Oktober lalu.
Akibat dari keputusannya itu, Ismet harus membayar denda 3.500 dollar AS (sekitar Rp 31,5 juta) kepada agen perjalanan yang mengurus studi banding anggota Panitia Khusus RUU Otoritas Jasa Keuangan ke Jepang dan Korea Selatan.
Mumtaz Rais, anggota Fraksi PAN di Komisi VI DPR, juga harus membayar denda 4.000 dollar AS (sekitar Rp 36 juta) karena membatalkan ikut studi banding Komisi VI ke Inggris, 7 November mendatang. (nwo)
Sumber: Kompas, 2 November 2010