Bekas Wakil Bupati Ditangkap
Kejaksaan Agung kemarin menangkap bekas Wakil Bupati Maluku Tenggara Barat Lukas Uwuratuw. Dia dibekuk di depan pos keamanan kompleks Kejaksaan Agung.
Lukas adalah tersangka dugaan korupsi dalam kasus pengadaan enam unit kapal penangkapan ikan. Kapal itu dibeli dalam proyek pengelolaan sumber daya perikanan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, tahun anggaran 2002. Diduga negara dirugikan hingga Rp 2,7 miliar.
"Penangkapan tersangka Lukas Uwuratuw dilakukan berdasarkan informasi intelijen bahwa Lukas akan menemui Jaksa Agung Muda Pengawasan," kata Didiek Darmanto, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung. Lukas sebelumnya masuk daftar pencarian orang selama 5 tahun.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Maluku Vitalis Teturan mengatakan, Lukas sudah beberapa kali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan, namun tidak pernah datang. "Terakhir, kami panggil lima kali, dia tidak juga memenuhi. Tak ada pilihan, kami harus menempuh upaya paksa," ujarnya.
Selain Lukas, tersangka yang tersangkut kasus ini adalah mantan Kepala Dinas Kelautan Pit Nuri Marna, saat ini Asisten I Pemerintah Daerah Maluku. Tersangka lainnya adalah Frenky Hitebeu, Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Kepulauan Aru. "Keduanya sudah ditahan dan sekarang sudah masuk tahap penuntutan," ujarnya.
Pengacara Lukas, Herman Laturete, mengatakan kliennya berencana ke Kejaksaan Agung untuk melaporkan adanya dugaan korupsi penjualan kapal di Maluku Tenggara. Korupsi senilai lebih dari Rp 14 miliar itu dilakukan oleh jaksa Vitalis Teturan. "Dulu dia menjabat Kepala Seksi Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Tual. Kejadiannya tahun 2004," ujarnya.
Sayangnya, sebelum melapor ke Jaksa Agung Muda Pengawasan, Lukas lebih dulu ditangkap atas kasus lain. Menurut Herman, kliennya sudah mengajukan permohonan penghentian penyidikan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku atas kasus pengadaan enam unit kapal penangkapan ikan.
Permohonan itu diajukan karena, berdasarkan hasil laporan penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku, tidak ditemukan adanya unsur tindak pidana korupsi. Kedua, bukti perkara ini dinilai tidak cukup untuk diangkat menjadi perkara tindak pidana korupsi. Pertimbangan lainnya, tidak ada laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan atau akuntan publik independen yang menyatakan adanya kerugian negara. DANANG WIBOWO
Sumber: Koran Tempo, 30 April 2010