Banyak Temuan BPK Belum Ditindaklanjuti

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution merasa kecewa karena banyak hasil pemeriksaan BPK yang belum ditindaklanjuti penegak hukum. Meski begitu, BPK tidak akan kendur mengaudit keuangan negara yang diduga terjadi penyimpangan.

Kalau ditanya, jelas ada perasaan kecewa karena hasil pemeriksaan lalu (pemeriksaan semester II tahun 2004) yang benar-benar berpotensi merugikan negara, belum seluruhnya ditindaklanjuti penegak hukum, tegas Anwar Nasution kepada PR, di Gedung BPK Jln. Gatot subroto, Jakarta, Senin (8/8).

Namun, Anwar Nasution optimistis temuan-temuan BPK tersebut akan ditindaklanjuti selama SBY - Kalla memimpin pemerintahan. Masih ada harapan bagi kita (BPK- red), karena pemerintahan sekarang lebih serius dalam upaya memberantas korupsi, tegasnya.

Anwar Nasution mengemukakan hal itu berkaitan dengan akan segera disampaikannya Hasil Pemeriksaan Semester (Hapsem) I tahun 2005. Menurut rencana, Hapsem tersebut disampaikan BPK kepada DPR dan pemerintah awal bulan depan.

Anwar mengatakan, ada beberapa Hapsem II 2004 yang sudah ditindaklanjuti penegak hukum. Yaitu dugaan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemudian kasus Bank Mandiri yang kini ditangani Tim Penuntasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan kasus BNI yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara. Juga kasus di lingkungan Sekretariat Negara (Setneg) yang kini ditangani Tipikor.

Menurut Anwar, BPK tidak berhak mencampuri penanganan tindak pidana korupsi jika sudah masuk ke pemerintah maupun penegak hukum. BPK sebatas menyampaikan audit terhadap keuangan negara yang diduga menyimpang, tegasnya.

Ia pun menilai positif keinginan pemerintahan SBY-Kalla untuk membuka kembali kasus-kasus lama yang belum selesai, selain tentu kasus-kasus baru. Ini yang menggembirakan hati saya. Sehingga bisa lebih tertib, ujarnya.

Prioritas

Anwar menegaskan, BPK tetap memprioritaskan pemeriksaan terhadap sektor-sektor atau kegiatan ekonomi yang paling banyak membebani APBN, antara lain sektor perbankan, terutama bank-bank pemerintah. Kemudian pemeriksaan terhadap kegiatan ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti sektor kesehatan. Prioritas berikutnya adalah mengaudit hal-hal yang secara politis sensitif, seperti mengaudit Setneg, termasuk Gelora Senayan dan Kemayoran.

Anwar menjanjikan, audit Pertamina termasuk dalam Hapsem I 2005 yang akan dilaporkan kepada pemerintah dan DPR September 2005 nanti. Demikian juga kasus Setneg. Hanya, kasus Setneg sebagian sudah diambil alih Tipikor. Kalau sudah diambil alih Tipikor, BPK tidak bisa apa-apa, jelasnya.

Sedangkan audit perbankan yang dilakukan BPK tidak dimaksudkan untuk mengambil alih fungsi Bank Indonesia (BI) maupun Kantor Menteri Negara BUMN. BPK hanya ingin agar uang negara tidak ditilep. Itu saja, ujarnya.

Anwar menjelaskan, BPK bukan merupakan bagian dari penegak hukum yang melakukan upaya pemberantasan korupsi dan BPK tidak bekerja bagi keperluan mereka. Namun, BPK diwajibkan undang-undang untuk menyerahkan laporan auditnya kepada DPR dan DPRD sebagai pemegang hak budget. BPK pun wajib memuat laporan auditnya di website agar dapat diketahui secara luas oleh masyarakat dan sekaligus menguji mutu auditnya. Hanya temuan-temuan yang mengandung unsur pidana yang wajib diserahkan oleh BPK kepada penegak hukum, jelasnya.

Anwar juga menekankan pentingnya pemeriksaan yang ketat terhadap perbankan. Karena itu, berdasarkan pengalaman selama ini, internal auditor perbankan perlu diperbaiki. Tak ada bedanya bank yang belum go public dan setelah go public. Tak ada bedanya perbankan sebelum reformasi dan sesudah reformasi, tegas mantan Deputi Senior Gubernur B I itu.

Ia menyarankan, agar alat-alat kelengkapan organisasi bank diperbaiki, supaya skandal perbankan tidak terus berlanjut. Perbaikan yang dimaksud bukan sekadar menambah anggota komisaris dan auditor independen. Sebab tidak ada gunanya menambah komisaris dan auditor bila kinerja perbankan tidak jalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, katanya. (A-75)

Sumber: Pikiran Rakyat, 9 Agustus 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan