BAKN DPR Batal ke Belanda
Empat anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya batal pergi ke Belanda pada 15-19 November 2010. Namun, langkah ini tidak diikuti rombongan dari pemerintah yang tetap pergi ke Belanda.
”Kami ini korban stigma. Ketika mencoba transparan dan akuntabel, malah tidak jadi pergi. Padahal, acara itu merupakan program kerja sama Pemerintah Belanda dan BAKN, serta semuanya dibiayai Pemerintah Belanda,” kata Eva Kusuma Sundari, anggota BAKN dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Rabu (10/11) di Jakarta.
Selain Eva yang bertindak sebagai ketua rombongan, tiga anggota BAKN DPR yang rencananya pergi ke Belanda adalah Muhammad Syaiful Imam (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Nur Yasin (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa), dan Mustofa Assegaf (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan).
Rencana BAKN DPR ke Belanda itu diketahui media ketika Eva mengadakan jumpa pers di kompleks gedung parlemen, Senin lalu. Saat itu Eva menuturkan, kunjungan BAKN ini juga diikuti wakil dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kementerian Dalam Negeri. Acara yang dimaksudkan untuk mendorong pelaksanaan akuntabilitas keuangan negara ini tidak dapat ditunda karena waktu kerja sama dengan Belanda akan habis pada Desember 2010.
Dalam konferensi pers itu, Eva juga mengaku sudah mendapatkan izin dari Fraksi PDI-P. ”Namun, izin itu sudah ditarik kembali oleh fraksi. Ketua Fraksi PDI-P (Tjahjo Kumolo) meminta saya menunda acara itu. Namun, karena tidak dapat ditunda, saya terpaksa membatalkan untuk ikut serta,” tutur Eva.
Mengetahui Eva batal berangkat ke Belanda, tiga anggota BAKN lainnya juga memutuskan tak jadi pergi. Namun, rombongan dari Bappenas, BPK, dan Kementerian Dalam Negeri tetap pergi ke Belanda.
Ketua BAKN Ahmad Muzani menyesalkan batalnya kepergian tim BAKN ke Belanda. Ini karena acara itu sangat penting, khususnya untuk meningkatkan kemampuan dan koordinasi kerja BAKN dengan instansi lain.
”Pengalaman BAKN, potensi penyalahgunaan keuangan negara ada di semua level. Belanda punya pengalaman dan sistem yang bagus dalam mendorong akuntabilitas keuangan negara. Sayang, BAKN tidak dapat pergi ke Belanda untuk mempelajarinya, padahal itu dibiayai Pemerintah Belanda. Uang yang seharusnya dipakai BAKN untuk ke Belanda juga tidak dapat dialihkan untuk membantu korban bencana karena uang itu milik Pemerintah Belanda,” papar Muzani lagi. (NWO)
Sumber: Kompas, 11 November 2010