Audit Renovasi Rumah
Dewan Perwakilan Rakyat meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan audit terhadap proyek renovasi rumah dinas di Kalibata, Jakarta Selatan. DPR menengarai ada penyelewengan dalam pengerjaan proyek renovasi senilai Rp 445 miliar tersebut.
Menurut Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Pius Lustrilanang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/10), ada kemungkinan proyek renovasi tidak hanya dikerjakan oleh kontraktor PT Adhi Karya. ”Soal pengerjaan, kami, DPR, menengarai ada yang disubkontrakkan lagi. Kemungkinan dari kontraktor disubkan, lalu disubkan lagi, ada dua kali sub,” katanya.
Selain itu, penyelesaian proyek renovasi rumah dinas juga tidak sesuai jadwal. Seharusnya proyek selesai pada 9 September lalu, tetapi kontraktor bahkan meminta perpanjangan waktu. ”Tanggal 9 September itu kami melakukan kunjungan ke sana (Kalibata). Waktu itu pembangunan fisiknya baru selesai 90 persen,” ujar politisi Partai Gerindra itu. Karena itu, BURT meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit proyek renovasi rumah dinas itu.
BURT memberikan batas waktu proyek paling lambat Desember karena rumah dinas direncanakan mulai ditempati pada Januari 2011. Apabila melanggar perjanjian, kontraktor akan dikenai denda. Pius menegaskan, renovasi harus selesai secepatnya karena DPR harus menghemat anggaran negara.
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan juga berharap, anggota DPR segera tinggal di rumah dinas. Dengan demikian, tunjangan kontrak rumah senilai Rp 12,5 juta tiap bulan dapat dihapus.
Dengan molornya penyelesaian renovasi 495 rumah dinas selama dua bulan, negara setidaknya harus mengeluarkan anggaran Rp 12,375 miliar untuk biaya kontrak rumah selama dua bulan. ”Selain menghemat anggaran negara, anggota DPR juga dapat lebih efektif dan efisien dengan tinggal di rumah dinas karena letaknya tidak terlalu jauh dengan Gedung MPR/DPR/ DPD,” tutur Taufik.
Secara terpisah, Ketua Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Ibrahim Fahmy Badoh mengatakan, munculnya masalah dalam sejumlah proyek di DPR menandakan rendahnya pengawasan di internal lembaga itu. Kondisi ini diduga juga disebabkan oleh adanya kepentingan politik sebagian anggota DPR di sejumlah proyek tersebut.
”Perwakilan fraksi di Badan Urusan Rumah Tangga DPR kurang ketat mengawasi proyek- proyek di DPR. Bahkan, sering kali mereka membela sejumlah rencana yang dipertanyakan masyarakat karena terlihat janggal, seperti pembangunan gedung baru DPR senilai Rp 1,6 triliun,” katanya.
Biaya renovasi Rp 900 juta untuk setiap rumah juga dinilai janggal. Dengan ukuran rumah 225 meter persegi, rata-rata biaya renovasi Rp 4 juta per meter persegi. Padahal, biaya pembangunan rumah tinggal baru di Jakarta hanya sekitar Rp 3 juta per meter persegi. (NTA/NWO)
Sumber: Kompas, 20 Oktober 2010