Audit Kasus Korupsi di Akpar Terhambat Perincian Biaya
Penyidik tidak dapat mengajukan dua tersangka ke meja sidang sebelum audit selesai. Sedangkan tim audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan kesulitan menghitung kerugian korupsi pengadaan fasilitas laboratorium dan alat pendidikan di kampus Akademi Pariwisata (Akpar) Makassar. Pasalnya, terdapat pekerjaan yang tidak tercantum, tapi dilaksanakan dalam proyek anggaran 2009 itu. "Ada pemasangan instalasi listrik yang tidak direncanakan. Itu yang tidak tercatat dalam proyek ini," kata Iman Achmad Nugraha, Kepala Bidang Investigasi, saat dihubungi kemarin.
Iman mengatakan tim audit yang bekerja tidak mendapat perincian anggaran pekerjaan itu. Sejauh ini, yang mereka audit adalah harga satuan alat elektronik dan multimedia yang sejak awal disidik Kejaksaan Negeri Makassar. Dengan adanya proyek pemasangan ini, tim audit belum bisa merampungkan penghitungan riil kerugian negara.
Dalam kasus ini, kejaksaan telah menetapkan dua tersangka, yakni Direktur Bidang Administrasi dan Umum Akpar Makassar Abdul Rahman, yang menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK), dan Direktur PT Multi Sao Prima Andi Makkarau sebagai rekanan. Tersangka sempat menjalani penahanan di Rumah Tahan Kelas I Makassar selama lima hari. Namun mereka dibebaskan setelah menebus uang sebesar Rp 178 juta.
Selain penghitungan anggaran instalasi listrik, tim audit terhambat oleh data pembanding harga. Kejaksaan baru mendapat nilai harga dengan alokasi anggaran yang ditentukan pihak Akpar. "Data pembanding telah kami dapatkan, kami baru serahkan pekan lalu," Kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Makassar Joko Budi Darmawan.
Joko mengatakan, setelah data itu diserahkan, penghitungan kerugian secepatnya bisa diketahui. Rencananya, jika nilai kerugian sudah dipastikan, tersangka masih akan diperiksa untuk kelengkapan berkas sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Tersangka dituduh melakukan penggelembungan dana pengadaan barang. Hasil penyelidikan mengungkap selisih harga barang yang cukup signifikan, seperti pengadaan televisi 29 inci, yang dihargai Rp 9 juta, padahal penyidik menemukan harga di pasar senilai Rp 2 juta. Mesin penyejuk udara berkekuatan 5 PK dihargai Rp 24 juta, sedangkan di pasar hanya sekitar Rp 12 juta. Anggaran proyek itu sebesar Rp 1,4 miliar.ABDUL RAHMAN
Sumber: Koran Tempo, 20 Juni 2011