Audit BPK Utang Setneg Rp20 Miliar

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya tunggakan utang Sekretariat Negara (Setneg) sebesar Rp20 miliar, dan 90% di antaranya merupakan tunggakan pajak. Tapi, BPK tidak mengaudit penyelenggaraan KTT Asia Afrika seperti yang diperintahkan Presiden.

Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menyebutkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di kantornya, kemarin.

''Dari audit BPK di Setneg, ada sekitar Rp20 miliar (kewajiban Setneg), dan sekitar 90% adalah pajak yang belum dibayar. Jadi kami harus minta uangnya ke Departemen Keuangan,''jelas Yusril.

Menurut Yusril, hasil audit BPK menemukan masih adanya utang yang harus dipenuhi Setneg dengan total nilai Rp20 miliar. Tapi, lanjut Yusril, tunggakan pajak yang harus dipenuhi Setneg itu di antaranya menyangkut rumah yang diberikan kepada mantan presiden dan wapres dengan harga maksimal Rp20 miliar. Serta, mobil sumbangan rokok PT Gudang Garam pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Menurut dia, pembayaran pajak rumah mantan presiden dan wapres itu masih ditagih kepada Setneg.

''Untuk beberapa mantan presiden dan wapres, itu sudah kita laksanakan (pemberian rumah), tapi bisa-bisa mereka juga kena pajak. Itu yang mesti kita tanyakan, apakah seperti mantan presiden dan wapres yang mendapat pembelian oleh negara itu, kena pajak atau tidak, karena ditagihkan ke Setneg,'' kata Yusril.

Selain itu, kata Yusril, Setneg juga diharuskan membayar bea masuk dan pajak kendaraan mobil sumbangan dari pabrik rokok PT Gudang Garam itu. ''Sebaiknya kalau menyumbang mobil, apalagi pada waktu presiden yang lalu, Anda juga yang membayar pajak dan bea masuknya. Kalau bisa jangan dibebankan ke Setneg, karena tidak punya anggaran itu. Kalau berhasil (negosiasi), dia yang bayar, selesai. Tapi kalau tidak mau bayar, tugas kami meminta Depkeu untuk disediakan anggaran,'' kata Yusril.

BPK, kata Yusril, juga menyebut adanya rekanan Setneg yang belum melunasi utangnya kepada Setneg sekitar Rp125 miliar.

''Ini sudah kita tagih untuk dibayar. Dari seluruh temuan BPK terhadap pemeriksaan Setneg bukan zaman saya, memang tidak ditemukan korupsi, tapi kekurangan pembayaran pajak,'' katanya.

KTT AA tidak diaudit
Yusril, pada bagian lain menyatakan kecewa terhadap BPK yang tidak mengaudit penyelenggaraan KTT Asia Afrika (KAA) 2005. Bahkan, pada surat pengantarnya BPK hanya mengatakan audit KAA sudah ditangani oleh Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).

''Saya merasa dipermainkan sama Nasution (Anwar Nasution Ketua BPK) itu,''cetus Yusril.

Karena, menurut Yusril, bahan laporan pelaksanaan KAA sesungguhnya telah diserahkan kepada Timtas Tipikor. Tapi, Presiden meminta BPK mengauditnya lebih dulu. Atas dasar itulah, menurut Yusril, atas permintaan BPK dirinya menulis surat kepada Jaksa Agung untuk meminta dokumen dan bahan yang ada di Timtas Tipikor serta meminta Timtas Tipikor menunda pemeriksaan dan mengembalikan dokumen itu agar BPK dapat mengauditnya. Tapi, kata Yusril, saat menyampaikan hasil pemeriksaannya Ketua BPK menyatakan tidak memeriksa KAA.

''Saya tulis surat (penarikan dokumen) itu atas arahan Presiden dan Wapres. Sementara itu, Jaksa Agung dan Ketua BPK pun hadir di pertemuan (rapat terbatas) itu. Tapi, seolah-olah (surat) saya menghambat program Presiden dalam memberantas korupsi (karena menarik kembali surat dari Timtas Tipikor atas permintaan BPK), dan ketika menyampaikan laporan pemeriksaannya ternyata Ketua BPK mengaku tidak memeriksa KAA,'' cetus Yusril. (Hnr/P-4).

Sumber: Media Indonesia, 19 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan