Antasari Mulai Cokot Pimpinan KPK yang Lain
Lewat Pengakuan Tulisan Tangan 14 Halaman
Ketua KPK (nonaktif) Antasari Azhar tidak ingin sendirian menghadapi kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Mantan jaksa itu berusaha ''mencokot'' para pimpinan lembaga superbodi tersebut. Bahkan, polisi mengatakan bahwa Antasari telah mengembangkan kasus pembunuhan itu dengan laporan korupsi di KPK.
''Kami sebatas menerima laporan. Itu murni inisiatif yang bersangkutan (Antasari, Red),'' kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombespol Chrysnandha Dwi Laksana kemarin.
Laporan itu, tambah dia, terkait dugaan korupsi yang dilakukan beberapa anggota KPK dalam kasus korupsi Masaro dengan tersangka Anggoro Wijoyo. Anggoro sendiri sekarang dalam status buron. ''Kami menindaklanjuti laporan itu dengan proporsional,'' ujarnya.
Dalam laporan 14 halaman kuarto itu, Antasari menyebutkan adanya ''main mata'' antara Anggoro dan para pimpinan KPK yang lain. Tujuannya agar Anggoro tidak dijadikan tersangka dan bisa bebas melarikan diri ke luar negeri. Lewat tulisan tangan itu, Antasari terang-terangan mengungkapkan adanya dugaan suap yang menimpa pimpinan KPK.
Suap tersebut terkait penanganan dugaan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang melibatkan Direktur PT Masaro Anggoro Wijoyo. Dalam pengakuan Antasari itu, utusan Anggoro melaporkan telah mengalirkan sejumlah dana kepada pimpinan KPK untuk mengamankan kasus itu.
Laporan yang ditulis di kertas kekuning-kuningan tersebut juga ditandatangani Antasari. Tersangka otak pembunuhan Nasrudin itu mengaku telah menerima informasi dari pihak lain bahwa petinggi KPK melakukan deal kasus korupsi. Informan Antasari itu menyebutkan, Anggoro Wijoyo telah membayar sejumlah uang kepada tiga orang berpengaruh di KPK.
Karena tidak begitu saja percaya, Antasari menemui informan itu. Bahkan, informan tersebut memperdengarkan rekaman suara antara Anggoro dan petinggi KPK itu. Penyerahan sejumlah uang, menurut informan itu, dilakukan di Malang, Jawa Timur, dan Singapura oleh utusan Anggoro.
Pengakuan Antasari itulah yang memicu renggangnya hubungan KPK-Polri. Sejak dugaan suap itu beredar, Polri beberapa kali dikabarkan bakal meringkus pimpinan KPK.
Dikonfirmasi secara terpisah, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto mengatakan telah mendengar bahwa Antasari membuat pengakuan yang menyudutkan para pimpinan lembaga superbodi. ''Kalau memang ada pengakuan itu, kebenarannya sangat-sangat diragukan. Dengan kata lain, itu merupakan fitnah terhadap pimpinan yang lain agar KPK rontok,'' ujar Bibit.
Dia menjelaskan, kalau benar ada pengakuan itu, Antasari terancam kasus pidana baru yang bisa ditangani KPK. Sebab, sebagai pimpinan KPK, Antasari telah menemui Anggoro sebagai salah seorang yang beperkara.
Padahal, pasal 36 UU KPK melarang keras pimpinan komisi mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang berhubungan dengan perkara dengan alasan apa pun. ''Tim internal tengah menyelidiki ini. Kalau ada pidananya, dia (Antasari) bisa kami ambil juga,'' jelasnya.
Terkait masalah itu, kata Bibit, Antasari terancam pidana lima tahun penjara. KPK juga mengancam mempersoalkan testimoni Antasari karena termasuk pencemaran nama baik.
Seharusnya, saat mengetahui Anggoro dan mendapatkan pengakuan itu, Antasari menangkap dan membawa buron itu ke Indonesia. ''Dia pimpinan komisi (saat itu). Seharusnya dia menangkap. Lalu, kalau mencium kecurangan, dia berusaha mencari siapa orang KPK yang curang,'' ujarnya.
Bibit menyatakan tidak mengetahui motif Antasari membeber dugaan suap yang melibatkan para pimpinan KPK. ''Tanya saja ke dia (Antasari),'' katanya.
Yang pasti, ungkap Bibit, pimpinan KPK sama sekali tidak menerima uang. ''Penerimaan uang itu tidak diketahui dalam rangka berbuat apa. Toh, hingga sekarang kasus Anggoro juga jalan terus,'' terangnya.
Dalam pengadaan SKRT, KPK telah mencekal beberapa orang. Antara lain, Putranefo, David Angka Wijaya, dan Anggono Wijoyo. Pencekalan itu sudah dilayangkan Agustus tahun lalu.
Polisi sendiri tetap fokus pada penyidikan kasus pembunuhan. Penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) all-out menyelesaikan pemberkasan kasus Antasari. Kemarin, 21 personel Direktorat Reserse Kriminal Umum PMJ membawa ketua KPK (nonaktif) itu keluar tahanan. Mantan jaksa itu menjalani rekonstruksi pertemuan perencanaan pembunuhan di kediaman Sigid Haryo Wibisono, Jalan Pati Unus 35, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
''Kami berharap, ini memperkuat pemberkasan dan penuntasan kasus ini,'' ujar Kepala Satuan Kejahatan dengan Kekerasan (Kasatjatanras) Polda Metro Jaya AKBP Nico Avinta yang memimpin rekonstruksi.
Berkas Antasari memang menjadi satu-satunya yang belum dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Karena itu, polisi memperpanjang masa penahanan suami Ida Laksmiwati itu hingga 31 Agustus nanti.
Antasari datang mengenakan baju batik lengan pendek. Dia berganti batik itu sejak dari Rutan Polda Metro Jaya. Selain Antasari, rekonstruksi tersebut melibatkan dua tersangka lain. Yaitu, pengusaha Sigid Haryo Wibisono dan mantan Kapolres Jakarta Selatan Wiliardi Wizar.
Seluruh adegan di luar rumah diperagakan dengan baik oleh Antasari. Mulai datang, masuk rumah, turun mobil, hingga masuk ke rumah bertingkat itu. Tidak tampak ekspresi tertekan. Wartawan tidak bisa melihat adegan di dalam rumah karena dinyatakan tertutup. ''Seluruhnya ada 20 adegan,'' jelas Kombespol Chrysnandha
Menurut Chrysnandha, rekonstruksi itu dilakukan atas saran jaksa agar berita acara pemeriksaan segera dinyatakan P-21 (lengkap). ''Semua dilakukan, termasuk saat Antasari memberikan foto Nasrudin kepada Sigid dan mengeluh terganggu,'' katanya. Keluhan Antasari itu dianggap sebagai perintah agar Nasrudin ''dihilangkan''.
Dalam pertemuan itu, Wiliardi dikenalkan oleh Sigid kepada Antasari. ''Sebelumnya mereka pernah bertemu, tapi belum dalam perkenalannya,'' kata Chrysnandha.
Selain menghelat rekonstruksi di rumah Sigid kemarin penyidik mengadakan reka ulang di kantor Sigid, Jalan Kerinci VIII. Namun, Antasari tidak ikut. Hanya Wiliardi Wizar dan Sigid. Di kantor itu, Sigid dan Wiliardi membicarakan secara lebih detail rencana membunuh Nasrudin.
Menurut Chrysnandha, polisi sebenarnya sudah siap melimpahkan berkas. ''Tapi, ada beberapa petunjuk jaksa yang harus dilakukan dulu. Kemungkinan dalam beberapa hari lagi akan selesai,'' kata perwira tiga mawar di pundak itu. (rdl/git/iro)
Sumber: Jawa Pos, 5 Agustus 2009