Anggota BPK Terima Cek Suap
Kuasa hukum terdakwa mencurigai jawaban saksi.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Tengku Muhammad Nurlif, mengakui menerima cek pelawat (traveler's cheque) saat menjadi anggota Komisi IX Bidang Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004.
Menurut Nurlif, cek pelawat itu dia terima dari Hamka Yandhu, politikus Golkar, yang menjadi terdakwa setelah pemilihan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. "Sekitar bulan Juli 2004," kata Nurlif dalam sidang di Pengadilan Korupsi, Jakarta, kemarin.
Namun Nurlif mengaku tidak tahu bahwa cek itu berkaitan dengan pemilihan Miranda. Nurlif mengira cek senilai Rp 550 juta itu sebagai wujud pertemanan Hamka dengan dirinya.
Dua hari sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior BI digelar, Nurlif, yang juga anggota Fraksi Golkar, mengaku mendatangi Hamka. Dia meminta bantuan sejumlah uang. "Saya butuh sekitar Rp 600 juta waktu itu," kata Nurlif di depan sidang.
Kepada majelis hakim, Nurlif mengaku memakai uang pemberian Hamka untuk keperluan kampanye dalam pemilihan legislatif 2004. Namun Nurlif tidak bisa menunjukkan bukti-bukti pemakaian dana tersebut.
Kasus suap cek pelawat ini telah menyeret empat politikus Senayan sebagai terdakwa. Selain Hamka, mereka adalah Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI Perjuangan), Endin A.J. Soefihara (Fraksi Persatuan Pembangunan), dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri).
Hamka Yandhu, yang menerima Rp 7,35 miliar, misalnya, membagikan cek suap kepada 11 anggota Komisi IX dari Fraksi Golkar. Hamka sendiri, menurut jaksa, menerima bagian terbesar, sekitar Rp 2,25 miliar.
Selain memanggil Nurlif, pengadilan kemarin memanggil dua politikus Golkar yang juga menerima cek pelawat dari Hamka: Anthony Zeidra Abidin dan Asep Ruchimat Sudjana. Di depan sidang, Anthony mengaku menerima 10 lembar cek pelawat (Rp 500 juta). Adapun Asep mengakui menerima 3 lembar cek (Rp 150 juta).
Asep dan Anthony juga mengaku tidak tahu bahwa cek suap itu berkaitan dengan pemilihan Miranda. Asep memang mengaku pernah bertanya kepada Hamka soal asal-usul cek tersebut. Kala itu, kata dia, Hamka hanya menjawab, "Ini rezeki." Adapun Anthony mengaku mengira cek pelawat itu sebagai pemberian Partai Golkar kepada anggotanya yang akan memasuki masa kampanye pemilihan.
Para politikus Golkar juga kompak menjawab tidak saat diberi pertanyaan adakah arahan dari Hamka maupun petinggi Golkar lain untuk memilih Miranda.
Dalam persidangan sebelumnya, kuasa hukum Dudhie Makmun Murod, Amir Karyatin, mengungkapkan kecurigaannya dengan jawaban para saksi yang seragam itu. Amir, misalnya, mempertanyakan keterangan saksi yang menyebutkan bahwa dana digunakan untuk kampanye dan diberikan di ruang Dudhie. "Sebelum hadir di persidangan, apa ada briefing khusus?" kata Amir. GUSTIDHA BUDIARTIE | JAJANG
Sumber: Koran Tempo, 23 Maret 2010