Anggaran TNI Belum Transparan
Dua tahun berturut-turut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat disclaimer terhadap laporan keuangan Dephan/TNI. Ketua BPK Anwar Nasution mengatakan, ada beberapa alasan yang menyebabkan pihaknya memberikan status tidak memberikan pendapat (TMP) untuk laporan keuangan Dephan/TNI periode 2006 dan 2007.
Antara lain, Dephan/TNI belum memiliki sistem akuntansi yang baku dan belum memiliki personel yang menguasai ilmu akuntansi. Juga, tidak memiliki sistem komputer yang baik dan pengawasan yang baik atas pelaksanaan sistem akuntansi itu.
"Selain itu, sistem akuntansi instansi belum diterapkan dengan baik sehingga terjadi perbedaan catatan realisasi yang signifikan antara Dephan/TNI dan Departemen Keuangan," ujar Anwar saat memberikan paparan tentang perbaikan pengelolaan keuangan negara di lingkungan Dephan/TNI di Gedung Balai Samudera TNI-AL, Jakarta Utara, kemarin (22/10).
Alasan lain, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dan anggaran non-budgeter yang dilakukan Dephan/TNI belum menggunakan surat setoran bukan pajak (SSBP) dan tidak melalui kas negara. Ini terjadi akibat doktrin perang semesta selama rezim Orde Baru mempertahankan organisasi satuan TNI yang berdiri sendiri-sendiri.
Itu diwarisi sejak awal pembentukannya pada masa perang kemerdekaan. "Pada waktu itu, setiap unit pasukan mencari sumber keuangan, alutsista, dan logistik sendiri-sendiri dengan berbagai macam cara," jelas Anwar.
Alasan berikutnya, karena belum baiknya manajemen logistik dan alutsista Dephan/TNI, termasuk dalam sistem inventarisasi asetnya. Misalnya, TNI belum menerapkan sistem manajemen dan akuntansi barang milik negara (Simak BMN). Dengan begitu, TNI belum dapat menyajikan nilai BMN dengan benar, termasuk nilai persediaan pada akhir tahun. "Padahal, kesuksesan operasi militer sangat ditentukan jumlah dan mutu alutsista dan manajemen logistiknya," katanya.
Kemudian, pengelolaan kas dan rekening di Dephan/TNI belum terpadu, transparan, dan akuntabel. Misalnya, masih banyak jumlah rekening dan uang yang belum dilaporkan dengan tertib. "Selain itu, pengadaan maupun perawatan alutsista belum transparan dan akuntabel," ungkap Anwar. Terutama dalam pengadaan alutsista melalui perantara atau oknum calo yang panjang. Akibatnya, harga menjadi mahal di tengah keterbatasan anggaran negara.
Meski begitu, Anwar memuji upaya perbaikan sistem laporan keuangan Dephan/TNI dengan mengumpulkan seluruh komandan satuan di lingkungan TNI. "Jika sungguh-sungguh, pemberian opini wajar oleh BPK dapat terwujud," ujarnya.
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso yang juga hadir dalam acara tersebut menyambut baik upaya Departemen Pertahanan menata laporan penganggaran. "Alutsista di TNI rumit karena satu item banyak sekali rinciannya. Misalnya, pesawat tempur itu bisa lebih dari seribu item di dalamnya. Karena itu, perlu dilatih agar sistem administrasinya lebih baik," kata jenderal asal Solo itu.(rdl/oki)
Sumber: Jawa Pos, 23 Oktober 2008