Anggaran Daerah Menyimpang

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan anggaran keuangan daerah senilai Rp1,35 triliun. Penyimpangan tersebut antara lain ditemukan pada pos pembayaran gaji, tunjangan, honor, dan insentif kepada pimpinan daerah.

Ketua BPK Anwar Nasution mengungkapkan hal itu dalam penyampaian Hasil Pemeriksaan Semester (Hapsem) I 2005 kepada DPR, di Jakarta, kemarin.

Penggunaan dana untuk pembayaran tunjangan, honorarium, insentif, dan bantuan keuangan mencapai Rp517,35 miliar. Dana itu diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD, Sekretariat DPRD, kepala dan perwakilan kepala daerah, sekretaris daerah, Muspida, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Badan Pengelola Keuangan. Pengalokasian dana itu tidak sesuai dengan ketentuan, kata Anwar.

Di samping itu masih ada penggunaan dana anggaran daerah yang belum dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp211,48 miliar. BPK juga menemukan realisasi belanja senilai Rp621,29 miliar yang tidak dilengkapi dengan bukti dan menyimpang dari ketentuan.

Selain itu ada dana bagi hasil pajak dan kewajiban pemerintah pusat dan provinsi yang belum disalurkan sebesar Rp436,09 miliar, ungkap Anwar dalam sambutannya.

Anwar juga kembali menyampaikan BPK telah memberikan hasil pemeriksaan itu kepada Jaksa Agung dan Kepolisian RI. Dari seluruh hasil pemeriksaan itu, enam di antaranya terindikasi terjadi tindak pidana korupsi. Dari enam hasil pemeriksaan itu, ditemukan 11 penyimpangan dengan total kerugian negara Rp2,59 triliun dan US$39,08 juta.

Pada kesempatan itu anggota BPK Udju Djuhaeri menyampaikan audit investigasi terhadap Bank BNI Tbk akan diselesaikan pada 5 Desember 2005. Saat ini BPK sudah menemukan sekitar 20 persoalan di BNI.

Audit investigasi di BNI hampir selesai dan saat ini sedang diajukan ke auditee. Setelah itu akan diserahkan ke Menteri BUMN. Tanggapan dari BNI juga sudah ada, kata Udju.

Menurut Udju, temuan yang diperoleh BPK dalam audit tersebut sekitar 20 kasus. Temuannya masih sekitar 20 temuan, tapi belum bisa kami rinci karena sedang diteliti. Fokus pemeriksaannya pada pengelolaan dan pengadaan.

Udju menambahkan audit BNI memang dilakukan secara parsial agar DPR dapat melakukan pemantauan dan pengawasan.

Ketika ditanya apakah temuan BPK di BNI nilainya lebih besar daripada temuan BPK di Bank Mandiri, Udju mengatakan lebih besar di BNI. Karena sampel yang diambil BPK juga lebih banyak, saat ini sedang di-review terlebih dahulu. Akurasinya dilihat dan diteliti lagi, kita harus hati-hati, tambahnya. (Sam/E-2)

Sumber: Media Indonesia, 30 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan